Mengenal Supriadi Hari Wahyono, Artisan Janur Kuning dari Jombang
Janur kuning bagi sebagian masyarakat identik dengan hajatan pernikahan. Selain digunakan sebagai penanda menuju lokasi hajatan, janur umumnya juga dipasang sebagai hiasan di panggung pelaminan. Desainnya pun ‘mainstream’ secara turun temurun.
Namun di tangan Supriadi Hari Wahyono, janur kuning dikreasikan lebih ciamik. Pria yang lahir 15 Mei 1978 asal Desa/Kecamatan Mojowarno ini mendesain janur kuning ke dalam berbagai bentuk. Mulai dari ekor merak, topi, tas, hiasan dinding, pot bunga, hingga aksesori yang menyerupai daun pisang.
Kreasi janur kuning dari Hari pun sering ditampilkan dalam berbagai pameran kebudayaan di Jawa Tengah, Yogjakarta, dan Bali. Dalam prinsipnya, janur kuning jangan hanya sebagai pelengkap hajatan. Namun harus mengandung art, culture, dan nature. “Itu sudah menjadi prinsip saya,” kata Hari kepada Ngopibareng.id saat ditemui di rumahnya.
Ia mengaku sudah lima tahun ini bergelut dengan kreasi janur kuning. Sebelumnya, Hari malang melintang di berbagai kota di Indonesia sebagai tour guide atau pemandu wisata. “Setelah lulus SMEA Negeri Jombang, saya merantau ke. Mulai dari Jogja, Bandung, hingga Pangandaran,” lanjutnya.
Setelah itu ia terbang ke Belanda untuk bekerja di sebuah perusahaan perkebunan stroberi. “Tiga tahun saya di Belanda, sekitar tahun 2000,” tambah Hari.
Selain sebagai bekerja, di Negeri Kincir Angin itu Hari juga menempuh pendidikan penguasaan bahasa asing. Fasilitas itu didapat hari secara gratis dari Pemerintah Belanda. “Di sana saya dapat beasiswa untuk sekolah. Tahun 2006 saya pulang ke Indonesia,” tambahnya.
Hari kemudian bertolak ke Bali untuk kembali bekerja sebagai tour guide. Pekerjaan ini menjadi mudah untuk dilakukan Hari karena sudah menguasai bahasa asing, terutama Belanda.
Merasa cukup menghabiskan waktu di luar Jombang, Hari kemudian pulang ke kampung halaman. Apa yang didapat dari merantau selama ini, diaplikasikan Hari ke bisnis kreasi janur kuning. “Jauh sebelum itu, sejak kecil saya sudah hobi menganyam,” ujarnya.
Awal menjalankan bisnis ini, Hari hanya fokus di blarak (daun kelapa) yang kering dan basah untuk aksesori. “Saya awalnya hanya memanfaatkan blarak daripada jadi sampah,” imbuhnya. Namun karena tingginya permintaan, Hari lalu mencoba kreasi janur untuk hajatan pernikahan.
Tidak hanya untuk aksesori pengiring pengantin, namun juga hiasan pintu masuk dan panggung pelaminan. "Desain janur kuning juga bermacam-macam, tidak harus seperti yang dipakai selama ini,” tambahnya. Tak hanya janur kuning, Hari juga menggunakan carang (ranting bambu), batang markisa, dan klobot jagung sebagai tambahan hiasan.
Salah satu art wedding terakhir yang melibatkan Hari adalah pesta pernikahan anak mantan Wakil Walikota Surabaya Arif Afandi, beberapa waktu lalu.
Andai tak ada pandemi, Hari mengaku sudah berangkat ke sejumlah negara untuk ikut ambil bagian dalam pameran kebudayaan. “Saya sudah dihubungi beberapa negara untuk memamerkan kreasi janur kuning. Sayangnya ada pandemi, semua rencana batal,” pungkasnya.