Menggugah Gerak Pariwisata dengan Ritual Budaya Metri Desa
Mangir. Zaman dulu, saat Mataram menjadi kerajaan paling kuat di Nusantara ini, Mangir adalah tanah perdikan. Tanah perdikan itu adalah tanah hadiah Raja; bebas pajak, bebas visa, dan punya keleluasaan menentukan nasibnya sendiri. Otonomi daerah, mungkin begitu istilah pemerintahan sekarang.
Sayangnya, di kemudian hari, kepemimpinan Mangir membuat Mataram cemburu. Karismatik pemimpin Mangir membuat Sultan Agung Mataram ingin meminta kembali tanah perdikan turun-temurun itu.
Maka, disusunlah sebuah intrik kekuasaan. Sultan Agung mengirim putrinya yang cantik jelita dan sangat pintar menembang dan olah budaya untuk memasuki wilayah konflik. Lalu berhasil. Keberhasilan itu membawa sebuah konsekuensi, membuat Wonoboyo Mangir punya kewajiban menunduk sungkem hormat dan ngabekti kepada Sultan Agung.
Disanalah puncak intrik kekuasaan terjadi. Saat ngabekti dan menunduk sungkem takluk itu Sang Wonoboyo Mangir dihabisi oleh raja. Kepalanya dibenturkan Watugilang yang ada di depannya. Lalu tewas. Wilayah Mangir pun lumpuh. Otonomi daerah dihapuskan. Tanah perdikan dibatalkan dan diambil alih kembali oleh Mataram.
Sendangsari
Seperti sinopsis kisah di atas. Tapi itulah kisah kelam berkepanjangan yang menimpa Mataram di masa lalu. Sekarang, kisah itu menjadi bagian dari buku sejarah sebuah negeri bernama Mataram.
Mangir, wilayah Mangir, ketika Mataram sudah menjadi Indonesia, Mangir masuk dalam wilayah Kabupaten Bantul di Provinsi Daerah Istimewa Jogjakarta. Persisnya, kalau dari Keraton Jogjakarta, menuju arah ke Selatan dan sedikit bergeser ke arah Timur.
Dari pusat Kota Kabupaten Bantul, menuju Mangir perjalanan sekitar 30 menit ke arah Timur. Sepertinya sama, 30 menit juga jika ditempuh dari Keraton Jogjakarta yang berada di pusat Kota Jogjakarta.
Di Mangir, ada Desa Wisata Sendangsari. Desa Wisata alam dan budaya ini sangat kental dengan warisan Panembahan Mangir. Hari-hari di Bulan Suro, seperti tahun-tahun sebelumnya, desa ini selalu menggelar acara bernama Merti Dusun Mangir Wanabaya.
Tahun 2017 ini , acara tersebut digelar mulai kemarin, 21 September 2017 hingga 24 September 2017. Serangkaian kegiatan seni budaya di acara ini sungguh sayang kalau dilewatkan. Punya waktu kan, ambil tiket lalu berangkat ke Jogjakarta.
Pemerintah Pusat, melalui Menpar Arief Yahya, begitu menyambut positif kegiatan yang mengangkat budaya, Merti Dusun Mangir Wanabaya itu. “Jogjakarta itu adalah kota budaya, dan dunia pariwisata sangat mengandalkan budaya sebagai kekuatan atraksi. Merti Dusun Mangir Wanabaya ini adalah bagian dari kekuatan sebuah Desa Wisata," kata Menpar Arief Yahya.
M. Irwan Susanto, S.T., Lurah Desa Sendangsari, mengatakan, Merti Dusun Mangir Wanabaya tahun 2017 ini mengambil tema "Kidung Mangir Gumregah". Kidung Mangir Gumregah dimaksudkan sebagai kidung (tembang/lagu) kebangkitan warga Mangir menyongsong Visi Misi Bupati Bantul, Makarya Mbangun Ndeso.
Menurut Pak Lurah itu, nyanyian kecil itu kebangkitan warga Mangir dalam bersatu-padu membangun desa. Masyarakat Mangir memaknai merti dusun sebagai kegiatan kebudayaan, sebagai sarana bersyukur atas segala nikmat yang diberikan oleh Gusti Allah.
Masyarakat Mangir merasa perlu menyelenggarakan merti dusun sebagai aktualisasi diri dan sarana menghidupkan kehidupan desa yang dekat dengan nilai-nilai luhur tradisi dan budaya. Merti Dusun Mangir selalu dilaksanakan di bulan Muharram (Suro), setiap malam Selasa Kliwon atau Malam Jumat Kliwon.
“Para wisatawan bisa mengikuti rangkaian kegiatan Merti Dusun Mangir Wanabaya ini. Mulai dari Laku Tapa Bisu Kepung Gelang yang sudah dilaksanakan 21 September pukul 00.00-03.00.”
