Menggemparkan, Kisah di Balik Kudeta Militer di Myanmar
Kudeta Militer di Myanmar menyita perhatian dunia, awal Februari 2021. Insiden politik ini terjadi menyusul pelaksanaan Pemilu di Myanmar.
Kalangan militer mengklaim, tanpa bukti, bahwa Pemilu Myanmar, pada November 2020, mengembalikan Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Aung San Suu Kyi ke tampuk kekuasaan dipenuhi kecurangan. Benarkah demikian?
Dalam kudeta militer tersebut, Aung San Suu Kyi dan elit politik di negeri tersebut, dimaskkan ke dalam penjara. Meski begitu, tokoh penerima Penghargaan Nobel Perdamaian itu, dalam kondisi baik-baik saja.
Tak hanya itu, orang-orang dekat Aung San Suu Kyi pun akhirnya dipenjara juga. Demikian menyusul penyerangan atau aksi militer yang menyerbu kantor Partai NLD di Yangon.
Kisah-kisah kudeta militer memang selalu menggemparkan dunia. Atas kudeta militer di Myanmar itu, Sekjen PBB Antonius Guetteres sempat mengancam untuk menghentikan pemerintahan di negeri tersebut, dengan imbauan kembali ke jalur demokrasi.
Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar (Tatmadaw), Jenderal Min Aung Hlaing, menyalahkan politikus yang dinilai tidak beres menyelesaikan sengketa hasil pemilihan umum hingga memicu kudeta.
"Kami sudah meminta Komisi Pemilihan Umum, parlemen (Hluttaw) dan presiden untuk menyelesaikan masalah daftar pemilih, tetapi mereka gagal," kata Min seperti dikutip Reuters, dikutip Jumat 12 Februari 2021.
Min mengklaim, Tatmadaw mencoba merundingkan permasalahan itu hingga menit terakhir. Namun, dia mengatakan pemerintah gagal melaksanakan tugas.
"Itulah mengapa militer harus menyatakan darurat nasional untuk menjaga sistem demokrasi menurut Undang-Undang Dasar 2008 dan kini kami menjalankan tugas bagi bangsa dan negara," pungkas Min.
Min menjanjikan bakal menggelar pemilihan umum yang jujur dan bebas sesuai UUD 2008, setelah masa darurat nasional dinyatakan berakhir.
Kudeta berlangsung setelah militer dan pemerintah sipil Myanmar berselisih terkait hasil pemilihan umum pada 8 November lalu.