Menerangkan dengan Sederhana, Kemampuan Imam Ali bin Abi Thalib
Pernah terjadi, sekelompok pendeta bertanya tentang wajah Allah pada Sayidina Abu Bakar Radliyallahu anhu (Ra). Dan beliau menjawab bahwa itu pertanyaan terlarang sedangkan Nabi Saw tidak menjelaskannya. Kemudian sahabat Salman Al-Farisi membawa mereka pada Imam Ali bin Abi Thalib Karamallahu wajhahu (Kwa)
Singkat cerita, Sayidina Ali bin Abi Thalib Kwa meminta seseorang mengumpulkan kayu bakar dan membakarnya. Lalu imam Ali bertanya pada para pendeta, di mana wajah api. Semua pendeta menjawab, "Ini semua muka api". Mendengar itu, Imam Ali pun berkata, "Semua wujud ini adalah wajah Allah". Kemudian imam Ali membaca surah Al-Qur'an (QS 2 : 115) dan (QS 28 : 88). Setelah mendengar keterangan imam Ali, semua pendeta masuk Islam.
Dari peristiwa itu, kita mengerti adakalanya ketika kita mengajukan teori atau menjawab suatu pertanyaan, kita dituntut menjelaskan dengan kerangka yang dipahami. Sehingga akal selalu dalam kondisi diberdayakan.
Tetapi menjelaskan sesuatu agar dipahami, tidak selalu mudah. Imam Ali bin Abi Thalib Kwa mewanti wanti agar kita memberi penjelasan pada seseorang, sesuai tingkat pemahamannya (akalnya).
Entah menjelaskan dengan demonstrasi, menggunakan analogi atau lainnya. Karena tujuan terpenting dari menjelaskan berorientasi pada pemecahan masalah secara komprehensif dan berdampak menyembuhkan, menenangkan dan pencerahan sehingga seseorang bisa melahirkan dirinya sendiri sebagai sosok yang bermakna.
Albert Einstein berujar bila seseorang tidak bisa menjelaskan dengan sederhana, itu artinya ia belum mengerti sepenuhnya. Dan manusia cerdas selalu menyederhanakan yang rumit agar bisa langsung diamalkan, beranjak ke jenjang atau fakultas ilmu yang lebih tinggi, mengendap kuat dalam jiwanya atau membereskan masalah dengan sumber daya lebih kecil dan waktu yang singkat.
Menjelaskan hal-hal gaib dengan teori gaib yang hanya dipahami para makhluk gaib, itu hal yang mudah. Yang sulit adalah menjelaskan hal-hal gaib atau tak kasat mata dengan cara sederhana, logis, runtut dan tidak menabrak akal sehat.
Menjelaskan hal rumit dengan cara rumit, dengan rumus dan teori melangit, yang hanya bisa dipahami para profesor, itu mudah. Yang sulit adalah menjelaskan hal rumit dengan cara runtut dan sederhana, hingga bisa dipahami siapapun.
Bukankah Tuhan Yang Maha Tinggi pun menjelaskan alam semesta dan isinya pada manusia yang rendah, dengan cara sederhana dan bahasa yang juga sederhana dalam kitab suci?
Ini artinya semakin tinggi pendidikan dan luas pengetahuan seseorang, seharusnya semakin sederhana dalam menjelaskan sesuatu pada orang lain sesuai fakultas akal si penerima tanpa mengurangi substansinya. Demikian catatan Zidni Ilma dalam Estetika Spiritualitas.
Advertisement