Meneladani Sahabat Cinta Rasulullah, Pesan Gus Ghofur Maimoen
Tak sedikit umat Islam yang mencintai Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam (SAW) dan membuktikan untuk bisa berziarah ke Makkah dan Madinah.
Di Madinah, tempatnya di Raudlah di kompleks Masjid Nabawi Madinah, tempat dimakamkan Nabi Akhir Zaman itu, merupakan tujuan mulia mewujudkan kerinduan umat Islam itu.
Sedang di Makkah, merupakan kesempatan untuk menapak jejak Rasulullah SAW dan menunaikan ibadah umrah dai beribadah di Baitullah atau Masjidil Haram.
KH Abdul Ghofur Maimoen berkesempatan menulis catatan setelah berziarah ke Makkah dan Madinah.
Sehari-semalam di Makkah dan Madinah
Alhamdulillah, bisa sowan ke Makkah dan Madinah meski hanya sehari-semalam. Adalah anugerah besar bisa melakukan ibadah umrah dan salat di dua Masjid Haram. “Satu salat di Masjid Haram sebanding dengan seratus ribu salat di tempat lainnya, dan satu salat di Masjid Nabawi sebanding dengan seribu salat di tempat lain kecuali Masjid Haram.” Demikian dawuh Kanjeng Rasul Saw.
Sehari-semalam berada di dua kota suci ini serasa seperti bermimpi. Ingin berada di sana dengan waktu yang lebih lama. Sowan kepada Baginda Rasul Saw. juga terasa pendek sekali, hal yang mengingatkan diri kepada sejumalah kisah tentang cinta para sahabat kepada beliau Saw. Salah satunya adalah kisah Ṡaubān.
Ia berasal dari Yaman dan keluarganya juga ada di sana. Ia ditawan di Hijaz, lalu Rasul Saw. membeli dan memerdekakannya. Beliau mempersialahkan dia untuk kembali kepada keluarganya atau tinggal bersama beliau sebagai bagian dari keluarga. Ia memilih yang kedua, maka ia pun selalu bersama Baginda Rasul Saw. baik saat beliau bepergian maupun saat berada di Madinah hingga beliau Saw. wafat.
Al Imam Al Qurṭubī menukil sebuah riwayat dari Al Ṡa’labī—berkenaan dengan sabab nuzul QS. An Nisā` Ayat 69—bahwa Tsauban memiliki rasa cinta yang mendalam kepada Baginda Rasul sehingga tak tahan berpisah dari beliau.
Suatu hari, ia sowan kepada beliau dengan kulit pucat, badan kurus dan tampak sedih. Kata Rasul Saw., “Wahai Tsauban, apa gerangan yang membuat kulitmu pucat?”
Ia menjawab, “Saya tidak sedang menderita atau sakit. Saya hanya memendam rindu jika tak berjumpa dengan engkau. Saya merasa sangat kesepian sampai bertemu dengan engkau.
Tiba-tiba, saya jadi teringat akan akhirat, saya khawatir saya tak dapat berjumpa dengan engkau di sana. Karena, engkau tentu diangkat (derajat dan tempatnya) bersama para nabi, sementara jika masuk surga saya pasti akan menempati tempat yang lebih rendah dari tempatmu. (Apalagi) jika tak masuk surga, maka saat itulah saya tak akan lagi bisa melihat dirimu selamanya.”
Allah Subḥānah wa Ta’ālā lalu menurunkan ayat ini (Qs. An Nisā` Ayat 69):
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا.
“Siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nabi Muhammad), mereka itulah orang-orang yang (akan dikumpulkan) bersama orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”[**]
Kita memang patut meneladani kisah-kisah cinta para sahabat kepada Baginda Rasul Saw. Cinta kepada beliau (Rasulullah Saw.) sangat dekat dengan cinta kepada Gusti Allah Subḥānah wa Ta’ālā. Dengan bahasa yang bermetafor, kita dapat mengatakan bahwa keduanya tak berjarak. Saya pernah membaca, mahabbah yang menyertai amal saleh seseorang adalah sarana yang dapat mempercepat dia untuk wuṣul kepada Allah Sang Gusti.
Semoga kita semua memiliki cukup mahabbah, agar amal-amal kita—meski tampak sederhana—dapat mengantarkan kita wuṣul kepada-Nya.
Al Imam Al Qaurṭubī, Al Jāmi’ li Aḥkām Al Qur`ān (Tafsīr Al Al Qurṭubī), jilid 5, hal. 272, Al Maktabah Asy Syāmilah.
*) 9 November 2023, di atas pesawat dari Jeddah menuju Jakarta.