Mengenal 40 Varian Tembakau Nusantara Sambil Belajar Tingwe
Kios ini memang beda dengan kios lainnya. Tak menjual pulsa atau sembako. Tapi memang spesialis menjual tembakau. Nama kiosnya saja Istana Tembakau.
Sejak pandemi berlangsung, memang mengubah kebiasaan banyak orang. Termasuk soal merokok. Jika awalnya, biasa konsumsi rokok buatan pabrik dan vape, tapi karena penghasilan berkurang karena efek pandemi, membuat banyak orang harus berpikir keras. Bagaimana caranya agar dapur dan mulut bisa tetap mengebul bersama? Jalan tengahnya adalah kembali ke zaman baheula yaitu linting dhewe alias tingwe.
Pergeseran pola merokok ini pun ditangkap oleh orang-orang yang punya jiwa wirausaha. Salah satunya, Agusta Danang Proviant, si empunya Istana Tembakau ini.
"Latar belakangnya, karena anak muda yang biasanya konsumsi rokok konvensional dan vape sekarag ingin berhemat di tengah pandemi. Itulah yang memicu saya, menjual tembakau tradisional atau tembakau linting dhewe," kata Agusta Danang Proviant.
Danang menyebut, sejak tiga bulan terakhir ada permintaan tembakau cukup tinggi. Sejak tiga bulan terakhir ini pula, mendadak bermunculan pedagang tembakau di Kota Kediri.
Akhirnya, karena memiliki kesamaan visi dan selera citra rasa yang sama, para pedagang ini kemudian membentuk komunitas pecinta tingwe dengan nama Lintingers Kediri. Lintingers Kediri beranggotakan 50 orang.
Sedangkan untuk kiosnya sendiri, Agusta Danang menyebut punya 40 varian tembakau Nusantara. Puluhan tembakau tersebut dijual eceran dengan harga bervariasi. Mulai dari termurah Rp.100-150 ribu perkilo, hingga termahal Rp.500-1.500.00 juta per kilo
Sebanyak 40 varian tembakau Nusantara yang tersedia di kiosnya saat ini berasal dari berbagai daerah di antaranya ada tembakau tambeng dari Bondowoso, tembakau Paiton, tembakau pode asal Madura serta tembakau lamsi dari Temanggung.
"Yang di sini ada sekitar 40 varian tembakau Nusantara. Belum termasuk tembakau olahan. Untuk saat ini yang pernah saya rasakan, tembakau yang terbaik adalah tembakau tambeng dari Bondowoso. Memang harganya sedikit mahal," jelasnya.
Tembakau tambeng memang sejak dari dulu dikenal dengan rasanya yang khas. Tembakau tambeng diperoleh dari petani di desa tambeng dari pegunungan tambeng di daerah Besuki, Sitobundo.
Jika diklasifikasi tembakau tambeng masuk dalam kategori grade A. Tembakau tambeng memiliki penggemar khusus. Sementara, untuk tembakau dengan harga yang terjangkau, yaitu tembakau Paiton.
"Tembakau itu mahal karena perawatan, kalau yang dirawat secara sederhana ya harganya murah," ujar Agusta Danang.
Selain menjual harga per kilo, dia juga melayani pembelian eceran per ons. Sebelum memiliki usaha kios kopi dan tembakau, Agusta Danang memasarkan dagangan tembakaunya melalui relasi para temanya.
"Memanfaatkan situasi pandemi, kita buka kios memang penggemarnya saat ini banyak," ujarnya .
Tidak hanya melayani pembelian tembakau, para pengunjung yang datang ke Istana Tembakau bisa belajar cara melinting rokok tembakau. Proses melinting, tidak membutuhkan waktu lama, cukup 10 menit. Apalagi saat ini alat khusus melinting rokok tembakau sudah ada. Kebanyakan kategori usia penikmat tembakau ini antara 20-50 tahun.
"Kita ajari cara melinting, seperti bagaimana caranya yang benar," katanya.
Dari hasil usaha menjual tembakaunya itu, omzet yang diperoleh setiap hari antara Rp500ribu-1juta.
Padahal, kata Danang dia mengaku hanya mengambil keuntungan antara Rp1000-2000 per itemnya.
Advertisement