Mengejutkan! Kesepakatan PM dan Militer, Fakta Kudeta di Sudan
Kudeta militer di Sudan sempat menyita perhatian dunia. Tertanya di balik peralihan kekuasaan tersebut, terjadi fakta yang cukup aneh dan lucu.
Wakil Kepala Dewan Kedaulatan Pemerintah Sudan, Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, mengeluarkan pernyataan mengejutkan. Dagalo menyebut kudeta militer 25 Oktober 2021 merupakan kesepakatan antara Perdana Menteri Sudan, Abdalla Hamdok, dengan pihak militer.
“Apa yang terjadi pada 25 Oktober adalah hasil akhir dari proses yang panjang. Banyak diskusi yang dilakukan dan banyak inisiatif yang diusulkan,” ungkap Dagalo kepada Al-Jazeera, Jumat 26 November 2021.
“Perdana Menteri mengusulkan dua inisiatif selama pertemuan. Kami memiliki tiga opsi, yang terbaik adalah langkah yang kami ambil, dan itu sepenuhnya disetujui oleh perdana menteri sendiri. Kami tidak akan membuat langkah seperti itu sendirian,” tambah Dagalo.
Dianggap sebagai Jalan Terbaik
Dagalo berujar, pengambilalihan pemerintahan transisi oleh militer merupakan pilihan terbaik yang dapat mereka ambil untuk menghentikan krisis.
Namun, wartawan Al-Jazeera, Resul Serdar, mengatakan klaim Dagalo merupakan tuduhan yang sangat berani. Pasalnya, banyak warga Sudan mempertanyakan apakah Hamdok merupakan bagian dari pengambilalihan militer atau mengetahui bahwa upaya tersebut akan terjadi.
“Ketika saya bertanya kepadanya, Ia (Hamdok) tidak mengetahui bahwa militer akan melakukan kudeta,” ucap Serdar.
“Sekarang, Wakil Ketua mengatakan bahwa mereka telah membicarakannya dengan Hamdok dan ia tahu tentang pengambialihan militer sebelum itu terjadi,” sambung Serdar.
“Kini, warga sudah mempertanyakan independensinya. Setelah tuduhan ini, orang-orang akan semakin mempertanyakan legitimasinya,” ujar Serdar.
Sebagai informasi, pada 25 Oktober 2021, militer menggulingkan Hamdok sebelum kembali diangkat sebagai Perdana Menteri sementara pada Ahad. Panglima militer Sudan, Abdel Fattah Al-Burhan, berharap pengangkatan kembali Hamdok sebagai Perdana Menteri sementara akan memulihkan fase transisi ke pemerintahan sipil.
Al-Burhan lantas membubarkan pemerintah transisi, menangkap para pemimpin sipil dan menyatakan status darurat nasional. Hamdok ditempatkan di bawah tahanan rumah setelah militer merebut kekuasaan.
Militer berdalih bahwa pengambialihan itu diperlukan untuk menghindari perang saudara dan menuduh sejumlah politisi telah menginisasi protes terhadap angkatan besenjata. Terakhir, Al-Burhan mengeluarkan dekrit untuk membentuk dewan kedaulatan baru yang beranggotakan 14 orang dengan dirinya menjabat sebagai ketua dewan kedaulatan yang baru.