Mendeteksi Berita Bohong, Awas Mereka Berdusta Atas Nama Nabi
Para ulama ahli hadis menyampaikan cara mengetahui sebuah hadis tergolong sebagai hadis palsu, Nabi tidak pernah bersabda hal tertentu tetapi dikabarkan bahwa hal itu dari Nabi.
Caranya adalah "Tidak logis" atau bombastis. Misalnya, ada amalan kecil tetapi diiming-imingi pahala yang luar biasa besar. Cara ini bisa dipakai untuk mendeteksi kebohongan berita-berita apapun.
Hanya saja ada perbedaan antara berita bohong dengan hadis palsu. Kalau berita bohong paling-paling cuma kena prank di dunia. Kalau hadis palsu yang disebarkan bisa kena prank di akhirat: "Lho saya sudah beramal ini dan itu mana pahalanya?".
Makanya berdusta atas nama Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam (Saw) memiliki ancaman tersendiri, sebagaimana dalam hadis:
«ﺇﻥ ﻛﺬﺑﺎ ﻋﻠﻲ ﻟﻴﺲ ﻛﻜﺬﺏ ﻋﻠﻰ ﺃﺣﺪ، ﻓﻤﻦ ﻛﺬﺏ ﻋﻠﻲ ﻣﺘﻌﻤﺪا، ﻓﻠﻴﺘﺒﻮﺃ ﻣﻘﻌﺪﻩ ﻣﻦ اﻟﻨﺎﺭ»
"Sesungguhnya, berbohong atas namaku tidak sama seperti berbohong atas nama orang lain. Barang siapa berdusta mengatasnamakan aku maka carilah tempat di neraka" (HR Muslim dari Mughirah)
Demikian penjelasan Ust Ma'ruf Khozin, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur. Semoga bermanfaat.
Menjaga Marwah Ulama
Terkait dengan eksistensi ulama, Habib Umar bin Hafidz pernah mengingatkan, sekaligus berpesan kepada Para Pendakwah dan para ulama untuk menghindari cacian, hinaan, dan prasangka buruk karena hal itu justru yang membuat runtuhnya wibawa para Ulama itu seperti salah satu kalimat beliau ini :
“Kita semua tahu bahwa para Ulama Indonesia zaman dahulu punya wibawa yang sangat besar dimata para pejabat dan para pemimpin, karena kebaikan, kebersihan, kesucian, dan ketulusan mereka. Tetapi sekarang wibawa itu telah runtuh karena para Ulama sekarang membuka peluang untuk membuat jatuh wibawa tersebut.”
Seperti disampaikan pada Tausiyah Al-Habib Umar bin Hafidz, di Pondok Pesantren Asy Syifa Wal Mahmudiyyah, Sumedang, Jawa Barat, 10 Oktober 2018 .D
Advertisement