Mengantar Mantan Napi Teroris ke Mertua, dan Urunan Beli HP
RABU 21 Februari malam, saat penulis ngobrol di kantor YLP dengan beberapa napiter, seorang pria tinggi, kurus menggendong putrinya berusia 2,5 tahun. Pria itu terus mondar mandir sambil berusaha menenangkan anaknya yang terus menangis.
Tangis bocah itu begitu menyayat hati. Dia terus memanggil manggil ibunya. Umi..umi..umi….Kami yang berada di kantor YLP tak tega mendengarnya. Ali Fauzi yang rebahan di kamar belakang sampai terbangun. ‘’Siapa yang tidak trenyuh mendengar tangisan anak seperti itu,’’ ujar Ali Fauzi dengan suara tercekat, menahan iba.
Akhirnya anak tadi diserahkan kepada salah seorang perempuan istri napiter agar bisa meradakan tangisannya. Alhamdulilah berhasil. Tangisan anak tadi reda lalu tertidur. ‘’Mungkin kangen ibunya,’’ tutur Ali.
Bapak anak tadi yang belakangan penulis ketahui bernama Salman , 30, mantan napiter yang baru bergabung beberapa hari ke YLP. Setelah tangis anaknya reda, Salman langsung tertidur pulas. Saking capeknya karena sudah berjam jam Salman menggedong anaknya yang terus menangis. Dibujuk apa pun tidak mempan. Tetap menangis. Tapi, air matanya tidak keluar. Mungkin sudah habis karena lamanya menangis.
Ali Fauzi baru mengenal Salman seminggu lalu dari seorang teman. Teman tadi merekomendasikan agar YLP menolong Salman dan keluarganya. Istrinya dalam kondisi stres berat. Untuk meringankan dan menyembuhkan istrinya, mertua Salman terpaksa membawa pulang anaknya ke kampung halamannya Klaten bersama salah satu bayinya yang berusia 7 bulan.
Sedangkan Salman harus tetap tinggal di Lamongan bersama putri sulungnya yang berusia 2,5 tahun. Karena ditinggal ibunya ke Klaten, putrinya rewel dan terus menangis selama ditinggal ibunya. Akhirnya pekerjaan Salman sebagai pedagang telur pun terganggu karena harus mengurusi anaknya.
Diceritakan Ali, Salman adalah napiter konflik Poso, dan salah satu orang kepercayaan Santoso yang ditembak mati polisi. Salman tertangkap bersama satu temannya di Poso tahun 2012 silam. Oleh pengadilan Salman dijatuhi hukuman 3 tahun penjara. Salman ditempatkan di Lapas Cibinong, Jabar. Baru bebas 2015 silam.
Sayangnya setelah bebas Salman menurut Ali, mendarat di tempat yang salah. Kembali bergabung dengan kelompok garis keras. Mungkin istrinya tidak sreg, tidak betah di komunitas tadi akhirnya stress. Ditambah himpitan ekonomi.Sebagai penjual telur, pendapatan Salman pas pasan.
Istri Salman yang stres berat sambil membawa anaknya sempat jalan tak tentu arah sampai ke Palang, Tuban, dari Paciran, Lamongan. Beruntung polisi menemukan dan mengembalikan kepada keluarganya di Paciran.
Sejak itu kehidupan Salman tidak tenang. Mertuanya akhirnya mengambil istri Salman untuk dibawa pulang ke Klaten guna menjalani pengobatan. Ikut serta anaknya berusia 7 bulan. Sementara Salman tinggal di Lamongan bersama anaknya berusia 2,5 tahun.
Ali Fauzi menambahkan, kondisi Salman sangat memprihatinkan. Kalau anaknya tetap ikut Salman, kerjanya akan terganggu karena harus mengurusi anaknya. Makanya, Ali Fauzi dkk di YLP memeras otak, mencarikan jalan keluar bagi Salman.
Malam itu juga Ali Fauzi dkk menggelar rapat. Akhirnya, diputuskan mengantar anak Salman ke ibunya di Klaten. Ali menyimpulkan tangisan anak itu sebagai ungkapan rindu kepada ibunya. Jadi, mengantar anak ke ibunya merupakan solusi terbaik. Ali Fauzi dkk sekaligus ingin bertatap muka dengan mertua Salman untuk menjelaskan kondisi menantunya di YLP.
Sekitar pukul 23.30, dari Tenggulun kami berenam termasuk penulis menumpang Innova ikut mengantar Salman ke Klaten. Salman duduk di jok belakang sambil mendekap putrinya yang tertidur pulas. Beruntung selama perjalanan, anak Salman tidak rewel.
Tiba di Tegalrejo, Prambanan, Klaten hari masih pagi. Mulyono, mertua Salman menyambut kedatangan Ali Fauzi dkk dengan ramah. Pria dengan jenggot putih tipis itu tampak tabah menerima musibah yang menimpa anaknya.
‘’Sudah diperiksakan ke dokter. Sekarang sudah lebih baik. Tapi, ya itu tadi sering minta keluar. Jalan jalan. Katanya mau mencari pekerjaan,’’ ujar Mulyono. Keluarga hanya mengiyakan saja karena kondisi pikirannya putri bungsunya belum stabil.
