Mendikbud: Zonasi untuk Pemerataan dan Hilangkan Kasta Pendidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melakukan pemetaan sejumlah sekolah yang dinilai rawan terhadap praktik jual beli kursi dalam Penerimaan Peserta Didik (PPDB).
"Kami sudah memiliki petanya, di mana saja sekolah yang rawan melakukan praktik kecurangan dalam PPDB," kata Mendikbud kepada wartawan di Jakarta, Selasa 18 Juni 2019.
Meski demikian, Mendikbud meminta kepala daerah untuk aktif dalam menegakkan aturan PPDB yang sudah ditandatangani Mendikbud dan Menteri Dalam Negeri itu.
Mendikbud sudah menerbitkan Permendikbud PPDB yang berbasiskan pada sistem zonasi itu. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 51 tahun 2018 merupakan penyempurnaan dari Permendikbud 17/2017 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA, SMK atau Bentuk Lain yang Sederajat, dan Permendikbud 14/2018 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA, SMK atau Bentuk Lain yang Sederajat.
Penerimaan murid baru 2019 dilaksanakan melalui tiga jalur, yaitu zonasi dengan kuota minimal 90 persen, prestasi dengan kuota maksimal lima persen dan jalur perpindahan orangtua dengan kuota maksimal lima persen.
Dalam hal ini, kuota zonasi 90 persen sudah termasuk peserta didik yang tidak mampu dan penyandang disabilitas di sekolah yang menyelenggarakan layanan inklusif.
Sementara penerimaan dalam jalur prestasi bagi murid yang berdomisili di luar zonasi sekolah dilaksanakan berdasarkan nilai Ujian Nasional ataupun dari hasil perlombaan di bidang akademik dan nonakademik.
Kuota lainnya, yakni jalur perpindahan orangtua, hanya untuk darurat saja. Misalnya mengikuti orangtua pindah tugas.
Tentang adanya orang tua yang keberatan sistem zonasi, Mendikbud anggap biasa pro dan kontra terhadap kebijakan pemetintah.
"Ada dua kemungkinan mereka belum paham manfaat zonasi, atau mereka keberatan karena anaknya berada di luar zonasi dari sekolah yang diinginkan" kata Mendikbud. (asm)
Advertisement