Mengajari Tuhan Doa Neno Warisman Menuai Kecaman
Puisi dalam doa yang dibacakan artis Neno Warisman pada Malam Senandung Dzikir dan Munajat 212 di Silang Monas Jakarta, Kamis 21 Februari 2019 terus menuai kecaman.
Doa Neno itu dinilai berlebihan. Neno terkesan memaksa Tuhan harus mengabulkan doanya. Bila tidak dikabulkan Neno khawatir tidak ada yang lagi yang menyembah Allah.
Ketua PBNU Robikim Emhas, akhirnya juga angkat bicara. Katanya, pengandaikan pemilihan presiden sebagai perang adalah kekeliruan. Pilpres hanya kontestasi lima tahunan.
Proses demokrasi biasa. Tentu akan ada yang dinyatakan terpilih dan tidak terpilih. Itulah mengapa konstitusi maupun regulasi lain tidak menggunakan istilah "menang" dan 'kalah".
"Jokowi Islam, Kiai Ma'ruf Amin Islam, Prabowo Islam, Sandiaga Uno Islam. Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden semuanya beragama Islam. Lalu atas dasar apa kekhawatiran Tuhan tidak ada yang menyembah kalau calon presiden dan calon wakil presiden yang didukung kalah?
"Apa selain calon presiden dan calon wakil presiden yang didukung bukan menyembah Tuhan, Allah SWT?" tanya Robikin.
Pesannya, tak usah berusaha mengukur kadar keimanan orang. Apalagi masih terbiasa ukur baju orang lain dengan yang dikenakan sendiri.
Berdoa merupakan bagian dari cara membangun hubungan baik dengan Allah SWT. Itulah mengapa Islam memberi guidance tata cara berdoa, yang antara lain dengan adab yang baik, dengan penuh sopan santun. Tentu juga tidak memanipulasi fakta.
"Ingat, Tuhan yang kita sembah adalah Allah SWT. Bukan pemilihan presiden," kata Robikin
Ada juga yant berpendapat doa yang dibacakan di depan peserta Munajat 212 di Lapangan Monas Jakarta itu antara lain berbunyi : ''Ya Allah menangkanlah kami, jika kami kalah, kami khawatir tidak ada lagi yang menyembahmu.''
Doa yang dibacakan Neno Warisman dengan menangis sesenggukan itu menjadi viral. Ada yang mengamini, ada yang menentangnya. Seperti pada umumnya doa politik yang dibacakan setiap menjelang kontestasi politik seperti pemilihan presiden sekarang.
Yang mengamini berarti setuju dengan narasi doa itu. Atau memang pendukungnya Prabowo. Sedangkan yang menentang beragam alasannya. Bisa karena pendukung Jokowi, bisa juga karena narasi doanya dianggap berlebihan.
Bagi muslim yang mumpuni ilmunya di bidang tarikh, sirah, atau sejarah ke-nabian serta hadist, menilai doa itu tidak pada tempatnya. Sebab, doa itu dipanjatkan Nabi Muhammad ketika Perang Badar yang kekuatan umat Islam dan kaum kafir-musyrik tidak imbang.
Pasukan muslim hanya berjumlah 319 orang. Senjatanya apa adanya. Ada yang membawa pedang dan tombak, tapi ada juga yang hanya bersenjatakan kayu. Sementara pasukan musuh Makkah berjumlah ribuan dengan persenjataan yang lengkap.
Pada kondisi yang tidak imbang dan terdesak seperti itu, Rasulullah sambatan kepada Tuhan. ''Ya Allah, tunaikan apa yang telah Engkau janjikan kepada kami. Ya Allah datangkan apa yang Engkau janjikan kepada kami. Jika pasukan Muslim yang sedikit ini kalah, Engkau tak akan lagi disembah di muka bumi.'' (Hadis Bukhori-Muslim). (asm)