‘‘Makanya, sama dokter diberi obat dicampur dalam minuman agar anak saya lebih tenang,’’ tambah Mulyono.
Rumah Mulyono sangat sederhana. Di ruang tamu hanya ada sofa butut. Mesin jahit lawas. Mulyono lebih suka membeber tikar saat menerima tamu. Tapi, keluarga ini sangat hangat dan ramah. Istri Mulyono yang berhijab, mengeluarkan jajanan berupa tahu isi, ketela goreng dan teh hangat. Setelah itu tamu disuguhi sarapan. Nasi hangat, sayur santan tahu ditambah telur goreng. Wah..nikmatnya bukan main. Pas dengan cuaca sekitar Prambanan yang pagi itu masih sejuk.
Yang mengembirakan, anak Salman yang semalam terus rewel akhirnya bisa tertawa ceria. Itu setelah kembali berkumpul dengan ibu atau uminya. Ia tampak mondar mandir, mengintip tamu dari celah gorden yang datang ke rumah kakeknya.
Sebaliknya, Umi, atau istri Salman tak kalah gembiranya bisa berkumpul kembali dengan anaknya. ‘’Ini akan mempercepat proses penyembuhan istri Salman,’’ kata Ali Fauzi.
Mulyono yang sehari harinya sopir rental menambahkan, saat ini pihak keluarga fokus menyembuhkan anaknya, atau istri Salman. Nanti kalau sudah sembuh dan normal bagaimana enaknya. Apakah dikirim ke Lamongan, atau Salman yang bolak balik Lamongan-Klaten. ‘’Nanti dilihat perkembanganya,’’ jelas Mulyono.
Sebaliknya, Ali Fauzi menjelaskan, saat ini Salman bergabung YLP di Tenggulun, Solukuro, Lamongan. Ali Fauzi dkk berjanji akan membantu mencarikan pekerjaan untuk Salman. Saat ini Salman oleh YLP dimodali untuk menjual telur. Banyak anggota YLK membeli telur dari Salman. ‘’Ya.. lumayan beberapa hari ini dagangan Salman banyak yang terjual,’’ jelas Ali Fauzi.
Mulyono tampak manggut-manggut dan senang jika menantunya sudah bekerja. Karena itu Mulyono titip menantunya, Salman, untuk dibimbing agar bisa bekerja lebih baik. ‘’Titip Salman Pak Ali. Mohon dibantu dibimbing,’’ pinta Mulyono. Ali mengangguk.
Ali Fauzi dkk hanya beberapa jam bertamu ke rumah Mulyono karena harus segera balik ke Lamongan. Tak lupa Sumarmo, pengurus YLP menyerahkan amplop ke Mulyono. ‘’Ini ada uang sedikit untuk beli susu cucu bapak,’’ kata Sumarno.
‘’Matur nuwun.. matur nuwun,’’ ujar Mulyono riang karena tak menyangka menerima uluran tangan.
Bagi keluarga Mulyono, uang itu sangat berarti. Apalagi, anaknya harus mendapat perawatan agar cepat sembuh keterpurukan alias stres.
Setelah menyerahkan putrinya ke mertua, Salman ikut balik bersama rombongan ke Lamongan. ‘’Salman nanti kalau sudah punya gaji, keluarga segera dikirimi,’’ pinta Sumarno. ‘’Ya Ustad,’’ jawab Salman. ‘’Nanti no rekeningnya dikirim lewat SMS,’’ ujar Mulyono.
Sebelum pamit, Ali Fauzi berpesan kalau nanti istri Salman sudah baikan, Mulyono sekeluarga, istri Salman dan anak anaknya diminta dibawa ke Solokuro. Tujuannya, agar tahu kondisi pekerjaan Salman di Lamongan. Tidak perlu menetap, cukup menginap beberapa hari saja.’‘Nanti soal biaya, sewa mobil biar kami (YLP) yang mbayari,’’ kata Ali Fauzi.
Mulyono, mertua Salman tampak manggut mangut. ‘’Engge engge.. nanti kalau kondisi anak anak sudah baikan kita segera ke Lamongan. Saya juga beberapa kali ke Lamongan. Nanti tac cari,’’ ujar Mulyono.
Ditambahkan Ali Fauzi, agar Salman bisa lancar dalam berjualan telur harus mempunyai HP. Karena itu, kawan kawan di YLP urunan membelikan HP adroid. Ada yang menyumbang Rp 100 ribu, Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu. Setelah kumpul dibelikan HP yang ada adroidnya. Sisanya, diberikan Salman untuk modal kulakan telur ayam kampung.
‘’Saya dan kawan kawan mantan napiter dalam membantu teman senasib tidak tanggung-tanggung. Apa yang bisa kami bantu, kami berikan semampunya meksi harus urunan. Agar yang bersangkutan cepat bangkit,’’ tutur Ali.
