Hi-Tech Mall, Ikon Surabaya yang Menolak Musnah
Cat birunya mulai terkelupas. Kelir kuningnya redup memudar. Begitulah tampak depan gedung Hi-Tech Mall, pusat perbelanjaan IT terbesar di Surabaya dan Indonesia timur kini.
Kondisi mal yang berdiri di Jalan Kusuma Bangsa Surabaya, sejak 30 tahun yang lalu kini, tak sementereng namanya. Kesan kusam dan semrawut tak sinkron dengan gambaran sebuah mall teknologi tinggi.
Saat memasuki lantai dasar, kesan sepi tak begitu terasa. Di lantai ini masih terdapat beberapa tenant yang menjajakan dagangannya, berupa baju, celana dan pakaian bermerek lokal kenamaan nasional.
Ada pula tenant yang menyediakan kebutuhan sekunder seperti meja, kursi dan perabotan rumah tangga lain. Selain itu, restoran cepat saji ada juga di lantai ini, meski jumlahnya bisa dihitung jari.
Naik ke lantai dua, eskalator masih berfungsi normal, meski kondisi anak-anak tangganya banyak terkelupas. Tapi, benda itu masih berjalan, dan tetap memudahkan pengunjung.
Di sampingnya, ada eskalator yang berjalan turun, tampak mangkrak, tak berfungsi. Pengunjung yang turun mau tak mau pun harus berjalan.
Sampai di lantai dua, kondisi pun masih sama, sejumlah tenant yang menjual perangkat komputer atau laptop dengan brand ternama pun terlihat berjajar. Mereka tetap buka seperti biasa.
Tak ada kesan sepi di lantai ini, sejumlah lampu hias yang nampaknya terpasang sejak perayaan Natal 2018 lalu masih terlihat menggantung menghiasi banyak sisi dan sudut. Para penjual dan pembeli pun lalu lalang di bawahnya.
Di lantai tiga dan empat, barulah kesan sepi yang dijumpai. Bahkan bau debu begitu kuat tercium. Di lantai ini, terlihat jelas sejumlah stand mulai ditinggalkan pedagangnya. Stand kosong tampak dominan. Hanya ada beberapa tenant saja yang masih bertahan.
Yang bertahan adalah tenant yang menjual jasa servis komputer dan menjajakan aksesori-aksesoris tambahan lainnya. Hanya ada beberapa.
"Di sini sepi, mas. Tapi masih ada aja yang buka. Banyak (pedagang) yang memilih pindah ke lantai bawah, ada juga yang pindah ke pertokoan lain," kata Sindi Namira, salah seorang pegawai, yang ditemui ngopibareng.id.
Sindi sudah bekerja di Hi-Tech Mall, sejak lima tahun yang lalu ini, tepatnya pada tahun 2013, mengaku tak tahu menahu apa yang menyebabkan mal tempatnya bekerja menjadi sepi.
Ia mengaku mendengar isu beredar bahwa tak lama lagi, seluruh tenant di Hi-Tech Mall bakal dikosongkan. Termasuk di outlet tempatnya bekerja.
Namun, Sindi tak mau mempercayai kabar itu begitu saja. Ia lebih memilih untuk fokus bekerja. Dan tak ambil pusing soal isu-isu itu.
"Sempat dengar sih, tapi saya tidak tahu jelasnya, mending bekerja saja," kata Sindi, dengan yakin.
Berbeda dengan Sindi, salah seorang pemilik tenant di lantai satu, mengatakan kabar pengosongan itu sudah mulai beredar sejak 2017-2018 lalu.
Pedagang yang menolak disebutkan namanya itu, menilai isu itu sangat merugikan ratusan pedagang yang lain. Imbasnya kata dia, kondisi perekonomian di mal itu pun terguncang.
"Setelah beredar isu itu, banyak langganan saya yang memilih belanja di tempat lain, karena dikirinya Hi-Tech sudah tutup. Padahal tidak. Itu kan merugikan kami dong," kata dia.
Ia mengaku, pendapatan tokonya kini bahkan menurun hingga 50 persen. Padahal banyak biaya yang harus dibayarkannya, seperti kontrak yang nilainya bisa mencapai Rp 50 juta, belum lagi gaji pegawai, listrik, dan tagihan telepon.
Nilai kontrak di Hi-Tech Mall ini memang beragam. Hal itu dibedakan dari letak dan luasan stand yang di pesan. Untuk stand yang terletak lokasi yang strategis harganya bahkan bisa mencapai Rp 100 hingga 200 juta, pertahun.
Hal itu seakan kontras dengan kondisi bangunan yang tak terawat. Dinding dinding terkelupas, langit langit penub bercak menguning, hingga eskalator yang tak berfungsi.
Kendati demikian, para pedagang mengaku betah dengan kondisi Hi-Tech Mal, yang begini, mereka tak mau pindah, meski kabar pengosongan itu makin santer terdengar. Bagi mereka mal ini sudah seperti rumah.
"Hi-Tech Mal sudah seperi rumah kami, ibaratnya ari-ari kami sudah ditanam di sini. Pindah kemanapun kami menolak," kata dia, yang sudah berdagang di Hi-Tech Mal sejak 1998 yang lampau. (frd)
Advertisement