Mengenal Candi Bajang Ratu, Gapura Peninggalan Majapahit
Bajang Ratu, situs ini dikenal sebagai Candi atau juga seringkali dipandang sebagai Gapura. Gapura Bajang Ratu atau juga dikenal dengan nama Candi Bajang Ratu adalah sebuah gapura atau candi peninggalan Majapahit yang berada di Desa Temon Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto Jawa Timur.
Mengenai fungsi candi, diperkirakan bahwa Candi Bajang Ratu didirikan untuk menghormati Jayanegara. Dasar perkiraan ini adalah adanya relief Sri Tanjung di bagian kaki gapura yang menggambarkan cerita peruwatan.
Relief yang memuat cerita peruwatan ditemukan juga, antara lain, di Candi Surawana. Candi Surawana diduga dibangun sehubungan dengan wafatnya Bhre Wengker (akhir abad ke-7).
Kini jejak sejarah Majapahit ini, juga menjadi objek wisata yang buka setiap hari pukul 07.00-16.45 WIB. Tiket masuknya adalah Rp 3.000 per orang dan mengisi daftar tamu.
Baru-baru ini, Candi Bajang Ratu yang merupakan salah satu komplek Kerajaan Majapahit dilakukan upaya ekskavasi. Hasilnya membuahkan hasil positif.
Ekskavasi pada Gapura Bajang Ratu dilaksanakan oleh Tim Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI Jatim dan Disbudporapar Kabupaten Mojokerto. Usai enam hari lamanya, mulai 6 hingga 12 September 2023, tim berhasil menemukan fakta baru bahwa Gapura Bajang Ratu di Mojokerto mempunyai komponen pagar.
Diduga kuat, gapura kuno ini dulunya merupakan sebuah akses masuk ke halaman suci di kompleks pendarmaan Jayanegara, raja kedua Majapahit.
Upaya ekskavasi ini merupakan yang pertama, setelah penggalian arkeologi ini yang pertama sejak Gapura Bajang Ratu selesai dipugar 1992 silam. Tahun 2023 ini tim arkelogi kemudian melakukan penggalian kembali, dan membuahkan penemuan baru.
“Kesimpulan dari ekskavasi, Gapura Bajang Ratu didukung komponen lain, yaitu pagar,” ujar Ketua Tim Ekskavasi Gapura Bajangratu, Muhammad Ichwan, Senin 18 September 2023.
Selama enam hari melakukan proses ekskavasi, tim dari BPK Wilayah XI Jatim menemukan struktur pagar kuno berbahan bata merah di timur dan barat Gapura Bajang Ratu.
Kondisi pagar sendiri membentang di kedua sisi, pada pagar timur yang membentang dari gapura ke timur. Ketinggian pagar yang tersisa hanya 10 lapis bata, sepanjang 11,5 meter, dan tebalnya mencapai 93 cm.
“Ujung pagar timur membentuk sudut timur laut, terdapat struktur sepatu sudutan berbentuk bujur sangkar 180 x 180 cm. Pagar berlanjut ke selatan,” jelas Ichwan.
Pada sisi barat juga demikian, memiliki ketebalan yang sama dengan pagar sisi timur. Struktur yang tersusun dari bata merah kuno ini membentang dari Gapura Bajang Ratu ke barat.
Terdapat sedikit perbedaan, yaitu pagar barat ini berbelok ke utara, selatan dan berlanjut ke barat layaknya simpang 4. Hingga proses ekskavasi selesai juga belum ditemukan ujungnya. Model gapura kuno ini memiliki lorong pintu yang lebarnya sekitar 1,4 meter.
Sedangkan, untuk tinggi Bajang Ratu mencapai 16,5 meter dengan luasnya 11,5 x 10,5 meter persegi. Pola ke ruangan sebuah kompleks pendarmaan Raja Majapahit biasa dibagi tiga halaman.
Beberapa halaman itu yaitu halaman depan atau nista mandala, madya mandala atau halaman semi sakral, serta utama mandala atau halaman suci. Akses masuk ke setiap halaman sesuai pada umumnya yaitu melewati gapura.
“Gapura ke nista dan madya mandala biasanya berbentuk candi bentar seperti Candi Wringinlawang. Untuk memasuki utama mandala biasanya gapura paduraksa. Yang jelas gapura (Bajangratu) ini menghubungkan madya mandala dengan utama mandala,” jelasnya.