Mencermati Koalisi Besar Jelang Pilpres 2024
oleh: Khoirul Umam
Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Jakarta.
WACANA koalisi besar yang sempat didengungkan seusai acara buka puasa bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan sejumlah ketua umumparpol pada April 2023 pelahan mulai menyepi. Wacana koalisi besar meredup seusai PDIP mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden (capres) mereka.
Saat ini posisi Jokowi sudah berbeda. Beberapa waktu lalu Jokowi masih mencoba mengawinkan PDIP dan partai-partai lain di lingkungan Istana. Hal itu coba dilakukan Jokowi dengan komposisi capres Prabowo Subianto. Hal itu pula yang menjadi alasan ketika panen raya di Kebumen, narasi yang dimunculkan bukan Ganjar-Prabowo melainkan Prabowo-Ganjar.
Tetapi, kita melihat, ketika upaya-upaya pengepungan lima partai terhadap PDIP dijawab langsung Megawati Soekarnoputri, Jokowi terkesan kelimpungan. Desain Jokowi menggabungkan kekuatan PDIP dan lima partai lain tidak tercapai.
Oleh karena itu, saat ini Jokowi sedang mencoba menegosiasi ulang, mencoba melakukan kompromi mengawinkan Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Atau, mencoba komposisi terbalik Prabowo dan Ganjar.
Bila hal itu tidak berhasil, karena bagaimanapun kalau komposisi Ganjar-Prabowo, maka elektabilitas Gerindra berpotensi mengalami koreksi besar yang signifikan.
Bila Gerindra berpikir ulang kemungkinan besar mereka tidak akan mengambil opsi itu. Apalagi, jika dicermati banyak partai-partai yang kemarin mendengungkan koalisi besar marah atas kondisi tersebut.
Marahnya, konteksnya, ternyata kesaktian Jokowi tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya. Apalagi, ketika diveto Megawati, jelas Jokowi tidak bisa melakukan apa apa. Konon, Prabowo begitu marah sampai bersumpah membangun koalisi yang sangat kuat untuk menghadapi PDIP di 2024 nanti.
Yang bisa dilakukan Jokowi sekarang menjadi deadlock breaker, apakah memungkinkan, tentu, tapi tidak mudah karena ada ego politik yang sangat besar.
Butuh Waktu Panjang
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid mengakui, koalisi besar akan sulit terealisasi. Karena, untuk menyamakan pandangan dari tiga partai politik besar tidaklah mudah dan membutuhkan waktu yang panjang.
Tidak mudah mencari titik temu bagi partai partai yang ketua umumnya memang memiliki potensi besar untuk masuk di presiden maupun cawapres.
Saat ini, PKB bersama Partai Gerindra sudah menjalin kerja sama politik lewat Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR). Keduanya juga bersepakat untuk menjalin komunikasi dengan partai politik lain guna mendulang kekuatan lebih besar.
Kalau sekarang memang dengan Gerindra kerja samanya, namun kerja sama itu juga dibolehkan untuk merangkul partai-partai yang lain.
Ada yang perlu dicatat, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Muhammad Jusuf Kalla atau JK menyampaikan pandangannya terkait wacana pembentukan koalisi besar. Menurutnya, itu merupakan ide yang bagus, meskipun realisasinya akan tidak mudah.
Dalam praktik politiknya itu tentu tidak mudah untuk menyatukan semuanya. Ide ini bagus, tapi pelaksanaan secara riilnya tentu membutuhkan suatu upaya yang keras.
Sementara itu, JK berpandangan sendiri terkait pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Menurutnya, kontestasi mendatang akan diikuti oleh tiga atau empat pasangan capres dan calon wakil presiden (cawapres).