Mengapa Audit Forensik IT KPU dan Hak Angket Penting
Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo
Hari-hari ini desakan untuk audit forensik IT KPU bagi Sirekap (Sistem Rekapitulasi Suara Pemilu 2024) sudah mewarnai hampir semua pemberitaan, terutama setelah ditengarai munculnya berbagai fenomena aneh (dan tidak masuk akal) dari Hasil pemanfaatan teknologi informasi yang 'seharusnya' canggih dan mempermudah perhitungan hasil Pemilu tersebut, bukan malah sebaliknya: menjadikan perhitungan suara rungkat, lambat dan sama sekali tidak akurat.
Sampai-sampai dalam tulisan sebelumnya saya dengan tegas mengatakan bahwa Sirekap ini memang memiliki banyak 'kelebihan', mulai dari lebih lambat, lebih subjektif, lebih tidak akurat, lebih ngaco dan bahkan lebih mahal dibandingkan penggunaan sistem perhitungan manual berjenjang, dan itu juga yang sebenarnya diakui oleh KPU (sehingga sebenarnya tambah satu kelebihan lagi: lebih oercuma, karena sama saja Ilegal hasilnya, tidak diakui resmi sebagai sebuah perhitungan sesuai UU).
Maka itu, selain audit forensik IT, kemarin juga ICW dan koalisi masyarakat sipil mendesak agar Sirekap juga dilakukan audit investigatif menyangkut penggunaan uang rakyat yang dihabiskan (percuma, bila memang bukan alat hitung utama) ini, apalagi dana yang digunakan telah menghabiskan lebih dari 3,5 triliun.
Sungguh sangat Ironi, uang rakyat yang seharusnya bisa dimanfaatkan dengan tepat malah dihambur-kan penggunaannya yang selain tidak tepat fungsi, juga malah membuat kehebohan karena kekarut marutan sistem yang seharusnya bisa menjadi kebanggaan anak bangsa ini.
Bagaimana tidak? Seharusnya aplikasi berbasis OCR (Optical Character Recognizer) dan OMR (Optical Mark Reader) yang sekali lagi saya sebut sudah bukan lagi teknologi canggih karena sudah lazim dipakai untuk seleksi mahasiswa baru di berbagai kampus bahkan embrio teknologinya sudah ada lebih dari seabad lalu (tepatnya 1914) tersebut, malah dituduh bisa digunakan sebagai alat 'penambah angka otomatis' paslon tertentu di kolomnya ketika memindai Form C-Hasil.
Menjadi wajar kemudian nama sebuah Kampus ternama di Bandung menjadi ikut terlibat dan diseret-seret dalam kasus ini, karena memang de jure antara KPU dan kampus tersebut telah menandatangani MoU No 16/PR.07/01/2021 sekaligus No 034/IT1.A/KS.00/2021 yang telah diteken oleh IS (Komisioner KPU saat itu) dengan RW (rektor kampus itu) pada tanggal 1 Oktober 2021 yang menjelaskan adanya kerja sama teknis penggunaan teknologi informasi dalam kegiatan pemilhan yang dilaksanakan oleh KPU.
Bila kemudian de facto terjadi 'kesalahan sistem' dan anomali automatic-algorithm berupa 'penambahan otomatis' angka-angka yang dipindai Sirekap ini sebenarnya memang bukan langsung bisa disebut ini kesalahan dari kampus ternama tersebut.
Karena saya pun berkeyakinan bahwa tidak akan mungkin (sebagaimana banyak tuduhan di berbagai platform media sosial selama ini) nama besar Ganesha rela dikorbankan untuk ikut terlibat dalam 'konspirasi kecurangan' Pemilu 2024, bahkan sampai-sampai screenshot diskusi di WAG internal kampus tersebut beredar kemana-mana.
Oleh karena itu, karena didasari justru akibat tidak rela kalau kampus atau akademisi dituduh terlibat dalam permainan kotor ini, maka saya mendesak agar rekan-rekan di Bandung tersebut berani 'speak up' menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
Jangan sampai citra akademisi menjadi ikut-ikut disalahkan sebagaimana ada nama GAPS (sekarang menjabat sebagai salah satu wakil rektor di sana) yang sudah ditulis secara terang benderang dalam laporan utama media ternama.
