Mencari Garuda di Ujung Timur Pulau Jawa
“Garuda di dadaku. Garuda kebagaanku. Kuyakin hari ini pasti menang!” Masih ingat? Ini cuplikan sebuah lagu. Reff lagu pembakar semangat ala grup musik cadas: Netral. Lagu ini pernah sangat top dan didemeni para anak muda yang begitu cinta dunia bola.
Mari kita bicara Garuda. Tidak dalam ranah Netral si pelantun lagu Garuda yang pernah top itu. Juga tidak bicara Garuda dalam ranah dunia bola, atau pun sebagai lambang Negara Indonesia sekalipun. Mari kita bicara Garuda sebagai spesies Nisaetus Bartelsii endemik Pulau Jawa yang keberadaannya di alam semakin langka.
Nisaetus bartelsii nama latinnya, atau Elang Jawa nama Indonesianya. Sedikit orang menyebutnya sebagai Burung Garuda. Elang Jawa atau Burung Garuda adalah spesies burung endemik Pulau Jawa. Karena makin langka, Elang Jawa masuk dalam satwa prioritas terancam punah.
Karena ancaman kepunahan itu maka harus ada upaya untuk meningkatkan populasinya. Negara pun hadir disana. Maka, sesuai target Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, peningkatan populasi Elang Jawa di alam harus sebesar 10 persen. Dan, capain peningkatan populasi itu harus terlaksana sampai dengan tahun 2019.
Ini bukan pekerjaan yang ringan, kata Dheny Mardiono, S.Hut, M.Sc., kepada ngopibareng.id. Dheny Mardiono adalah salah satu POLHUT Muda Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah III Jember, yang ditempatkan sebagai “pengawal” status prioritas si Elang Jawa itu.
Dikatakan Dheny Mardiono, upaya pelestarian Elang Jawa ini sebenarnya sudah diawali sejak ditetapkannya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 421/Kpts/Um/8/1970, tanggal 26 Agustus 1970.
Permen itu selanjutnya diperkuat dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Namun tetap saja Elang Jawa ini begitu sulit meningkatkan populasinya sekaligus meminimalisir pergerakan perburuan terhadap Elang Jawa ini.
Masih menurut Dheny, sebagai wujud hadirnya Negara dalam menangkal kepunahan satwa ini, Balai Besar KSDA Jawa Timur mempunyai tiga site monitoring. Dua site monitoring berada di ujung timur Pulau Jawa, yaitu berada di daerah CA/TWA Kawah Ijen dan juga di blok pancur yang merupakan lokasi yang berdekatan dengan CA/TWA Kawah Ijen di Kabupaten Banyuwangi. Monitoring pun rutin dilakukan tiap tahun.
Sebagai data, monitoring rutin Elang Jawa ini sudah dilakukan pada blok Banyulinu. Kawasan itu berjarak sekitar 4 km dari Pos Paltuding. Terletak di kawasan Cagar ALam Kawah Ijen Merapi Ungup-ungup. Pengamatan di blok Banyulinu pernah digelar pada waktu yang sama dengan waktu pengamatan pada blok hutan Banyulinu tanggal 7-11 September 2017.
Menurut Dheny setiap pengamatan dilakukan pencatatan komplit. Termasuk titik koordinat dimana satwa prioritas itu ditemukan. Misalnya, di tahun itu, pada pengamatan di titik koordinat 8° 5'29.34"S dan 114°14'21.47"T ditemukan Elang Ular Bido (Accipiter soloensis) dewasa 1 individu, Elang Hitam (Ictinaetus malayensis) dewasa dengan aktivitas soaring dan bertengger 1 individu. Ditemukan juga Elang Jawa (Nisaetus bartelsii) dewasa 2 individu, dan Elang Perut Karat 5 individu sedang beraktivitas soaring. (widikamidi/bersambung)