Mengejutkan! 207 Pengelola Pesantren Gugur Terpapar Covid-19
Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) merilis, kasus Covid-19 di pondok pesantren belum juga bisa diatasi dengan maksimal. Bahkan para kiai dan bu nyai yang gugur melawan Corona telah mencapai 207 orang.
"Mereka merupakan pengurus dan pengasuh yang tersebar di 10 pesantren di Indonesia," Ketua RMI PBNU H Abdul Ghofarrozin, Jumat 11 Desember 2020.
Untuk itu, RMI alias Asosiasi Pesantren Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta kepada pemerintah untuk memaksimalkan perannya dalam rangka menekan angka kasus Covid-19 di pesantren.
RMI PBNU pun meminta akses kesehatan agar Covid-19 kluster pesantren dapat dikendalikan dengan baik.
“Ini tentu menjadi sebuah kehilangan yang sangat besar sekaligus ancaman serius bagi kalangan pesantren dan juga bangsa Indonesia pada umumnya. Ancaman terhadap pesantren dan kiai berarti ancaman terhadap kelangsungan pendidikan agama dan karakter bangsa Indonesia,” kata Gus Rozin, dikutip dari nu-online.
Gus Rozin, sapaan akrab H Abdul Ghofarrozin menambahkan, negara belum hadir secara optimal untuk mengurusi masalah tersebut. Itu dibuktikan dari buruknya koordinasi antardinas di pemerintah daerah atau pada lintas kementerian.
Sejak adanya Covid-19 di Indonesia, informasi dan edukasi tentang Covid-19 di pesantren sangat terbatas.
“Komunikasi publik yang tidak berpihak kepada pesantren khususnya jika ada klaster pesantren dan di beberapa daerah pesantren sulit mengakses swab PCR test,” tuturnya.
Gus Rozin menegaskan, pesantren adalah aset penting bangsa Indonesia. Karenanya, pemerintah harus hadir secara maksimal untuk menekan angka Covid-19 kluster pondok pesantren.
Dia mendorong pemerintah untuk lebih serius lagi dengan pola penanganan secara terpadu.
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan diharapkan dapat menjadi lokomotif dengan menggandeng lembaga-lembaga terkait misalnya Kementerian Agama dan Pemerintah Daerah setempat serta ulama atau lembaga keagamaan yang otoritatif.
“RMI sendiri siap menjadi partner strategis terutama terkait koordinasi dan komunikasi dengan pesantren. Secara teknis, penanganan terpadu dapat diwujudkan dalam bentuk pembentukan team task force untuk penanganan Covid-19 di Pesantren mulai tingkat pusat sampai kabupaten/kota,”ucapnya.
Selain itu, pendekatan terpadu dapat dimulai sejak proses pencegahan melalui edukasi protokol kesehatan sampai penanganan saat ada kasus Covid-19 di Pesantren. Terkait hal ini, pesantren sangat membutuhkan Lalu pendampingan.
Pemerintah harus mencoba langkah ini untuk mengurai segala persoalan yang muncul. Pendampingan juga bertujuan agar dapat mengambil keputusan yang tepat terkait keselamatan santri dan para pengasuhnya.
“Ini juga yang penting, pesantren membutuhkan akses ke dokter dan fasilitas kesehatan, kepastian swab PCR test dan dukungan ruangan isolasi atau karantina yang layak,” ungkapnya.
Terakhir, RMI PBNU meminta kepada pemerintah agar arus informasi publik terkait pemberitaan klaster pesantren dapat dikelola dengan baik serta berpihak pada pesantren.
Tujuannya, agar pesantren tak terpuruk selama dan setelah pandemi Covid-19 yang disebabkan adanya stigmatisasi Covid-19.
“Semua ikhtiar ini layak dan penting kita kerjakan bersama-sama demi memastikan masa depan pendidikan akhlak dan karakter bangsa,” kata Gus Rozin.