Mengenal Piringan Hitam dan Cara Merawatnya
Barang satu ini terhitung langka. Adalah piringan hitam atau biasa disebut Vynil Record, sebuah alat penyimpan suara yang terbuat dari piringan berbentuk pipih dengan alur spiral dan sudah termodulasi.
Seiring berkembangnya teknologi, piringan hitam mulai terganti dengan berbagai media penyimpan suara musik lainnya. Mulanya piringan hitam, kaset, CD, MP3 dan MP4, kemudian yang terbaru di era digital ini, musik bisa diputar di manapun melalui aplikasi musik seperti Spotify dan Soundcloud.
Di Indonesia, piringan hitam mulai masuk sekitar tahun 1950-an. Diputar lewat turntable lengkap dengan speaker dan amplifier membuat suara musik yang terekam dalam piringan hitam menjadi lebih jernih dan nyaring.
Museum Musik Indonesia (MMI) menjadi salah satu tempat di mana kita bisa melihat sekaligus mendengarkan musik lewat piringan hitam yang keberadaannya mulai langka ini. MMI berlokasi di Jl. Nusakambangan No.19, Kasin, Klojen, Kota Malang.
Sebagai satu-satunya museum seni musik di Indonesa, MMI memiliki 26.109 koleksi barang museum. Terdiri dari piringan hitam, kaset, CD, leaflet, buku, majalah, memorabilia, brosur, dan berbagai instrumen musik daerah.
Sejak resmi berdiri pada tanggal 19 November 2016, MMI mengoleksi 2600 piringan hitam. Koleksi piringan hitam tersebut sebagian besar adalah sumbangan masyarakat, koleksi pribadi pengurus MMI, serta tidak jarang mereka harus memburu piringan hitam hingga ke pasar loak. Pengurus MMI yang kesemuanya adalah pecinta musik ini juga pernah berburu rekaman-rekaman luar negeri yang jarang diperoleh di Indonesia lewat online.
Menurut Hengky Herwanto, selaku ketua MMI, piringan hitam sudah tidak lagi diproduksi di Indonesia sekitar tahun 1985. Sedangkan koleksi piringan hitam tertua yang dimiliki MMI adalah Lagu Dolanan Anak-Anak yang diproduksi sekitar tahun 1956.
“Sulit mendeteksi tahun produksi vinyl karena di setiap vinyl tidak tercantum tahun produksi,” cerita Hengky yang sudah mengoleksi barang yang berhubungan dengan musik sejak 2009.
Karena kelangkaan piringan hitam, saat ini banyak orang memburunya. Baik atas dasar kecintaan terhadap musik maupun sekadar hobi mengoleksi barang antik.
Demi menjaga keberadaan sekaligus kualitasnya. Piringan hitam memerlukan perhatian khusus. Menjelang peringatan Hari Musik Nasional, bersama MMI, ngopibareng.id diajari bagaimana merawat benda langka yang satu ini.
Piringan hitam adalah barang lama yang tidak menutup kemungkinan terkontaminasi berbagai macam kotoran. Spesialis perawatan piring hitam MMI memberi tahu agar sebelumnya kita memperhatikan jenis kotoran yang menempel pada piringan hitam. Apabila yang menempel adalah kotoran debu biasa, piringan hitam bisa dicuci biasa atau sekadar dilap.
“Ada kotoran hewan seperti rayap yang kalau dicuci pakai air pun tidak akan hilang,” lanjutnya. Kotoran yang sulit dihilangkan harus dikompres dulu dengan air. Kemudian kotorannya dikerik dengan alat yang lunak sampai kotoran menipis lalu bisa dilap dengan air lagi.
Perlu diingat agar tidak menggunakan alat yang keras atau tajam karena dapat merusak struktur piringan hitam. Bahan kimia yang peleburnya tinggi juga sangat dilarang dipergunakan untuk membersihkan piringan hitam. Jika salah perawatan, piringan hitam bukan lagi terganggu kualitas suaranya namun rusak dan tidak bisa digunakan untuk memutar musik.
Piringan hitam tersusun dengan alur yang berbentuk spiral Maka mengusapnya harus mengikuti alur spiral. Agar lebih mudah dan aman, piringan hitam bisa didasari papan kayu atau dilapisi busa atau flanel yang halus sehingga aman dan piringan hitam tidak mudah jatuh.
Pada label di bagian tengah piringan hitam sebaiknya tidak terkena air, karena beberapa label terbuat dari kertas. Jika terkena air label akan rusak. Setelah piringan hitam dicuci, dikeringkan dan tidak boleh terkena sinar matahari langsung.
Untuk para kolektor piring hitam sebaiknya merawat barang langka ini sebaik mungkin agar tetap bisa menikmati nuansa klasik mendengarkan musik-musik kesukaan. (fjr)
Advertisement