Menghasut untuk People Power Bisa Dipenjara, Kata Moeldoko
Bangsa Indonesia telah melalui tahapan terbesar Pemilihan Umum lewat pemungutan suara pada 17 April 2019 lalu. Sekitar 80 persen dari 192 juta pemilik hak suara berpartisipasi dalam pesta demokrasi yang berlangsung selama satu hari.
“Jumlah yang begitu masif, tapi berlangsung lancar,” kata Dr Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia mengapresiasi kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta, dalam keterangan Sabtu , 20 April 2019.
Moeldoko mengaku mendapat laporan ada beberapa persoalan yang muncul selama pemilu. Seperti keterlambatan kertas suara, kurangnya kertas suara, hingga beberapa insiden di lokasi pemungutan suara. Namun melihat jumlah kasus jika dibandingkan dengan jumlah pemilih dan total Tempat Pemungutan Suara (TPS), sangatlah kecil.
“Saya juga melihat KPU sedang berusaha keras segera menyelesaikan,” lanjut Moeldoko.
Moeldoko mengingatkan semua fihak yang ikut dalam kontestasi pemilu untuk menahan diri dan memberi waktu kepada KPU menyelesaikan pekerjaannya.
"Siapa pun harus bisa menerima keputusan KPU. Jika masih ada keberatan dan mempunyai bukti yang mendukung, peraturan perundangan-undangan menetapkan mekanisme hukum untuk menyelesaikan sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi."
“Masing-masing pihak boleh merasa berhak atas kemenangannya, tetapi itu belumlah resmi sehingga belum mempunyai kekuatan hukum tetap,” tegasnya. KPU baru akan menyelesaikan perhitungan dan mengumumkan hasil pemilu secara final pada 22 Mei 2019 mendatang.
Siapa pun harus bisa menerima keputusan KPU. Jika masih ada keberatan dan mempunyai bukti yang mendukung, peraturan perundangan-undangan menetapkan mekanisme hukum untuk menyelesaikan sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi.
Moeldoko menegaskan bahwa KPU bekerja secara mandiri. Dia menyayangkan orang-orang yang menuding KPU mewakili kepentingan pemerintah. KPU bekerja berdasarkan Pasal 22E ayat (5) UUD 1945. Dalam pasal itu disebutkan : “Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.”
Dalam pemilihan anggota KPU, bukan hanya pemerintah yang terlibat namun juga melibatkan masyarakat dan DPR dalam melakukan fit and proper test. Di mana semua partai juga terlibat. Ini artinya, siapapun yang menjadi komisioner KPU sudah melalui mekanisme yang fair.
“Semua ada aturan mainnya,” kata Moeldoko. Dia menyayangkan ada pihak-pihak yang ingin memanaskan suasana dengan mengancam melakukan gerakan massa atau people power. “Mau pamer sejuta atau dua juta orang, itu tidak mewakili 192 juta orang yang punya hak pilih,” kata Moeldoko.
Sebanyak 192 juta pemilik suara sudah mempercayakan hak pilihnya kepada KPU yang diakui secara konstitusi.
Dalam Kitab UU Hukum Pidana Pasal 160 dijelaskan jika ada yang berusaha menghasut di muka umum dengan lisan maupun tulisan untuk tidak menuruti ketentuan undang-undang, diancam pidana hingga enam tahun penjara. Hasutan itu termasuk ajakan kepada orang lain untuk melawan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah akan bertindak tegas kepada siapapun yang melanggar. Termasuk melawan hasil Pemilu yang sah dan diakui oleh undang-undang. “Saya ulang ya, tindakan tegas kepada siapapun!” kata Panglima TNI periode 2013 - 2015 ini. (adi)