Menghebohkan, Sri Langka Berlakukan Larangan Memakai Burka
Masyarakat di Sri Lanka tengah dihebohkan dengan adanya rencana pemerintah untuk melarang pemakaian Burka. Pemerintah setempat beralasan "demi keadamanan nasional".
Burka sendiri merupakan pakaian yang menutupi seluruh badan termasuk wajah kecuali mata, yang kerap dikenakan oleh perempuan Muslim.
Menteri Keamanan Publik Sarath Weerasekera telah menandatangani sebuah surat untuk persetujuan untuk melarang burka dengan alasan "keamanan nasional" pada Jumat lalu.
“Pada masa-masa awal kita, para wanita dan gadis Muslim tidak pernah mengenakan burka,” kata Weerasekera dalam konferensi pers pada Sabtu 13 Maret 2021.
“Itu adalah tanda ekstremisme agama yang muncul baru-baru ini. Kami pasti akan melarangnya,” sambungnya dilansir CNN, Rabu 17 Maret 2021.
Sekretaris Kementerian Luar Negeri Sri Lanka Laksamana Jayanath Colombage menegaskan pemerintah belum memutuskan apapun terkait pelarangan itu.
“Hingga saat ini, larangan tersebut masih berupa rancangan yang memerlukan pembahasan lebih lanjut,” ujar Colombage dalam sebuah pernyataan di media.
Meski demikian, Colombage tidak menampik, rancangan larangan itu didasarkan atas dasar alasan keamanan nasional.
“Rancangan ini dibuat sebagai tindakan pencegahan atas dasar alasan keamanan nasional, menyusul penyelidikan the Presidential Commission of Inquiry terkait dengan peristiwa bom paskah pada 2019,” jelasnya.
Colombage memastikan akan menggelar dialog dan konsultasi luas terkait larangan pemakaian burqa untuk mencapai konsensus.
“Pemerintah Sri Lanka akan melakukan dialog dan konsultasi yang luas dengan berbagai pihak terkait dalam waktu yang sangat memadai untuk mencapai konsensus mengenai rancangan ini,” pungkasnya.
Dilansir ABC News pelarangan pemakaian burka di Sri Lanka telah berlaku sementara pada waktu sebelumnya.
Negara mayoritas Buddha itu melarang sementara pemakaian burka pada 2019, setelah serangan bom Minggu Paskah di gereja dan hotel di Sri Lanka yang menewaskan lebih dari 260 orang.
Dalam aksi ledakan bom itu dua kelompok Muslim lokal yang telah berjanji setia kepada kelompok Negara Islam (ISIS) disalahkan atas serangan di enam lokasi. Yaitu, dua gereja Katolik Roma, satu gereja Protestan dan tiga hotel berbintang.