Mengamati Keanekaragaman Hayati di Hutan Sumberagung
Ada cara lain untuk mencintai burung tanpa harus mengurungnya dalam sangkar. Melalui Wild Animals Watching (WAW), kita diajak untuk melihat satwa liar, termasuk burung di alam bebas. WAW yang diadakan ProFauna ini memadukan kegiatan petualangan, ilmiah, pendidikan, dan konservasi.
Setiap sebulan sekali anggota ProFauna di Malang, Bali dan Jakarta mengadakan kegiatan WAW di lokasi yang berbeda. Setelah sebelumnya terlaksana di Coban Jodho, Lembah Kera, Tahura R.Soerjo, dan Puncu Kediri. Tepatnya pada hari Minggu 24 Februari 2019 kemarin WAW kembali diadakan. Pengamatan satwa kali ini dilakukan di Hutan Sumberagung.
Puluhan peserta yang hadir tidak hanya dari wilayah Malang Raya. Ada yang dari Surabaya, Sidoarjo, Madiun, dan Semarang. Mereka terdiri dari mahasiswa dan kelompok pengamat burung.
Hutan Sumberagung berada Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. Ketinggiannya 400 mdpl hingga 470 mdpl memiliki vegetasi hutan yang heterogen. Hutan ini berada di dalam wilayah PTPN XII Glagah Arum.
Hanya dalam waktu tak sampai satu hari, para peserta telah mencatat 23 jenis burung. Jenis-jenis burung tersebut di antaranya, Cucak Kutilang (Pycnonotus jocosus), Walet Linci (Collocalia linchi), Pelanduk Semak (Malacocincla sepiaria), Pelanduk Topi-Hitam (Pellorneum capistratum), Cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris), Punai Penganten (Treron griseicauda), dan Gemak Loreng (Turnix suscitator).
Dari kelompok jenis elang ditemukan 3 jenis yaitu Elang Ular Bido (Spilornis cheela), Elang Hitam (Ictinaetus malayensis), dan Elang Jawa (Spizaetus bartelsi). Memasuki daerah hutan yang relatif sepi, nampak pula keluarga rangkong yaitu Kangkareng Perut-Putih (Anthracoceros albirostris).
Selama melakukan pengamatan mulai pagi sampai siang hari, burung Merbah Belukar (Pycnonotus plumosus) dan Cipoh Kacat (Aegithina tiphia) adalah jenis buruh yang paling sering mereka jumpai.
Tidak hanya burung, dua jenis mamalia juga ditemukan dari hasil pengamatan. Mamalia tersebut adalah Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis), dan Lutung Jawa (Trachypithecus auratus).
Koordinator Program Konservasi Hutan Dataran Rendah (KHDR) PROFAUNA Indonesia, Erik Yanuar menjelaskan bahwa Hutan Sumberagung ini masih sangat bagus. Sebelumnya ia sering menjumpai keluarga Rangkong dan Lutung Jawa.
Survei terbaru PROFAUNA Indonesia di daerah Malang bagian selatan pada bulan Desember 2018 menunjukan menurunnya perjumpaan burung rangkong hingga 60%. Hal ini disebabkan deforestasi dan degradasi hutan di Malang selatan. Keberadaan Lutung Jawa, menurutnya juga semakin jarang ditemui di Pulau Jawa.
“Dengan adanya Rangkong dan Lutung Jawa, Hutan Sumberagung ini memang layak untuk dilestarikan,” terangnya. Melalui WAW, diharapkan pula masyarakat kian mencintai satwa yang hidup di alam bebas sekaligus bisa memberikan informasi bagi upaya pelestarian satwa liar. (fjr)
Advertisement