Sebagai Pakar di bidangnya, sangat disayangkan bahwa GAPS justru tidak memasukkan feature AI dalam Sirekap dan proyek tersebut tidak banyak diketahui civitas akademika lainnya.
Sekali lagi saya justru ingin membela nama baik akademisi dan institusi, jadi kalau memang ada kemungkinan loop hole atau back door yang bisa terjadi (atau malah 'diminta oknum tertentu') dalam Sirekap tersebut segera dikoreksi dan diperbaiki agar tidak semakin membuat gaduh alias rungkat dalam bahasa sekarang.
Back door inilah yang secara teknis menjadi kemungkinan 'penyisipan' program auto algorithm tersebut yang akhirnya menguntungkan salah satu paslon tertentu.
Selanjutnya adalah temuan teknis bahwa faktanya Sirekap telah didaftarkan registernya di Alibaba.com, Singapore e-commerce Private Ltd, serta cloudnya menggunakan milik Aliyun Computing Co.Ltd dengan IP Adress 170.33.13.55 yang jelas-jelas bukan IP milik Indonesia.
Ini sekaligus sudah membuat statemen Komisioner KPU BEI dalam konferensi pers beberapa hari lalu sekaligus Ketua KPU Hasyim Asy'ari dalam wawancara khusus ILC bersama jurnalis senior Karni Ilyas menjadi statement yang pantas dipertanyakan, karena keduanya 'meyakini' bahwa data-data KPU sepenuhnya berada di Indonesia.
Sekali lagi, mungkin secara fisik data-data tersebut ada di Indonesia, tetapi secara logic data yang ada di cloud perusahaan di Singapura jelas-jelas tidak mungkin ada di dalam negeri.
Saya pun sudah menyatakan bahwa peletakan (baca: pembocoran dgn sengaja, karena menggunakan cloud asing) tersebut adalah pelanggaran terhadap UU PDP/Perlindungan Data Pribadi No. 27/2002 meski baru resmi berlaku Oktober mendatang (namun logikanya sudah tahu akan melanggar UU, kenapa dilakukan ?).
Selain itu, juga pelanggaran UU KIP/Keterbukaan Informasi Publik No 14/2008 jika Sirekap kuekeh tidak mau dilakukan audit, baik audit forensik IT maupun audit investigatif keuangannya sebagaimana mayoritas tuntutan masyarakat akhir-akhir ini.
Bahkan dalam acara konferensi pers '100 Tokoh' yang diinisiasi oleh Jusuf Kalla dan Din Syamsuddin, Rabu 21 Februari 2024, Mantan Wakapolri Komjen Ugroseno jelas-jelas juga sudah menyarankan bahwa seharusnya aparat bisa bertindak cepat untuk melalukan 'police line" terhadap server Sirekap yang ada di KPU karena sudah dikeluhkan masyarakat, dan patut diduga telah terjadi tindak pidana dalam sistem tersebut.
Bahkan, Ugroseno juga mengatakan bahwa hal ini bukan delik aduan, sehingga sebenarnya bisa langsung dilakukan untuk mengamankan sistem agar tidak ada upaya penghilangan barang bukti.
Kesimpulannya, audit forensik IT Sirekap dan audit investigatif KPU ini sudah merupakan kewajiban yang mutlak harus dilaksanakan oleh auditor yang independen, bukan sepihak sebagaimana yang disebut-sebut oleh KPU selama ini.
Apakah selama Audit Sirekap harus dihentikan atau tidak, itu hanya masalah teknis, namun kepentingan audit ini yang sudah sangat mendesak dan tidak mungkin ditunda-tunda lagi.
Sangat disayangkan dan tidak ternilai bahwa Pemilu 2024 ini harus menjadi korban dari kejahatan oknum-oknum yang memanfaatkan teknologi. Bahwa hasil audit keduanya bisa menjadi Bukti TSM (terstruktur sistematis masif), sekaligus bahan untuk hak angket secara politik Itu memang merupakan Keniscayaan yang sinergis dan tidak mungkin dihindari.
*Dr. KRMT Roy Suryo - Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen
Advertisement