Mengenal Tari Gandrung, Tarian dalam Film KKN di Desa Penari
Film KKN di Desa Penari saat ini tengah tayang di bioskop. Film bergenre horor tersebut diangkat dari sebuah kisah nyata yang pernah diunggah di Twitter sebagai Thread oleh akun SimpleMan.
Tak disangka jika cerita tersebut akhirnya diangkat menjadi film. Di dalamnya juga sempat menyinggung mengenai sebuah tarian daerah yang menjadi sentra horor karena dinilai tarian sakral. Tarian yang dimaksud adalah tarian gandrung dari Banyuwangi. Berikut ulasan mengenai makna serta sejarah kemunculan tari gandrung dari Banyuwangi.
Sejarah Tari Gandrung
Gandrung perempuan pertama yang dulunya dikenal dalam sejarah adalah Semi, yakni seorang anak kecil berusia sepuluh tahun. Dulunya Semi menderita penyakit yang cukup parah. Segala cara sudah dilakukan hingga ke dukun, namun Semi tidak kunjung sembuh, sehingga ibu Semi (Mak Midhah) bernazar:
"Kadhung sira waras, sun dhadekaken Seblang, kadhung sing yo sing" yang memiliki arti 'Bila kamu sembuh, saya jadikan kamu Seblang, kalau tidak ya tidak jadi'. Ternyata, akhirnya Semi sembuh dan dijadikan seblang, sekaligus menjadi babak baru dengan ditarikannya gandrung oleh perempuan.
Tradisi gandrung yang dilakukan Semi tersebut kemudian diikuti oleh adik-adik perempuannya dengan menggunakan nama depan Gandrung sebagai nama panggungnya. Kesenian ini terus berkembang di seluruh daerah Banyuwangi dan menjadi ikon khas setempat.
Pada mulanya gandrung hanya boleh ditarikan oleh para keturunan penari gandrung sebelumnya, namun sejak tahun 1970-an mulai banyak gadis-gadis muda yang bukan keturunan gandrung yang mempelajari tarian ini dan menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian.
Makna dalam Tari Gandrung
Tari gandrung juga menjadi salah satu tarian ritual adat. Dahulu orang melakukan ritual sebagai salah satu rasa syukur, begitu pun tari gandrung dari banyuwangi ini yang memiliki makna sebagai wujud syukur atas hasil panen yang melimpah.
Ritual ini bukan hal sembarangan. Masyarakat zaman dulu memahami ketika kehidupan mereka tak seimbang, seperti adanya bencana atau kebutuhan primer yang tak tercukupi, ada hal yang tak beres.
Sehingga, masyarakat membuat totem itu menjadi target penghormatan dan memunculkan ritual, salah satunya tarian. Bagi masyarakat yang hidup berlandaskan pertanian, munculnya tarian ini untuk memberikan penghormatan dan syukur kepada Dewi Sri yang dianggap sebagai dewi kesuburan yang memberikan hasil panen kepada masyarakat.