Mengembalikan Jiwa, Akal Budi dan Iman Manusia ke Fitrah
Salah satu hikmah disyariatkannya puasa adalah membersihkan jiwa manusia agar kembali dalam keadaan fitrah, yaitu keadaan suci dan bertauhid kepada Allah Swt. Kata ‘fitrah’ sendiri umumnya merujuk pada Surat Al-A’raf ayat ke-172 tentang persaksian manusia kepada Allah di alam ruh ketika manusia sedang mengalami proses penciptaannya.
“Nurcholis Madjid bilang bahwa momen ini adalah primordial agreement bahwa manusia sejak dari alam arwah sudah mendeklarasikan ikrar bahwa Allah adalah Tuhannya dan mereka adalah hamba yang akan menyembah-Nya,” ungkap Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti.
Dalam program "Kolak Ramadan" di kanal Youtube Tvmu, dirinya lalu menjelaskan bahwa pengertian fitrah ini diperkuat oleh hadis Nabi Muhammad SAW riwayat Bukhari dan Muslim yang menyatakan setiap anak manusia terlahir ke dunia dalam keadaan fitrah. Anak-anak itu akan menjadi muslim, Kristen, atau Majusi disebabkan karena andil orangtuanya.
“Dalam hadis ini mengandung dua pengertian. Pertama, manusia lahir dalam keadaan fitrah, secara harfiah artinya suci atau at-tabiah as-salimah atau tabiat yang baik, penjelasan hadis ini mengandung penegasan bahwa manusia lahir ke dunia dalam keadaan Islam. Siapapun orangtuanya, dia lahir dalam keadaan suci dan Islam,” jelas Mu’ti.
Bersih Tanpa Dosa
“Pengertian kedua, manusia lahir ke dunia dalam keadaan bersih tanpa dosa. Pandangan ini berbeda dengan mereka yang memandang bahwa manusia lahir ke dunia mewarisi dosa nenek moyangnya,” imbuh Mu’ti.
Karena itu, agama Islam menurutnya tidak sependapat dengan teori Tabula Rasa yang menyatakan bahwa manusia lahir ke dunia secara polos dan tidak membawa nilai kebaikan atau agama apapun. Mu’ti lalu mengutip penjelasan Andrew B. Newberg and Mark Robert Waldman dalam bukunya, Born to Believe: God, Science, and the Origin of Ordinary and Extraordinary Beliefs yang menuturkan bahwa perpindahan agama atau perubahan keimanan manusia disebabkan oleh fungsi lingkungan sosial dan pencerapan informasi yang dia peroleh.
“Jadi fitrah at-tabiah as-salimah-nya menurut Islam bukan tabula rasa, tapi dalam keadaan beriman yang mana imannya bisa berubah karena fungsi sosial atau lingkungan di mana dia berada,” tegas Mu’ti.
Dari pengertian itu, maka ibadah puasa menyucikan jiwa manusia agar kembali suci, semakin beriman, dan semakin takwa kepada Allah Swt. Sebab manusia sejatinya memiliki dua potensi baik dan buruk sebagaimana disebutkan dalam Surat Asy-Syams ayat ke-8 sehingga perlu ibadah khusus yang mendalam.
“Maka dengan puasa Ramadan ini, manusia itu oleh Allah dibimbing agar senantiasa bisa kembali kepada fitrahnya,” tutur Abdul Mu’ti mengakhiri penjelasannya.