Mengapa Umat Bertengkar, Ternyata Ini Akar Sejarahnya
Sepanjang sejarah peradaban Islam, kaum Muslimin terbelah dan terpecah dalam aliran-aliran pada sejumlah aspek: teologis (Kalam), hukum (fiqh) dan gagasan moralitas (tasawuf). Bagaimana bisa?. Semua Muslim merujuk kepada Al-Qur'an dan Hadits Nabi. Tapi bagaimana memaknainya?.
Imam al-Syathibi dalam bukunya yang sangat terkenal “Al-Muwafaqat fi Ushul al-syari’ah” menulis jawaban atasnya :
خلا عمر ذات يوم فجعل يحدث نفسه : كيف تختلف هذه الامة ونبيها واحد وقبلتها واحدة؟ فقال ابن عباس: " يا امير المؤمنين, إنا أنزل علينا القرآن فقرأناه وعلمنا فيم نزل, وانه سيكون بعدنا أقوام يقرؤون القرآن ولا يدرون فيم نزل فيكون لهم فيه رأى, فإذا كان لهم فيه رأى إختلفوا, فإذا اختلفوا إقتتلوا. قال فزجره عمر وانتهره, فانصرف ابن عباس,ونظر عمر فيما قال, فعرفه فأرسل اليه فقال : اعد علي ما قلت. فأعاده عليه فعرف عمر قوله واعجبه, وما قاله صحيح فى الاعتبار ويتبين بما هو اقرب.
Suatu hari, Umar merenung seorang diri di suatu tempat. Ia bergumam sendiri : “Mengapa masyarakat Muslim sering konflik, dan bertengkar, padahal Nabinya sama dan kiblat shalatnya juga sama”. Tiba-tiba Abdullah bin Abbas, lewat dan melihat Umar bin al-Khattab yang tampak gelisah itu. Ia adalah sahabat yang didoakan Nabi “Semoga dia diberikan pengetahuan tentang agama dan cara memahami teks agama”. Ia lalu menghampiri dan menanyakan kepada Umar ; ”apakah gerangan yang sedang engkau pikirkan, wahai Amir al-Mukminin”. Umar lalu menyampaikan isi pikiran di atas.
Ibnu Abbas mencoba berbagi pendapat : “Tuan Amirul Mukminin yang terhormat. Teks-teks suci Al-Qur’an diturunkan kepada kita dan kita membacanya. Kita mengetahui dalam hal apa dan bagaimana ia diturunkan. Kelak di kemudian hari orang-orang sesudah kita (generasi demi generasi) juga akan membaca al-Qur’an, tetapi mereka tidak mengetahui dalam hal apa, ada apa, mengapa ia begitu dan bagaimana ia diturunkan. Masing-masing orang itu lalu berpendapat menurut pikirannya sendiri-sendiri. Mereka kemudian saling menyalahkan satu atas yang lain, dan sesudah itu mereka boleh jadi akan saling menyalahkan atau bermusuhan”. Umar menghardik Ibnu Abbas: 'kau jangan bicara sembarangan ya!.
Maka Ibnu Abbas pun pulang meninggalkannya sendirian. Umar tercenung dan merenungi kata-katanya, lalu memanggilnya dan memintanya mengulangi kata-katanya. Umar membenarkannya sambil mengaguminya sebagai kebenaran yang perlu dipegang dan dijadikan dasar.” (Abu Ishaq al-Syathibi, Al-Muwafaqat, III/348).
Dr. Faruq Abu Zaid, sarjana Mesir, mengatakan bahwa mazhab-mazhab (aliran-aliran) fiqh dalam Islam sejatinya merupakan produk pemikiran yang dipengaruhi oleh konteks sosial dan budayanya masing-masing.
Begitulah singkatnya. (03.09.22)
Demikian pesan KH Husein Muhammad (HM)
Advertisement