Berbagi Pengalaman Mengatasi Jantung Coroner dengan Bersepeda
Bagi penggemar olahraga bersepeda atau gowes di Jawa Timur, nama Gunawan cukup familiar. Alumni Fakultas Mesin ITS angkatan 76 yang tinggal di Klampis Anom, Surabaya, oleh kalangan penggowes lansia dianggap sebagai inspirator.
Sebab dalam usianya yang ke-70 tahun, Gunawan masih bisa menggenjot sepeda sampai Jakarta, Yogyarta, Bali, menembus Bromo dan Ranupane, bersama komunitasnya dari kalangan profesional yang rata rata berusia di atas 50 tahun.
Ada beberapa pengalaman bersepeda yang membuatnya terkesan, yakni ketika bersama dokter dan paramedis bersepeda dari Surabaya menuju Jakarta untuk memperingati Hari Kesehatan Nasional. "Waktu itu rombongan berjumlah 75 orang, sampai di Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta, dengan formasi seperti semula, tidak tidak ada peserta yang tercecer di tengah jalan. Waktu di GBK langsung dan diterima oleh Menteri Kesehatan," kenang Gunawan.
Kenangan lainnya waktu mengawal uji coba sepeda bertenaga matahari karya mahasiswa ITS dari Monas, Jakarta, ke Surabaya. Rombongan berjumlah 125 orang, terdiri dosen, mahasiswa serta karyawan ITS. Tim tiba di surabaya bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan 10 November dan diterima oleh Walikota Surabaya, Tri Rismaharini.
Tim Sepeda Surbaya-Jakarta ini menurut rencana, pada 5 Januari 2019 akan mengadakan reuni dgn bersepada melalui Trans Arusbaya, melalui Probolinggo-Arusbaya-Madura lewat Suramadu.
Waktu menceritakan pengalamannya dengan Ngopibareng, ia mengatakan, bersepeda ini sebenarnya bukan hobinya. Sejak mahasiswa ia gemar bermain bulutangkis dan berhasil mengoleksi beberapa medali.
Tapi saat memasuki usia 57 tahun, Gunawan harus meninggalkan hobinya setelah terkena osteoarthritis (aus pada sendi lutut). Dokter melarangnya olahraga jalan kaki apalagi lari lompat seperti badminton.
Dokter hanya memberinya dua pilihan cabang olahraga renang, dan bersepeda. Pertama renang yang menjadi pilihannya. Itupun hanya bertahan 6 bulan karena bosan. waktu dan lokasinya tidak banyak, tidak ada teman dan biayanya pun cukup mahal.
Gunawan kemudian mencoba pilihan yang kedua, bersepeda. Awalnya, setiap hari hanya mampu nggenjot sejauh 15 km."Saya sempat stress berat karena takut dengan sepeda motor dan kendaraan lain yang kurang menghargai orang bersepeda," tuturnya.
Setelah lewat 2 tahun baru mulai merasakan nikmatnya bersepeda, daya tempuhnya juga semakin jauh, sekitar 60 hingga 70 km, dan semakin meningkat sampai 200 km pada tahun ke-5.
Pada tahun ke-7 waktu berusia 62 tahun sampai sekarang, rekor yang dimiliki bersepeda keliling Jawa Timur hingga Yogya dan Semarang, kemudian keliling BALI 400 km (3 kali), dan Surabaya ke Denpasar 427 km (4), Jakarta–Surabaya 850 km (4).
Tahun 1993, ayah empat anak dengan sembilan cucu ini harus masuk ICU RS Jantung Harapan Kita Jl. S. Parman, Jakarta Barat, karena ada koroner alias penyempitan pembuluh darah jantung sekitar 60 persen. Satu saluran sempat dipasang pacu jantung (pace maker) sementara.
Namun, setelah 10 tahun bersepeda, hasil test treadmill yang dilakukan tidak memperlihatkan adanya indikasi sumbatan jantung koroner dan dinyatakan layak bersepeda Jakarta–Surabaya. Baru tahun ini diketemukan lagi adanya sumbatan di tempat yang sama, yang diketemukan 24 tahun yang lalu.
Tapi oleh dokter yang merawatnya memuji sudah bagus, bisa bertahan 24 th dan
tidak ada sumbatan baru di pembuluh darah jantung yg lain, karena rajin bersepeda. Penjelasan dokter itu membuatnya semakin semangat bersepeda.
Sepeda adalah olahraga paling ringan, lebih ringan dari jalan kaki atau maraton, dan cocok sekali untuk manusia lansia, tidak membosankan, lingkungan sekeliling kita bersepeda selalu berganti, tergantung kita mau kemana bisa masuk pelosok-pelosok desa yang hijau sejuk dan asri.
Banyak teman-teman umur 70 tahun dan 80 tahun mampu bersepeda Jakarta – Surabaya. Kehujanan sekali pun, kalau bersepeda tidak masuk angin, malah senang dan berharap ada hujan ketika bersepeda luar kota.
"Mudah-mudahan pengalaman saya ini bermanfaat dan menginspirasi kawan kawan semua," tutupnya.