Laku Tapa Bisu
Laku tapa bisu kepung gelang adalah kegiatan ritual berjalan kaki di tengah malam tanpa berbicara. Memutari dusun Mangir membentuk lingkaran searah jarum jam, dengan melalui rute terluar dusun. Rute yang ditempuh sejauh 5 km dengan estimasi waktu sekitar 3 jam.
"Ketika melakukan ritual, peserta diharuskan untuk terus berdoa tetapi tidak bersuara. Bagi yang Muslim berjalan sambil berdzikir, untuk yang beragama lain, dipersilahkan sesuai keyakinannya. Titik kumpul berada di Masjid Fathul Huda Mangir Lor. Biasanya pesera diminta untuk berpuasa 1 hingga 3 hari sebelum kegiatan ini dilakukan," imbuh Zuchri Saren Satrio, Ketua Desa Wisata Mangir Wanabaya.
Ada ritual menarik Ngangsu Toya Suci pada Kamis, 21 September 2017, kemarin, pukul 15.00 - 17.30 WIB. Ngangsu Toya Suci adalah kegiatan ritual pengambilan air dari 7 sumber mata air yang dilakukan oleh 7 orang pemuda perjaka. Air yang diambil akan digunakan sebagai sarana mensucikan Selo Gilang. Kegiatan dilakukan di Petilasan Ki Ageng Mangir, kemudian 7 orang pemuda perjaka akan bersama-sama menuju 7 titik sumber mata air.
Dilanjutkan kemudian dengan Kirab Jodang. Yakni kirab gunungan yang dilakukan oleh masyarakat RT yang ada di 3 pedukuhan Mangir, yaitu Mangir Lor, Tengah, Kidul. Total 13 RT yang ada di Mangir.
Dalam kirab masyarakat membawa Jodang (semacam tempat barang yang dipanggul oleh 2 orang yang berjalan depan belakang). Jodang diisi dengan aneka makanan dan Ingkung. Kirab dimulai pukul 18.30 dengan start di Masjid Mangir Lor dan berakhir di Petilasan Ki Ageng Mangir Wanabaya Mangir Tengah. Rute kirab sepanjang 2 KM.
Usai kirab, warga melakukan Jamasan Selo Gilang. Jamasan Selo Gilang adalah kegiatan mensucikan batu gilang yang ada di Mangir. Konon, batu gilang ini adalah batudampar (tempat semedi) nya Ki Ageng Mangir dari Ki Ageng Mangir I hingga Ki Ageng Mangir IV.
Acara kemudian dilanjutkan dengan Umbul Donga Puja Basuki pukul 21.00-22.00. Umbul Donga Puja Basuki adalah kegiatan masyarakat bersama-sama memanjatkan doa kepada Gusti Allah memohon Basuki (keselamatan) dan bersyukur atas limpahan rezeki yang telah diberikan-Nya.
"Setelah itu dilanjutkan dengan makan bersama Ingkung dan hasil bumi warga Mangir. Bertempat di kompleks petilasan Ki Ageng MAngir Wanabaya," tandas Zuchri.
Puncak acara pada hari pertama Merti Desa ini diakhiri dengan pengajian pada pukul 22.00-24.00. Pengajian dilaksanakan di kompleks Petilasan Ki Ageng Mangir Wanabaya.
Pengajian dimaksudkan sebagai sarana meng-aji-kan Kalamullah, perkataan-perkataan Gusti Allah baik yang tersirat maupun tersurat yang ada di Alam ini, bumi dan langit.
Merti Desa hari kedua diisi dengan Kolaborasi Pentas Potensi Seni Mangir yakni pada Jumat 22 September 2017 pukul 19.30 sampai selesai. Kolaborasi ini menampilkan kesenian lokal masyarakat Mangir seperti tari (dari Sanggar Tari Nareswari), Karawitan (Grup Madusena), Hadrah (Grup Fathul Huda), Gejog Lesung (Grup Swara Mangungkung), Ketoprak (Grup Gilang Mudha Budaya), Jathilan (Grup Gagak Remang), Macapat (Grup Macapat Mangir).
Ada pula pentas Wayang 'Sakkarepku, Sakkecekelku" dengan dalang Ki Pamujiyo dari Juminahan. Pentas Potensi Seni ini dipusatkan di Joglo Mangir di Dusun Mangir Kidul. Kemudian pada Sabtu, 23 September 2017, ada pagelaran Wayang Kulit Semalam Suntuk dengan Dalang Ki Rusmadi dari Kulon Progo. Wayang ini menampilkan bintang Tamu Srundeng dan Yu Rini "Angkringan" TVRI Jogja. Kegiatan ini dilaksanakan di Rumah Bapak Dukuh Mangir Kidul, Hendri Setiyawan dan terbuka untuk umum. (*/widikamidi)