Menghebohkan! Kiai Wahab Berkisah di Depan Ulama Sunni dan Syiah
Ketika Ibnu Sa'ud dan gembong Wahabinya ingin menghancurkan makam Kanjeng Nabi Muhammad Shallallahu alai wasallam (SAW), satu-satunya ulama yang berani menentang dan mengirimkan santrinya dari Indonesia adalah Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy'ari.
Karena tidak ada yang berani, akhirnya ada keprihatinan dari Indonesia, Kiai Hasyim mengutus Kiai Abdul Wahab Hasbullah. Kiai Hasyim kemudian berpesan kepada Kiai Wahab, "Kang Wahab, pergilah ke Makkah, siapa yang berani, ajak. Siapa yang mau membongkar makam Nabi Muhammad SAW, tabrak."
Kiai Wahab mengajak Kiai Dahlan Abdul Qohar Kertosono. Kedua tokoh ini pun berangkat ke Arab. Inilah yang kemudian disebut Komite Hijaz, dalam perjalanan sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama (NU).
Sampai di Arab, ternyata di sana tidak ada yang berani. Akhirnya Kiai Wahab mencari-cari teman. Ternyata tidak ada. Sudah pada lari semua ke Mesir, ke Syiria, ke Yaman. Setelah mencari-cari teman, ternyata tinggal dua kekuatan saja. Pertama, ulama-ulama Sunni. Kedua, ulama-ulama Syiah. Padahal Syiah dengan Sunni itu seperti minyak dengan air yang tidak pernah akur dan tidak pernah rukun.
Akhirnya, Kiai Wahab yang pendiri Pesantren Tambakberas Jombang (kini, Pesantren Bahrul Ulum), mikir-mikir bagaimana caranya agar Sunni dan Syiah bisa rukun.
Kiai Wahab mengambil langkah untuk mengundang para ulama tersebut, tapi tidak ada yang datang. Karena Kiai Wahab, ulama pesantren dari Indonesia yang kecil, kurus dan berkulit sawo matang (tidak pantas, jika dilihat orang sebagai Ulama atau Kiai). Jadi, Kiai Wahab diremehkan.
Dibantu Ulama Mesir, Syaikh Ahmad Ghonaim Al-Mishri
Setelah itu, alhamdulillah dibantu oleh ulama lainnya. Salah satunya Syaikh Ahmad Ghonaim al-Mishri. "Kumpul-kumpul! Ini ada utusan dari Indonesia".
"Siapa?"
"Ini lho namanya Wahab Hasbullah."
Kiai Wahab pun memperkenalkan diri, "Para hadirin, kami ini santrinya Hadratussyaikh Hasyim As'ary, dari Indonesia."
Orang-orang pun linglung dan saling bertanya-tanya, "Haaah.. orang kecil itu santrinnya Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari?"
Memang, Kiai Hasyim Asy'ari sudah dikenal orang seantero Arab karena keilmuannya dan beliau satu-satunya ulama Indonesia yang mendapatkan gelar Hadratussyaikh.
Kiai Wahab mendengar bisikan-bisikan dari kedua kubu. Akhirnya makin percaya diri dan bicara dengan lancar:
"Kami diutus Hadratussyaikh untuk meminta Anda sekalian bergerak. Bergerak tentang apa yang nanti kami ceritakan. Sekarang kami mau bertanya dulu. Ulama di tempat kami, Indonesia, jika bertemu cium tangan. Tapi ulama di sini kok cium pipi kiri pipi kanan, itu apa sebabnya?"
Akhirnya sebagian ulama yang hadir ada yang menjawab, "Sebab jika pipi kiri kanan bertemu, antara kulit dengan kulit bertemu itu besok akan menjadi saksi di hadapan Allah Swt."
"Ooo.. ya... ya... ya..." jawab Kiai Wahab, dilanjut bertanya lagi, "Lha kalau begitu apa bedanya dengan semut? Semut itu jika ketemu dengan temannya, juga cium pipi kiri pipi kanan?"
Semuanya diam tak ada yang menjawab. Lha tidak ada dasarnya dalam Al-Qur'an dan hadits. Akhirnya dijawab sendiri oleh Kiai Wahab Hasbullah, "Anda sekalian tidak tahu toh, kenapa jika semut ketemu temannya cium pipi kiri pipi kanan?"
Kisah Banjir Zaman Nabi Nuh AS
Kiai Wahab menjelaskan, "Karena dulu saat banjir Nabi Nuh Alaihisalam (As) mengarungi lautan, semua hewan ikut naik kapal Nabi Nuh. Nabi Nuh berpikir, jika nanti hewan yang naik kapal ini kawin dan berkembang biak, maka akan dapat mengakibatkan kapal tenggelam. Akhirnya Nabi Nuh memberi kebijakan. Semua alat kelamin wajib dicopot dan dititipkan di lemarinya Nabi Nuh.
Begitu perjalanan sampai daratan, semua hewan berlomba lari ke daratan. Karena rasa dan perasaan yang sangat senang. Akhirnya ada yang melompat pertama kali, yaitu kuda. Kuda pertama kali lari dan mengambil dari kumpulan alat kelamin yang ada di lemari Nabi Nuh. Dan yang diambil adalah kelaminnya gajah (karena tertukar, makanya alat kelamin kuda itu besar).
Giliran pembagian alat kelamin yang terakhir yaitu semut. Semut pun sudah lari ke daratan. Nabi Nuh bertanya: "Lha ini alat kelaminnya siapa?"
Ada yang menjawab: "Alat kelaminnya semut, Nabi Nuh".
"Lha semut ke mana?"
"Sudah lari ke daratan dari tadi."
Ditunggu lama, semut ternyata tidak kunjung kembali. Akhirnya alat kelamin semut dihanyutkan bersama lemari Nabi Nuh. Hilang tidak tahu ke mana.
Maka, mulai saat itu, semut mencari alat kelaminnya. Dan setiap kali bertemu dengan temannya pasti bertanya: "Alat kelaminmu sudah ketemu apa belum?"
Mendengar cerita itu, akhirnya ulama Syiah dan ulama Sunni bisa tertawa bersama. Terus rukun. Saling bertepuk pundak dan saling salam-salaman. Mulai saat itu, mereka bersatu bersama menolak pembongkaran makam Kanjeng Nabi. Hingga sekarang, makam Nabi SAW. masih utuh.
Itulah kehebatan Kiai Nusantara untuk merukunkan dan mendamaikan dua pihak yang saling berseteru. Hanya dengan bekal diceritani semut.
*) Diceritakan Ust Muwaffiq Jannur Ahmad via Dutaislam.
Advertisement