Mengaca Diri, Bersyukur Indonesiaku!
Puji syukur kepada Allah Subhanahu wa-Ta'ala (SWT) menjelang umur 75 tahun (26 Desember 2024), masih sehat walafiat (lahir batin) dan menjadi tempat bertanya atau mengadu dari generasi muda khsususnya warga Nahdliyin. Resep yang diajarkan oleh orang tua adalah jangan lupa beribadah, berjiwa sosial, rendah hati dan berfikir positif.
Makanan kegemaran adalah sate kambing muda, nasi merah, gado-gado, kelapa muda dan kelapa kopyor serta cincao (setiap malam) serta lalaban daun kenikir. Ada makanan kegemaran lain tetapi sayang sulit diperoleh yaitu pecel daun semanggi dan jantung pisang batu. Kedua jenis makanan tersebut sejak remaja saya sukai, selain nikmat juga bahannya diambil dari kebun di belakang rumah di kampung di Kudus, tanah kelahiran. Sayang di Jakarta ada semanggi, tetapi bukan daun, tetapi jembatan Semanggi. Isteri tercinta menanam pisang batu, tetapi tidak pernah berbuah.
Sudah 12 tahun jadi pensiunan, kadang-kadang terjangkit panyakit kanker (kantong kering). Saya sebenarnya bukan termasuk mereka yang otaknya cerdas, tetapi juga bukan termasuk yang bodoh,...biasa-biasa saja.
Namun orang tua mendidik anak-anaknya dengan benar dan tepat. Pagi sekolah SD/SR, siang belajar di madrasah dan habis maghrib ke langgar belajar mengaji. Ketika sudah kuliah juga harus tinggal di pesantren (Pesantren Krapyak Yogyakarta). Bapak sering bergurau, "Kalau kamu bisa ngaji dan ilmu umum, kelak kamu disayang banyak orang, laki laki dan perempuan". He.. he.. he... (Alhamdulillah, Bekasi, Jawa Barat, 8 Agustus 2024).
Dedaunan Jambu Air
Setelah shalat Ashar, saya duduk di halaman samping rumah di bawah naungan dedaunan pohon jambu air, jambu biji Guava, mangga, pohon palm jenggot dan bunga Tabebuya. Angin semilir bertiup perlahan membelai dedaunan yang sedang menikmati sinar tipis mentari sore sehingga menciptakan suasana tenang , syahdu dan damai.
Terkadang dedaunan yang mulai menguning berayun kecil saling bersentuhan satu sama lain, terlihat seperti sedang menari. Satu atau daun kuning jatuh ketanah karena memang saatnya lepas dari pohon karena usia.
Dalam benak saya, tergambar bagaimana alam negeri tercinta yang indah, iklim tropis khatulistiwa yang nyaman, angin tipis membuai pikiran yang mengekspresikan hasrat dan kelembutan budi yang membuahkan budaya gotong royong, musyawarah dan mufakat. Saya perhatikan pohon palm berduri yang kelihatan perkasa, rela tidak mau menerobos daun pohon diatasnya. Mungkin berperasaan mengalah dan bertabiat sebagai penjaga pohon-pohon lainnya yang tidak sekuat Sang Pohon Palm.
Oh..., Indonesiaku! Engkau semua diciptakan untuk bangsa besar yang disebut dengan Indonesia Raya. Sukarno atau Bung Karno dalam 20 tahun mampu mendorong kebangkitan bangsa-bangsa Asia-Afrika memperoleh kemerdekaannya dari kolonial Barat. Saya yakin bangsa Indonesia dengan modal Pancasila dan alam yang subur serta budaya-alam yang santun-damai akan mampu bangkit memimpin bangsa Asia-Afrika menuju kejayaan dan kemakmuran serta perdamaian.
Perbedaan pendapat dan kepentingan politik dan ekonomi akan luluh dan menjadi lentur oleh suasana budaya halus dan alam yang menawan hati segenap masyarakat yang mendiaminya. Kini kendali di tangan Presiden Prabowo Subianto yang cerdas dan berani mengambil risiko, terukur. Saya yakin Indonesia akan Jaya... Percayala! Insya Allah. (catatan: 9 Agustus 2024).
Pada Minggu pagi (11 Agustus 2024) kami kedatangan tamu, family dari Jepara dan Kudus membawa oleh-oleh antara lain pecel daun semanggi dan keong sawah (besusul), makanan kegemaran waktu remaja. Rupanya, keponakan saya tersebut membaca akun saya di facebook bahwa saya gemar makan pecel daun semanggi.
Alangkah indahnya persaudaraan dan silaturahim sebagai ekspressi budaya bangsa yang selaras dengan ajaran agama.
DR KH As'ad Said Ali
Pengamat sosial politik, Mustasyar PBNU periode 2022-2027, tinggal di Jakarta.