Selama perjalanan balik dari Klaten ke Lamongan, Salman tampak mulai tenang. Sambil memainkan HP adroid sumbangan rekannya YLP, Salman sesekali menimpali pembicaraan rekan dari YLP. Salman juga menyimak petuah yang diberikan Ali Fauzi maupun Sumarno, pengurus YLP yang lainnya. ‘’Nanti kalau sudah punya gaji, jangan lupa segera kirimi uang ke keluarga,’’ wejang Sumarno. ‘’Ya Ustad. Siap laksanakan,’’ jawab Salman penuh semangat.
Ali Fauzi juga berpesan kepada Salman untuk pamitan secara baik baik dengan komunitas dimana dirinya bergabung. ‘’Salman apakah kamu punya hutang di sana (komunitas lama). Jangan sampai meninggalkan hutang. Kalau punya ngonmong, biar kita yang mbayari,’’ ingat Ali Fauzi. ‘’Siap Ustad Ali. Insya Allah tidak punya hutang,’’ jawab Salman yang bisa guyonan lagi. Semula Salman tampak tegang. Sorot matanya awas. Terhadap kehadiran orang baru seperti penulis sepertinya agak curiga. Kini, perlahan cair. ‘’Sekarang sudah lebih tenang,’’ aku Salman kepada Ngopibareng.id
Salman menuturkan, dirinya dua kali terlibat konflik kekerasan di Poso. Pertama tahun 2003. Yang kedua tahun 2012 silam. Salman dengan nama lain Ibrahim bersama sama pasukan muslim lainya ikut bergerilya bersama Santoso selama dalam pencarian polisi.
Apes saat turun gunung bersama satu temannya, polisi menangkapnya meski saat itu tidak membawa senjata. Salman dituduh angkat senjata dan ikut menyembunyikan buronan Santoso. Dalam persidangan di Palu Salman divonis 3 tahun dan dikirim ke LP Cibinong, Jabar. ‘’Saya bebas tahun 2015 lalu,’ aku Salman.
Dalam perjalanan pulang dari Klaten ke Lamongan, rombongan dijamu Kasatlantas Polres Ngawi AKP Rokimin. Rokimin cukup akrab dengan Ali Fauzi dkk karena mereka sudah saling mengenal sejak Rokimin bertugas di Polres Lamongan. ‘’Mereka ini sudah saya anggap seperti saudara,’’ ujar Rokimin yang pernah menjabat Kasat Buser Polres Lamongan itu. ‘‘Saya sering tidur di Tenggulun kalau pas kemalaman,’’ tambah Rokimin.
Dari cara Rokimin bersalaman dengan Ali Fauzi dkk mereka memang akrab beneran. Tidak hanya sekadar salaman, tapi juga disertai cipika cipiki. Benar benar akrab. Ali Fauzi dkk dijamu makan di restoran. Dibelikan rokok. Bahkan BBM mobil diminta diisi penuh. Sopir dikawal anak buah Rokimin pun ke SPBU mengisi penuh tangki mobil.
Ali Fauzi pun menceritakan kondisi Salman, napiter yang baru bergabung YLP. Dengan senang hati Rokimin membantu mencarikan SIM. Rokimin pun memfoto KTP Salman. ‘’Nanti tak telpon dari sini (Ngawi). Sampeyan tinggal ngurus SIM di Lamongan. Semua yang mbayari saya,’’ aku Rokimin.
Bukan main senangnya Salman dibantu Rokimin. Karena Salman memang belum punya SIM. Bahkan motor yang dipakai Salman saat ini pun milik Ali Fauzi yang diberikan cuma cuma. Itu semua untuk memberi semangat kepada Salman.
Padahal, sebelumnya Salman sangat membenci polisi. Kabarnya di kamarnya banyak gambar polisi yang terus menjadi sasaran belajar menembak. ‘’Itu dulu, sekarang Salman dalam proses deradikalisasi,’’ ujar Ali Fauzi.
Saat rombongan hendak pulang ke Lamongan, Rokimin menyiapkan oleh oleh khas Ngawi sebanyak dua dus besar. ‘’Ini untuk keluarga di Lamongan,’’ kata Rokimin. Yang mengejutkan Rokimin juga menyiapkan amplop khusus untuk Salman. ‘’Ini khusus untuk kamu (Salman),’’ kata Rokimin penuh kebapakan kepada Salman. ‘’Terima kasih Pak,’’ aku Salman terbata bata.
‘’Pak Rokimin salah satu polisi yang kami kenal sangat baik. Makanya, tidak semua polisi jahat. Ada yang sangat baik. Salah satunya ya Pak Rokimin ini. Beliau banyak membantu kami saat masa masa sulit,’’ aku Ali Fauzi.
Tak hanya Ali Fauzi, rekan rekan di YLP kalau kesulitan atau menemui masalah juga minat tolong ke Rokimin meski yang bersangkutan sudah tidak berugas di Lamongan. Pernah suatu ketika, anggota YLP kesulitan mengurus SIM di Tuban. Tapi, dengan bantuan Rokimin, masalah cepat kelar. ‘’Pak Rokimin orangnya tulus. Tidak banyak polisi seperti itu. Membantu dengan tulus. Sebagaian ada polisi yang mempersulit bahkan memanfaatkan kami,’’ keluh anggota YLP lainnya. (bahari/bersambung)
Advertisement