Mengenal Wayang Beber yang Menjadi Cikal Bakal Wayang Kulit
Wayang menjadi salah satu warisan budaya yang hingga saat ini masih eksis. Salah satunya pertunjukan wayang kulit yang biasa digelar pada acara-acara tertentu dan tentunya masih diminati. Tapi tahukah Anda, sebelum ada wayang kulit, ada pendahulunya yang juga berbasis seni lukis wayang bernama wayang beber.
Baru-baru ini, pada 14 Juli 2022 Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo memberikan bantuan perbaikan rumah kepada salah satu maestro wayang beber di Kampung Wonosaren, Jagalan, Surakarta.
Mungkin belum banyak yang tahu apa itu wayang beber, termasuk generasi milenial. Berbeda dari wayang kulit, wayang beber merupakan lukisan wayang yang menceritakan kisah pewayangan. Keberadaan wayang beber ternyata juga menjadi cikal bakal dari wayang kulit yang sudah ada hingga sekarang.
Beginilah sejarah wayang beber yang menjadi cikal bakal wayang kulit.
Sejarah Awal Wayang Beber
Melansir dari Kemdikbudristek dalam laman warisan budaya. Wayang beber sudah ada sejak masa pra-Islam di Jawa. Wayang beber sendiri berbeda dengan wayang kulit yang biasa digelar dalam pertunjukkan seni.
Mengapa dinamakan wayang beber, karena lukisan wayang yang disajikan dalam bentangan (beberan) lukisan atau bentuknya berupa lembaran-lembaran lukisan wayang dalam gulungan yang melukiskan kisah tokoh-tokoh dan kejadian.
Kisah yang digambarkan dalam kertas gulungan tersebut biasanya berisi kisah Panji yang diadaptasi dari cerita klasik zaman dahulu, atau kisah kejadian dalam relief-relief candi.
Wayang beber dulunya juga dikenal sebagai satu-satunya pertunjukan wayang di Nusantara, setidaknya sejak masa Majapahit hingga Mataram. Namun saat masuknya islam, wayang ini mulai berkembang ke dalam berbagai kreasi dan salah satunya menjadi pertunjukan wayang kulit. Hal tersebut juga semakin dikenal ketika para wali mulai melakukan dakwah lewat media wayang.
Jenis Wayang Beber
Seperti yang dijelaskan dalam laman Media Indonesia bahwa wayang Beber Kuno hanya ada tiga jenis, yaitu:
-Cerita Panji dengan lakon Jaka Kembang Kuning (Pacitan)
- Lakon Remeng Mangunjoyo (Gelaran)
- Lakon pada Wayang Beber Leiden yang belum teridentifikasi.
Sebenarnya tidak mengherankan mengapa cerita koleksi Leiden belum atau tidak teridentifikasi. Wayang beber ini merupakan peraga tuturan lisan yang memuat sedikit visual lakon.
Proses Pertunjukkan Wayang Beber
Wayang beber juga dipertunjukkan dengan cara dimainkan oleh seorang dalang. Sama halnya seperti mendongeng, bahwa dalang akan menuturkan cerita sembari membuka gulungan-gulungan lukisan tersebut sesuai dengan adegan yang tengah dibawakan.
Pada mulanya, pertunjukan ini tidak menggunakan iringan musik. Namun dalam perkembangannya pertunjukan wayang beber mulai diiringi gamelan dan alat musik, tetapi hanya beberapa alat musik yang digunakan seperti kendang, saron, dua pencon gong suwukan, tiga pencong kenong, dan kempul saja.
Menurut Karmanto Hadikusumo, dalang pewaris Wayang Beber Gelaran di laman Media Indonesia, gulungan kuno hanya bisa dibuka pada saat-saat tertentu dengan syarat tertentu. Setiap tanggal 1 Sura (kalender Jawa), gulungĀan yang terdapat dalam sebuah peti itu diberi sesaji berupa tumpeng, ingkung ayam, dan jajan pasar. Selanjutnya, diadakan kenduri dengan mengundang tetangga.
Proses Pembuatan Wayang Beber
Wayang beber bukan semata-mata hanya tentang melukis tetapi juga melukiskan sebuah gambar atas apa yang diadaptasi. Pembuat wayang beber biasanya akan mengadaptasi kisah-kisah atau kejadian-kejadian menurut cerita klasik dari masyarakat Jawa dan relief-relief candi.
Setelah itu, kisah tersebut akan dituangkan ke dalam sebuah kertas yang terbuat dari bahan batang pohon murbei atau yang disebut sebagai daluang (deluwang).
Dari Wayang Beber jadi Wayang Kulit
Wayang beber merupakan lukisan gambar wayang dalam kertas. Namun dalam Islam penggambaran makhluk hidup seperti hewan maupun manusia dilarang.
Maka itulah, para Wali yang melakukan dakwah lewat media wayang pun akhirnya mengubah wayang beber menjadi lebih ornamentik dari hari ke hari hingga muncullah wayang kulit yang membuat wayang tak lagi dalam lukisan, melainkan digambar dalam kulit, kemudian dibentuk sedemikian rupa hingga menyerupai tokoh-tokoh dalam cerita yang akan dibawakan dalang.