Mencicipi Sego Muduk, Menu Khas Warga Pesisir Utara Lamongan
Sego muduk, adalah salah satu ragam masakan Lamongan, selain soto dan nasi boran. Sego muduk, produk turun-temurun dari Desa Sendangagung, Paciran.
Konon bahwa umur sego muduk lebih satu abad lamanya. Setidaknya, itulah jawaban kebanyakan warga Desa Sendangagung, Kecamatan Paciran, Lamongan ketika ditanya soal kapan Sego Muduk dikenal.
Perkiraan itu hanya berdasarkan perhitungan logika, yang dihubungkan dengan usia saat ini. Seperti pengakuan Ismiyatun, yang kini berusia hampir 60 tahun. Ia katakan, sejak kecil dia sudah mengenal dan biasa memakan nasi muduk.
"Sedang orang tua saya dulu juga bilang kalau sejak kecil sudah terbiasa makan sego muduk, " tuturnya, kepada Ngoibareng.id.
Cerita yang sama juga disampaikan Taslimah, dia ingat betul di masa kecil terkadang ikut membantu orang tuanya di dapur untuk memasak sego muduk. "Hampir semua masyakat di sini bisa memasak. sego muduk. Karena sego muduk ini sudah menjadj makanan pokok di desa ini, " katanya
Yang pasti, sego muduk hanya dapat dijumpai di Desa Sendangagung, Kecamatan Paciran. Menunya mirip nasi punar (kuning). Hanya, kalau nasi kuning umumnya ketika memasak dicampuri dengan santan dan sedikit beras ketan. Nasi punar ini kerap juga dikenal.sebagai nasi uduk.
Tetapi, kalau sego muduk saat memasak tidak hanya diberi air santan. Melainkan juga dicampur dengan bumbu rempah, kecuali kemiri.
Kekhasannya lagi, saat memasak nasi untuk sego muduk, masih ada tambahan daun serai, daun jeruk dan kayu musowi, yang memiliki aroma tersendiri. "Semua orang di pasar sudah tahu kok kalau kita beli kayu musowi, " ujar Ismiyatin.
Masih banyak kekhasan lain dari sego muduk ini. Untuk menyantap sego muduk tidak mantap kalau tidak pakai sambal. Padahal, sambal yang dibuat cukup sederhana. Hanya lombok bawang putih dan bawang merah serta sedikit garam lalu diulek. Sudah barang tentu, rasanya pedas.
Adapun untuk lauk pelengkap, biasanya dengan ditambah ikan pindang. Tetapi, seiring kemajuan zaman, ada yang pakai telur dadar atau yang sekarang diganti dengan ikan cumi.
Penyajiannya, sejak dulu hingga sekarang tidak meninggalkan godong (daun) jati sebagai pembungkusnya. Aroma godong jati ini menambah selera untuk menikmati sego muduk.
Sego muduk biasa disantap untuk sarapan pagi dan makan sore hari.
Kepala Desa Sendangagung, Panut Supodo membenarkan sego muduk. adalah kuliner turun temurun yang keberadaannya lebih dari se-abad. "Dari mbah..mbah (nenek) kami sudah ada sego muduk ini. Sampai sekarang tidak berubah, hanya variasi lauk," ujarnya.
Mengapa hanya biasa dimakan untuk sarapan pagi dan sore hari? Kades Panut menjelaskan, bahwa sego muduk dengan berbagai toping dan rasa pedasnya, banyak mengandung lemak. Tentu, ini membutuhkan banyak minum
"Memang pas dimakan untuk sarapan dan sore hari, karena bisa untuk simpanan energi. Tapi bukan tidak enak dimakan siang hari, tetap enak," tandasnya.
Bahkan, masih menurut kades 56 tahun ini, ketika Desa Sendangagung menjadi Desa Berdaya, dan kini sedang mendirikan food corner, ada stan khusus yang menjual sego.muduk ini. "Semoga desa kami. semakin jaya dan turut menyumbang nama harum.Lamongan, "pungkasnya.
Advertisement