Atasnamakan Ijtima' Ulama, Ini Kritik Pedas Haedar Nashir
"Mengatasnamakan ijtima' ulama untuk kepentingan politik tertentu dapat menyeret institusi ulama ke dalam kancah politik praktis sebagaimana partai politik. Jika itu terjadi dapat meluruhkan wibawa ulama dan institusi keulamaan," kata Haedar Nashir.
Ulama sebagai pemandu moral umat memang tidak dapat lepas dari dinamika politik nasional. Baik atas nama dakwah amar ma'ruf nahi munkar maupun untuk memberikan tuntunan moral keagamaan umat dalam hal berpolitik.
"Namun ulama sebagai warasatul anbiya niscaya istiqamah memandu moral keagamaan umat dan bangsa secara melintasi dengan berdiri tegak di atas semua golongan”.
Demikian diungkapkan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, Sabtu 4 Agustus. Ia menyampaikan materi dalam Diskusi Revolusi Karakter Bangsa yang diselenggarakan oleh Wantimpres di Kampus UIN Walisongo Semarang.
Haedar menyampaikan, para tokoh agama, ustadz, dan mubaligh yang mengidentifikasi diri sebagai ulama dan aktif dalam institusi keulamaan meskipun memiliki hak dan pilihan politik tertentu semestinya tidak menjadikan pranata keulamaan sebagai kendaraan politik.
"Mengatasnamakan ijtima' ulama untuk kepentingan politik tertentu dapat menyeret institusi ulama ke dalam kancah politik praktis sebagaimana partai politik. Jika itu terjadi dapat meluruhkan wibawa ulama dan institusi keulamaan," jelas Haedar.
Haedar percaya, ulama di negeri ini akan tetap menjaga posisi dan perannya dengan baik dan lurus sebagai penjaga dan pemandu moral keagamaan yang hanif. (adi)