Mengenal Kekeringan Meteorologis, BMKG Mitigasi Siap Siaga Kemarau
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan musim kemarau mulai melanda Tanah Air, mulai periode 28 Juni hingga 4 Juli 2024. BMKG mengimbau masyarakat untuk mewaspadai potensi kekeringan meteorologis, yang merupakan kondisi anomali iklim dalam bentuk berkurangnya curah hujan dalam jangka waktu bulanan, musiman, bahkan durasi waktu yang panjang.
"Dampak kekeringan dapat berupa penurunan hasil panen dan gagal panen, berkurangnya pasokan air bersih, gangguan pada produksi listrik bertenaga air, keberlanjutan sumber daya air untuk produksi pertanian dan industri, serta kabut asap yang dapat mengganggu transportasi," demikian keterangan dihimpun Ngopibareng.id dari akun resmi Instagram @infobmkg.
Apa Itu Kekeringan Meteorologis?
Kekeringan merupakan jenis bencana alam yang umum terjadi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Menurut Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO), kekeringan adalah fenomena yang terjadi secara perlahan yang disebabkan oleh kurangnya curah hujan.
Secara umum, kekeringan dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu kekeringan meteorologis, kekeringan hidrologis, kekeringan pertanian, dan kekeringan sosial ekonomi. Berikut ini penjelasan lebih lanjut tentang kekeringan meteorologis:
Mengutip BMKG, kekeringan meteorologis adalah kondisi di mana anomali cuaca dan iklim yang mengakibatkan kurangnya curah hujan dalam periode tertentu. Dalam kondisi kekeringan meteorologis, yang terjadi penurunan curah hujan, peningkatan suhu, dan peningkatan evapotranspirasi.
Dalam mengukur gejala-gejala terjadinya kekeringan, salah satunya dapat diketahui melalui ciri-ciri berupa kekeringan meteorologis yang merupakan indikasi pertama adanya bencana kekeringan. Kekeringan meteorologis disebabkan karena tingkat curah hujan suatu daerah di bawah normal.
Mitigasi Potensi Kekeringan
Menyikapi kekeringan di musim kemarau, BMKG telah berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait untuk segera memitigasi potensi dampak kekeringan, misalnya dengan melaksanakan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) untuk pengisian waduk dan membasahi serta menaikkan muka air tanah pada daerah rawan terbakar atau lahan gambut.
BMKG juga merekomendasikan penyesuaian pola dan waktu tanam di wilayah terdampak kekeringan, memanen air hujan melalui tandon atau tampungan air, embung, kolam retensi, dan sumur resapan di wilayah yang mengalami transisi dari musim hujan ke musim kemarau.
Advertisement