Menggagas Olimpiade Maritim
Oleh: Oki Lukito
Kontingen Indonesia di cabang olahraga (cabor) air di laga Olmpiade Tokyo 2020 belum menunjukkan prestasi membanggakan. Di cabang renang, Aflah Prawira, Azzahra Permatahani terhenti di babak kualifikasi masing masing nomor yang diikutinya. Peselancar muda, Rio Waida yang sukses melaju ke babak 16 besar cabor surfing papan pendek putra gagal ke putaran berikutnya. Sementara tim dayung juga gagal menembus semifinal nomor lightweight double sculls, diwakili pasangan Mutiara Rahma dan Melani Putri.
Pada Olimpiade Tokyo 2020 yang berlangsung 23 Juli-8 Agustus 2021 Indonesia menyertakan 28 atlet untuk delapan cabang olahraga. Sebelas atlet bulu tangkis, lima atlet angkat besi, empat atlet panahan. Cabor atletik, renang, dayung masing-masing menyertakan dua atletnya, sementara selancar (surfing) dan menembak satu orang. Dalam hal ini Cabor darat masih mendominasi keikutsertaan Indonesia dalam pesta olahraga akbar itu.
Sebagai negara yang mendeklarasikan Poros Maritim Dunia kita prihatin, Indonesia seharusnya lebih banyak menyertakan cabor air dan atletnya ke ajang olahraga paling bergengsi itu. Negara maritim memiliki konsekuensi mengembangkan bidang perairan dan kelautan, salah satunya melalui olahraga air ini. Perhitungan menang atau kalah urusan kemudian walaupun prestasi tetap menjadi tujuan utama, akan tetapi jati diri sebagai bangsa bahari seharusnya tetap dikedepankan.
Sebagai Negara Maritim dituntut mampu mengelola dan mendayagunakan sumber daya kelautan secara maksimal dan menjaga kelestarian laut dan lingkungannya. Banyak bukti negara kontinental contoh Tiongkok, Thailand, Vietnam, Jepang, Kanada, Belanda dan Singapura tidak memiliki laut luas, namun mampu memberdayakan sumber daya lautnya dan berprestasi di berbagai olahraga air.
Di bidang olahraga Indonesia cukup dikenal memiliki sejarah membanggakan. Prestasinya juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Ini terlihat dari beberapa prestasi cabor seperti bulu tangkis, panahan, angkat beban, atletik dan pencak silat. Semua olahraga tersebut adalah olahraga di darat. Hal itu seharusnya menjadi pemacu semangat bagi bangsa ini untuk bisa menorehkan prestasi pula di bidang olahraga air.
Di cabor dayung misalnya, rekam jejaknya membuktikan mempunyai prestasi besar, antara lain menorehkan catatan tinta emas di Qinzhou Dragon Boat Race 2016. Menjadi juara umum dengan menyisihkan China dan Hongkong. Prestasi lainnya Tim Dayung Putra Putri, sukses pula meraih 2 medali emas, 3 perak, 2 perunggu pada kejuaraan Dunia 14 th IDBF World Dragon Boat Racing Championships 2019 di Pataya Rayong, Thailand. Prestasi di atas adalah modal optimisme bahwa sebetulnya bangsa ini mampu meraih prestasi di Cabor air di pentas dunia.
Sebagai referensi terdapat beberapa spot potensial dan beberapa cabor air yang dapat dikembangkan dan diandalkan. Antara lain selancar, snorkeling, selam, Polo Air, selain layar dan dayung. Cabor selancar misalnya memiliki beberapa spot alami terbaik dunia. Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Uluwatu (Bali), Plengkung (Banyuwangi), Pantai Watu Karung (Pacitan-Jawa Timur), Lagundri (Nias), Surf Dessert Point (Lombok), Ombak Tujuh (Sukabumi), Kepulauan Panaitan (Jawa Barat), Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), serta yang paling terkenal adalah Mentawai (Sumatera Barat).
Khusus untuk olahraga air lainnya seperti menyelam dan snorkeling, beberapa titik terkenal, antara lain Bunaken dan Siladen (Manado), Menjangan Bali, Komodo (Flores), Raja Ampat (Papua), Wakatobi (Sulawesi), Pulau Weh (Sumatera), dan Kepulauan Gili (Lombok). Indonesia memang berpotensi besar menjadi fasilitator Olimpiade Maritim. Ditambah lagi dengan dragon boat, finswimming, spearfishing, lifesaving sport, hingga underwater photography yang memungkinkan dilombakan dalam ajang olahraga.
Pada event itu dirancang pula menjadi ajang promosi olah raga tradisional pesisir yang layak dikompetisikan serta tidak kalah aktraktifnya dengan Bola voli pantai. Sedikitnya terdapat dua cabor tradisional bernuansa laut yang bisa diusung ke kancah dunia dengan tetap mempertahankan kearifan lokal. Olahraga tradisonal seperti Ski lot misalnya. Adu balap selancar lumpur asal Desa Tambak Lekok, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Ski Lot adalah atraksi tahunan yang diselenggarakan setiap tahun saat hari raya ketupat. Tradisi ini merupakan tradisi turun temurun penduduk desa Pantai Lekok, Pasuruan Jawa Timur dan peserta lomba umumnya para nelayan.
Ada pula Pathol, olahraga tradisional masyarakat pesisir pantai utara mirip Sumo. Letak perbedaannya dalam olahraga ini peserta yang tidak memiliki tubuh tambun boleh terjun di arena pertarungan untuk melawan orang lain yang memiliki perawakan sepadan. Pemain Pathol bertelanjang dada dan di pinggang masing-masing dililitkan kain sarung atau tali "dadhung" untuk tempat pegangan lawan. Tidak ada matras, arena pertandingan dilakukan di tempat terbuka biasanya di pinggir pantai berpasir.
Indonesia sebagai negara berdaulat telah berhasil melaksanakan Diplomasi Maritim sejak Deklarasi Djuanda 1957 dengan hasil Konsep Negara Kepulauan dan melahirkan norma hukum baru yang diakui United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982. Akan tetapi pasca Deklarasi Djuanda itu belum ada lagi karya spektakuler terkait jati diri bangsa bahari yang mendunia. Sejatinya kita ini bangsa yang besar, melimpah sumber daya alam, kaya ide dan sarat gagasan.
Dalam pelaksanaan Olimpiade Tokyo kita sangat berharap tim official Kontingen Indonesia tidak terjebak tugas rutin, mengawal atlet dan menghitung kemungkinan perolehan medali. Akan tetapi diharapkan pro aktif melakukan diplomasi olahraga dengan melontarkan gagasan perlunya diselenggarakan olimpiade maritim. Sekali dayung dua pulau terlampaui, sekaligus mempromosikan potensi wisata bahari Indonesia.
*Oki Lukito, Ketua Forum Masyarakat Kelautan, Maritim, Perikanan
Advertisement