Mengenang Tauladan Baharuddin Loppa
Baharuddin Mohammad Loppa adalah tauladan para penegak hukum dan dikenang para pencari keadilan. Hari Jadi Adhyaksa (Diperingati tiap 22 Juli) nama Loppa sebagai mantan Jaksa Agung yang punya reputasi mentereng.
Dikenal sebagai sosok sederhana, berani dan punya visi kuat melakukan penegakan hukum. Loppa yang menjabat Jaksa Agung di era Presiden Abdurrahman Wahid, 21 tahun silam, dipilih karena semangat anti-korupsi. Namun, dalam karier puncaknya, pria kelahiran 27 Agustus 1935 di Polewali Mandar, Sulawesi Barat ini, meninggal saat menunaikan Ibadah Haji di Makkah pada 3 Juli 2001 tahun silam. Dunia hukum berduka.
Selain menjabat Jaksa Agung, Baharuddin Loppa juga pernah menduduki jabatan penting. Di antaranya Menteri Kehakiman dan Hak Asasi manusia, Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi dan juga pernah aktif di Komnas HAM. Selama berkarier di bidang hukum mencatatkan prestasi gemilang, tapi juga banyak keputusan yang jarang dimiliki pejabat lain di lingkungan kejaksaan. Yaitu kerap mengambil keputusan berani, terutama dalam mengusut kasus korupsi, tak peduli apa itu, konglomerat, pejabat bahkan karibnya sendiri, jika salah, akan tetap ditindak.
Ketika menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi di Sulawesi Selatan, pernah mengusut kasus pengadaan fiktif Al Quran, menyangkut Kepala kanwil Agama Sulsel, KH Badawi, yang tak lain adalah kerabat Loppa sendiri. Meskipun ini pilihan sulit, tetapi keputusan seperti itulah yang kerap dilakukannya. Selain itu, Loppa juga pernah menangkap dan memenjarakan mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Bob Hasan ke Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, atas kasus korupsi ketika itu. Nyawa Lopa bisa saja terancam, jika hal itu dilakukan saat Soeharto berkuasa di era orde Baru.
Lopa juga dikenal sebagai seorang yang rajin menulis. Lulusan doctor di bidang hukum ini, beberapa kali tulisannya dimuat di beberapa media. Ada kutipan menarik dari tulisannya yang patut diteladani para jaksa dan penegak hukum. “Jangan berikan uang kepada para jaksa. Jangan coba-coba menyuap para penegak hukum, apa pun alasannya!”.
Tauladan dan kesederhanaan
Ada cerita menarik hubungan antara Baharuddin Loppa dengan Yusuf Kalla (JK), mantan Wakil Presiden ke 10 dan ke 12 Republik Indonesia. Ketika itu, Kalla masih sebagai seorang pengusaha dan bisnis dibidang otomotif, pernah ditelepon Loppa. Isi teleponnya, Loppa ingin membeli mobil sedan kelas satu. Oleh JK ditawarkan mobil Toyota Crown senilai Rp 100 juta. Tapi Loppa menolak. Lalu JK kembali menawarkan mobil Cressida dengan harga Rp 60 juta. Lagi-lagi, Loppa menolak.
Dua kali ditolak, JK lalu menawarkan mobil Coronna dengan cuma-cuma (ketika itu harganya Rp 30 juta), tapi juga ditolak Loppa. Hingga akhirnya JK menawarkan membeli dengan harga Rp 5 juta saja, tapi tetap saja ditolak olah Loppa. Akhirnya, diambil jalan tengah, yaitu Loppa membeli mobil Corona dengan system menyicil.
Ada juga cerita lain, ketika Loppa menjabat sebagai Kepala kejaksaan Negeri Ternate, dirinya pernah diberi hadiah, satu truk durian dari seorang pengusaha. Tetapi Loppa menolak dan menyuruh truk yang membawa durian itu kembali ke pemiliknya.”Itu soal cerita hadiah durian,” ujar Guru Besar Hukum Universitas Trisaksi, Prof Dr Andi Hamzah, dikutip hukumindo.com.
Kehidupan keluarga Lopa juga menerapkan kesederhanaan. Selain rajin menulis kolom di berbagai majalah dan surat kabar, di rumahnya membuka rental play station dan warung telekomunikasi. Ada cerita Lopa pernah menyuruh ajudannya untuk menyerahkan uang Rp 100 ribu hadiah dari Gubernur Sulawesi Tenggara sekitar tahun 1970-an, ke panti jompo di Kendari ___ yang mana nilai uang tersebut terbilang besar pada masanya. Parcel yang datang ke rumahnya pun akan selalu ia kembalikan. Lopa mengatakan, “Dirinya tidak perlu diberi hadiah karena ia memiliki gaji, yang perlu diberi hadiah adalah rakyat yang susah”.
Baharuddin Loppa pernah mencatatkan kekayaan pribadinya senilai Rp 1,9 miliar berikut 20 ribu USD. Harta sebesar itu tentu terkumpul setelah Loppa menduduki sejumlah jabatan penting di negeri ini. Keluarga besar Lopa juga dikenal terhormat dikampungnya. Karena pria ini juga keturunan bangsawan. Dari kakeknya yang bernama Mandawari adalah seorang Raja Balangnipa dikenal bersahaja di wilayah Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat.
Nama Baharuddin Loppa, yang meninggal 21 tahun silam, tetap terhormat. Korps Kejaksaan Agung, tentu harus bangga dengan kader jaksa terbaik. Kader jaksa sederhana, terdidik dan punya sikap tegas terhadap penegakan hukum.
Advertisement