Mengagumkan! Lima Buku Karya Terbaik Sapardi Djoko Damono
Penyair Sapardi Djoko Damono, telah memberi kontribusi bagi perkembangan kesusastraan Indonesia. Setidaknya, ada lima buku terbaik Sapardi Djoko Damono.
Karyanya bukan hanya dibaca, melainkan dilantunkan dalam lagu. Inilah yang menyebabkan, sajak-sajak Sapardi Djoko Damono digemari banyak kalangan. Baik segenerasi dengannya maupun generasi muda, generasi milenial.
Karya-karya Sapardi, sederet terdepan dengan kepenyairan Goenawan Mohamad, Subagio Sastrowardoyo, WS Rendra, dan Sutardji Chalzoum Bachri. Mereka memberi tonggak bagi kepenyairan di Indonesia.
Sapardi Djoko Damono pada awalnya dikenal sebagai penyair. Dengan buku karya pertamanya, Akuarium (1974) dan dukaMu abadi (1957). Ia juga seorang kritikus sastra dikenal sebagai pengajar sastra di Universitas Indonesia, Jakarta.
Seperti diketahui, Sapardi Djoko Damono, dikenal sebagai penyair "Hujan Bulan Juni", meninggal dunia pada Minggu 19 Juli 2020, pukul 09.17 WIB di Rumah Sakit EKA, Bumi Serpong Damai, Jakarta.
Berikut inilah 5 buku terbaik karya Sapardi Djoko Damono:
1. Hujan Bulan Juni
Hujan Bulan Juni merupakan salah satu novel trilogi dari Sapardi yang paling banyak diburu. Manis-getir kisah Sarwono dan Pingkan dituangkan begitu penuh makna oleh Sapardi. Hujan Bulan Juni tidak berhenti tenar sampai kumpulan kata, tapi juga dilirik untuk diadaptasi ke layar lebar, yang dengan apik diperankan oleh Adipati Dolken dan Velove Vexia.
Sebelum beralih menjadi novel, Hujan Bulan Juni terlebih dahulu terbit merupa kumpulan puisi, yang kemudian juga disisipkan ke dalam novel bersama dengan Sarwono untuk Pingkan, kekasihnya.
Kumpulan puisi Hujan Bulan Juni telah dialihbahasakan ke dalam empat bahasa yaitu Inggris, Jepang, Arab, dan Mandarin.
2. Yang Fana Adalah Waktu
Bicara soal trilogi Hujan Bulan Juni, kisah Sarwono dan Pingkan usai dalam Yang Fana Adalah Waktu, setelah sebelumnya dijembatani oleh Pingkan Melipat Jarak.
Saat Yang Fana Adalah Waktu terbit, peluncuran bukunya diwarnai oleh pembacaan sajak oleh sang pujangga, dan musikalisasi puisi dari sajaknya yang dibawakan oleh Arini Kumara, Umar Muslim, dan Tatyana Soebianto.
Begitu apiknya trilogi ini dikisahkan oleh Sapardi hingga mendapatkan penghargaan dalam Anugerah Buku ASEAN 2018 di Malaysia, sebab dinilai sebagai karya sastra dengan mutu tinggi oleh para panel penilai profesional.
3. Duka-Mu Abadi
Pada 2017 lalu, bertepatan dengan usianya yang menginjak 77, Sapardi tidak melewatkan kesempatan untuk merayakannya dengan menerbitkan tujuh buku sekaligus, yaitu satu novel dan enam kumpulan puisi; Pingkan Melipat Jarak (novel kedua dari Trilogi Hujan Bulan Juni), Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro?, Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita, Kolam, Namaku Sita, Duka-Mu Abadi, dan Ayat-ayat Api.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Keenam buku kumpulan puisi ini mulanya sudah pernah terbit, dan kini mereka lahir kembali. Duka-Mu Abadi, yang berisi 43 puisi Sapardi pada tahun 1967-1968 menjadi salah satu yang paling diminati. Buku ini pun hadir dengan CD yang berisikan musikalisasi puisi yang dibawakan oleh Sapardi.
4. Bilang Begini, Maksudnya Begitu
Lewat buku ini Sapardi sukses mencitrakan diri bahwa ia bukan sekadar pujangga yang pandai bermain kata, namun juga persona yang ingin mengajak mereka di luar sana yang belum dekat dengan sastra. Dalam puisi, bunga belum tentu kembang, biru belum tentu warna.
Hal inilah yang yang membuat Sapardi ingin menghadirkan buku untuk membuat pembacanya lebih dapat mengapresiasi puisi, selurus makna yang disampaikan penyair.
Buku ini merupakan ajakan yang menyertakan contoh juga penjelasan, untuk mengerti ‘gaya’ yang seringkali digunakan oleh para penyair dalam ber-rima.
5. Manuskrip Sajak Sapardi
Pada 2017, Manuskrip Sajak Sapardi juga lahir mewarnai kebutuhan literasi Indonesia. Buku ini disebut-sebut sebagai harta karun yang berharga. Di dalamnya terdapat corat-coret sajak Sapardi semasa muda hingga dewasa. Buku ini dirancang serupa album kolase gambar yang dibagi dalam periode tahunan, sejak 1958 sampai 1968, juga 1970-an.
Lain di sketsa lain di buku. Dalam Manuskrip Sajak Sapardi kita dapat melihat sajak-sajak indah Sapardi yang spontan, mengalir apa adanya, sebelum lahir dalam bentuk buku. Sapardi berharap, artefak ini untuk bisa menjadi bahan studi dalam pembelajaran sastra.
Buku-buku Sapardi Djoko Damono diterbitkan Gramedia, Jakarta.