Tugu Peluru, Monumen Perjuangan di Desa Terpencil Mojokerto
Keberadaan tugu atau monumen yang berdiri tegak di suatu daerah tertentu, menjadi pertanda bahwa daerah tersebut pernah terjadi peristiwa yang sangat penting oleh suatu kelompok sosial. Bahkan, tak jarang menjadi bagian dari peringatan kejadian pada masa lalu. Sekelompok orang sengaja merawat tugu atau monumen tersebut agar kenangan dan sejarah tak hilang begitu saja dimakan waktu.
Sejak Orde Baru, atau antara tahun 1970 sampai 1990-an, tugu-tugu tersebut sengaja dibangun oleh pemerintah sebagai simbol peringatan. Dalam catatan, di tempat itu pernah terjadi pertempuran hebat dalam merebut kedaulatan wilayah. Terutama pada Agresi Militer kedua 1949 tau pasca Indonesia Merdeka tahun 1945.
Seperti di sebuah desa di area pegunungan yang keberadaannya di tengah hutan. Desa terpencil tersebut adalah Gumeng di Kecamatan Gondang. Kampung di kaki Pegunungan Anjasmoro ini sekitar 28 km dari Kota Mojokerto. Desa di tengah hutan ini hanya dihuni 150 kepala keluarga (KK) atau 400 jiwa.
Kenangan Lawan Penjajah
Di desa ini berdiri sebuah monumen perjuangan untuk mengenang perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah Belanda masa lampau.
Dikutip dari sebuah buku yang dikeluarkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Jakarta tahun 1986, yang berjudul Monumen Perjuangan Jawa Timur. Pada Bulan Desember 1948 pernah terjadi pertempuran antara Belanda dan Indonesia, dari pihak Indonesia dipimpin oleh Ki Soenarjo Almarhum dari Jon.Bambang Jaewono di Desa Gumeng, Kecamatan Gondang, Mojokerto.
Monumen dibangun di dekat perkampungan penduduk. Alasan penempatan monumen adalah karena tempat tersebut dahulu, pada masa pendudukan Belanda, digunakan sebagai ajang pertempuran antara tentara RI melawan Belanda yang dipimpin oleh Kapten Soenaryo.
Monumen yang berbentuk Tugu Peluru dan topi baja di bawahnya terdapat prasasti berukuran 70x 80 centimeter yang berbunyi sebagai berikut "DI SINI PERNAH TERJADI PERANG MELAWAN PENJAJAH BELANDA YANG DIPIMPIN OLEH DANKI KAPTEN SUNARYO".
Kapten Soenaryo adalah anak buah dari Dan. Yon. Bambang Yuwono. Monumen ini memiliki tinggi 7 meter, Badan bulat 50 cm dan dibuat pada tahun 1972. Monumen terdiri dari beberapa bagian yaitu fondasi, badan dan pucuk. Fondasi berbentuk segi empat terbuat dari pasangan batu bata, semen dan pasir. Badan juga terbuat dari pasangan batu bata, di depan monumen terdapat patung topi baja ukuran 30cm.
Kisah Perjuangan
Cerita dalam buku mengatakan, Kapten Soenaryo adalah Komandan Kompi yang diperintah oleh Wibisono dan Dr. Mustopo untuk membantu pertahanan daerah barat atau sektor barat. Pada saat melakukan perjalanan ke sektor barat melalui Kecamatan Gondang, Belanda telah mencium rencana tersebut, maka dengan leluasa mereka menembaki lewat udara dengan senapan mesin, sehingga tentara RI menjadi kalang kabut dan menyelamatkan diri dengan cara menyelinap di balik semak-semak.
Maka regu Kapten Soenaryo sampai di Desa Gumeng, dan beristirahat untuk sementara, akan tetapi sewaktu sedang istirahat, tentara Belanda tiba-tiba menyerang dengan senapan mesin melalui udara dengan bertubi-tubi, maka berjatuhanlah tentara RI termasuk Komandan regu Kapten Sunaryo.
Pembuatan monumen dibiayai oleh swadaya masyarakat dan dibantu sepenuhnya oleh Achmad Basuni, Bupati Kepala Daerah Kabupaten Mojokerto waktu itu. Pembangunan dilaksanakan oleh penduduk setempat dengan sistim gotong-royong. Kemudian diresmikan oleh Basuni sebagai Bupati Kepala Daerah Kabupaten Mojokerto pada tahun 1972.
Pada monumen terdapat beberapa lambang tertentu. Misalnya peluru, melambangkan senjata yang digunakan waktu itu, topi baja melambangkan alat pelindung kepala yang dapat menyelamatkan jiwa manusia atau melambangkan adanya pahlawan yang gugur di tempat tersebut.
Fungsi monumen untuk pendidikan, yaitu agar para penerus atau generasi penerus dapat mencontoh usaha para pahlawan yang mempertahankan kemerdekaan sampai darah penghabisan.
Desa Gumeng ini merupakan salah satu Desa yang terpencil yang ada di Kabupaten Mojokerto. Dari Jalan Raya Gondang-Pacet, hanya jalan sempit yang menjadi satu-satunya akses masuk ke Desa Gumeng. Jalan beraspal dengan lebar sekitar 1,5 meter itu berliku dan naik turun membelah persawahan dan perkebunan warga sejauh 5 km.
Selanjutnya, jalan yang sudah banyak berlubang tersebut membelah hutan lebat sekitar 5 km. Sepanjang sisi kanan jalan berupa jurang dan hutan. Sedangkan sisi kiri jalan adalah tebing dan hutan. Jalan berkelok naik turun diperparah dengan penerangan jalan yang belum terpasang menyeluruh di jalur menuju Gumeng ini.
Advertisement