Meneruskan Tradisi yang Sempat Terhenti
Dua orang perempuan pengrajin batik itu sedang asyik membatik di teras bangunan yang mirip dengan pendopo di Galeri Pesona Batik Bangkalan di Jalan R.E Martadinata Gang Lawu No. 19, Bangkalan. Dengan canting di tangan kanan, mereka hati-hati menorehkan malam panas di atas selembar kain. Sesekali di antara mereka, berbincang ringan.
“Mereka itu adalah pengrajinnya. Kalau di sini ada lima orang pengrajin batik. Sebenarnya ada sepuluh. Tapi yang lima sudah menikah, sehingga keluar dari sini,” Jakfar Riady salah satu pemilik Galeri Batik Pesona, Bangkalan saat memulai perbincangan dengan ngopibareng.id
Kata Jakfar, meski mereka sudah menikah dan tidak bekerja di Galeri Batik Pesona, namun mereka tetap memproduksi batik untuk galeri. Hubungan mereka masih tetap terjaga.
Asyik melihat proses membatik, perbincangan kami pun berlanjut ke dalam ruang galeri. Apalagi saat itu sedang turun hujan deras. Obrolan menjadi setengah berteriak berlomba dengan kerasnya suara hujan. Akhirnya kami memutuskan masuk ke dalam galeri yang beraksen tradisional Madura.
Saat masuk ke dalam galeri, ratusan batik-batik indah terlipat rapi dalam lemari kayu ukir. Padahal batiknya masih terlipat, tapi aura keindahannya sudah menyebar. Apalagi jika sudah dibeber. Agak takut untuk menanyakan berapa harga batik-batik ini. Tapi menurut Jakfar, tak semua batik di Galeri Batik Pesona mahal.
“Ada juga yang murah, karena kita menyiasati pembeli yang menginginkan batik dengan harga murah. Biasanya batik harga murah itu, biasanya dengan motif sederhana atau batik cap,” kata Jakfar.
Memulai usaha sekitar tahun 1997an, Galeri Batik Pesona ini sebenarnya tak langsung berdiri megah seperti sekarang ini. Awalnya Siti Maimunah yang memulai usaha. Siti Maimunah atau akrab disapa dengan Mbak Mai, adalah kakak dari Jakfar.
Saat memulai usaha, Mai sebenarnya memulai dengan berdagang tas. Tas-tas itu diambil dari Tanggulangin Sidoarjo, yang memang terkenal sebagai sentra industri tas. Mai saat itu sudah rajin ikut pameran. Nah, saat di pameran dia juga melihat tenant-tenat lain yang memajang batik-batik. Sangat indah saat dilihat.
Hatinya pun mulai tergoda untuk ikut berjualan batik. Apalagi saat dalam pameran saat itu, kebanyakan masih didominasi oleh batik-batik di Yogyakarta, Solo, Rembang dan Lasem. Batik Madura masih belum ada. Padahal batik Madura tak kalah indahnya.
Sepulang dari pameran, Mbak Mai pun ngomong kepada ibunya soal batik. Ia pun membongkar koleksi batik milik ibunya. Asal tahu saja, nenek Mai sebenarnya juga pengrajin batik. Namun tradisi membatik di keluarga Mai ini terhenti pada generasi ibunya Mai.
Nenek Mai berasal dari Tanjung Bumi, Bangkalan. Daerah ini memang dikenal sebagai penghasil Batik di Bangkalan. Sebenarnya, selain Tanjung Bumi, kata Jakfar ada daerah lainnya yang juga penghasil batik yaitu Kwanyar.
“Namun sayang, batik yang ada di Kwanyar, Bangkalan sekarang sudah punah. Orang hanya mengenal batik di Tanjung Bumi,” ujar Jakfar.
Akhirnya, dalam setiap pameran Mai juga membawa batik Madura selain tas Tanggulangin Sidoarjo. Seiring dengan berjalannya waktu, justru batik Madura yang lebih diminati konsumen. Mai pun akhirnya lebih konsentrasi ke Batik Madura. Apalagi saat itu, industri tas Tanggulangin Sidoarjo sedang dalam proses keruntuhan.
Dari awalnya yang hanya menjual koleksi batik pribadinya, akhirnya usaha batik Mai pun semakin berkembang. Ia pun menggandeng pengrajin batik di Tanjung Bumi. Kalau sekarang, totalnya sudah ada sekitar 58 pengrajin tetap yang memasok batik untuk Galeri Batik Pesona. Para pengrajin itu, tidak diboyong di galeri, melainkan tetap bekerja di rumah.
Seiring dengan semakin berkembang usaha ini, Mai pun mulai kewalahan. Usaha ini pun berubah menjadi usaha keluarga. Karena Mai mengajak saudara-saudara kandungnya untuk membantu usaha ini. Ada enam saudara. Mereka pun berbagi peran dalam mengelola usaha batik ini.
“Awalnya enam saudara ini terlibat semua. Namun akhirnya tersisa tiga. Tiga lainnya memilih undur diri karena sudah bekerja sebagai pegawai negeri sipil sehingga tak bisa fokus,” ujar Jakfar.
Tiga saudara yang masih terlibat dalam mengelola Galeri Batik Pesona Bangkalan itu adalah Mainumanah, Aditia dan Jakfar Riady. Tiga bersaudara ini berbagi peran. Mai tetap fokus pada pemasaran, Aditia fokus pada pemasaran dan produksi sedangkan Jakfar konsentrasi pada produksi dan operasional galeri.
Kata Jakfar, penjualan batik di Galeri Batik Pesona ini tak hanya mengandalkan konsumen datang ke galeri, namun juga aktif ikuti pameran. Selain itu, mereka juga proaktif menghubungi pelanggan loyal mereka jika ada koleksi baru.
“Kami juga sudah hafal dengan selera pelanggan. Sehingga jika ada koleksi baru, kita akan hubungi dan datangi,” kata Jakfar.
Biasanya, yang paling aktif untuk mendesain motif baru idenya datang dari Aditia. Aditia biasanya berburu ide dari pameran-pameran. Dari ide-ide motif baru itu, Aditia kemudian menghubungi para pengrajinnya untuk membuat batik sesuai dengan idenya.
Kata Jakfar, mereka tak khawatir idenya bakal dijual oleh pengrajinnya, karena mereka mengerjakannya di rumah bukan di galeri. Mereka sudah percaya betul dengan pengrajinnya karena sudah belasan tahun bekerja sama.
“Hubungan kita dengan para pengrajin sudah seperti keluarga. Kami setiap tahun juga mengajak para pengrajin untuk umroh,” ujar Jakfar.
Menjadi UKM Binaan Semen Indonesia.
Batik Pesona Bangkalan menjadi binaan UKM Semen Indonesia sejak sekitar tahun 2002 lalu. Banyak manfaat dari menjadi UKM Binaan Semen Indonesia. Selain mendapatkan pinjaman modal, menjadi UKM Binaan Semen Indonesia juga diuntungkan dengan sering ikut pameran.
Padahal, kata Jakfar sekali pameran saja biayanya bisa mencapai Rp. 10 juta hingga 12 juta. Itu pun hanya untuk sewa both untuk pameran. Belum lagi biaya yang harus dikeluarkan untuk akomodasi.
“Enaknya kalau jadi UKM Binaan Semen Indonesia, kita selalu diajak pameran. Tak perlu memikirkan semua biaya. Kita tinggal bawa barang saja,” ujar pria berkaca mata ini.
Advertisement