Mencium Tangan Paus, Impian bagi Semua Umat Katolik
Kalau ada orang paling bahagia dalam kunjungan ke Vatikan, minggu lalu, itu adalah AM Adiyarto Sumardjono. Pria asal Jogjakarta ini berhasil mencium tangan Paus Fransiskus di latar Gereja Santo Petrus, Basilica, Vatikan.
Ia bukan seorang tokoh agama. Bukan Romo maupun Uskup. Pria yang biasa dipangil Totok ini adalah Kepala Biro Umum Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Ia ikut ke Vatikan mendampingi salah seorang anggota Wantimpres yang juga Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf.
Kunjungan Gus Yahya Staquf --demikian keponakan KH A Mustofa Bisri ini biasa dipanggil-- sebetulnya bukan perjalanan dinas. Ia menemui pemimpin tertinggi umat Katolik Paus Fansiskus bersama Uskup Agung Pontianak Mgr Agustinus Agus.
Misinya menyampaikan pemikiran keagamaan NU yang sudah puluhan tahun berkembang. Pemikiran keagamaan yang sudah muncul sejak para pendiri NU itu sejalan dengan Dokumen Kemanusiaan yang belum lama ditandatangani Paus dengan Grand Syaikh Al Azhar di Abu Dhabi.
Pemikiran yang mengedepankan Humanitarian Islam. Yang juga telah menjadi keputusan Musyawarah Nasional NU di Banjar, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Juga menjadi isi utama Deklarasi Ansor.
Namun, meski bukan perjalanan dinas, sebagai Wantimpres Gus Yahya Staquf berhak mendapatkan layanan selayaknya pejabat negara di luar negeri. Totok yang kemudian ikut mengatur protokolernya, terutama terkait dengan Kedutaan RI di Vatikan.
Ia mendampinginya ke Vatikan. Di luar itu, ia punya mimpi yang harus diwujudkan sebagai penganut agama Katolik. Apa itu? Bertemu Paus, sang Bapa Suci baginya. Apalagi kalau bisa bersalaman.
Bagi umat Katolik, ke Vatikan adalah seperti umat Islam pergi ke tanah suci Makkah dan Madinah. Jika Muslim ke Makkah akan berusaha bisa mencium Hajar Aswat, kaum Katolik bercita-cita bisa mencium tangan Paus.
Totok bermimpi untuk bisa menyalami Paus di Vatikan. Apalagi bisa meciumnya. Ia ingin membahagiakan orang tuanya yang juga punya mimpi yang sama. Kalau pun orang tuanya belum mampu memenuhinya, ia lah yang memenuhi cita-citanya.
Mimpi itu terkabul. Justru saat ia ke Vatikan mendampingi seorang kiai dan rombongan para tokoh pemuda NU dari PP GP Ansor. Saat mengikuti audiensi umum dengan Paus, ia bersama delegasi Ansor yang duduk di kursi VIP.
Ia tidak bersama rombongan Uskup dan para Romo Katolik yang juga ikut datang ke Vatikan. Ia pun mengenakan jas dan dasi tanpa kopyah. Sementara rombongan Ansor mengenakan batik dan kopyah.
''Ini berkah. Ini kersaning (ketentuan, red) Allah. Maturnuwun,'' kata Totok berbunga-bunga.
Ia ikut mendapat berkah ketika rombongan GP Ansor berkesempatan bersalaman dan berfoto bersama Paus. Totok yang berada diantara para pimpinan Ansor itu sempat menyium tangan Paus.
Adegan Totok mencium Paus ini yang sempat menuai fitnah di tanah air untuk rombongan Ketum Ansor Yaqut Cholil Qoumas. Dikira yang mencium tangan Paus adalah salah satu tokoh pemuda Ansor itu.
Saking gembiranya, Totok langsung sujud di pelataran Vatikan. Ia pun juga berterima kasih kepada rombongan Ansor yang membuatnya bisa mencium tangan Paus.
Padahal, ada seorang Romo Katolik yang ikut rombongan tak mendapatkan kesempatan tersebut. Padahal, secara khusus ikut datang ke Vatikan untuk itu.
"Ini sungguh berkah untuk saya. Maturnuwun Gusti. Saya bisa mencium tangan Bapa Suci," kata Totok yang baru kali pertama melakukan perjalanan ruhani ke Vatikan ini.
Memang, bagi penganut Katolik, bersalam dengan Paus merupakan anugerah yang luar biasa. Apalagi bisa mencium tangannya. Tidak semua penganut Katolik bisa melakukannya.
Paus menyapa rombongan GP Ansor dengan mengucap salam duluan. "Assalamu alaikum," kata Paus setelah mereka diminta mendekat oleh pengawalnya.