Kisah “Petani“ Sawi Hidroponik Jombang, Sebulan Panen 4 Kali
M Budi Setiawan, mulai menanam sawi dengan Hidpronik sejak Februari lalu. Kasubag Keuangan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jombang ini bisa panen empat kali dalam sebulan. Selain di rumah, ia pun menanam sawi di lingkungan kantornya.
Seperti yang terlihat di halaman belakang kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jombang, Jawa Timur. Di area seluas 8x4 meter itu tampak puluhan sawi jenis pakcoy berjajar rapi. Sawi ini disusun secara bertingkat dalam media tanam hidroponik, yaitu menggunakan air.
Terlihat air berisi nutrisi mengaliri akar sawi. Tenaga listrik menggerakkan air dari ujung kanan hingga kiri. Sawi terlihat segar, sehat, dan membuat siapa saja yang memandang ingin memanennya. Tentu saja, barisan sawi ini ditanam oleh M Budi Setiawan.
Ditemui di ruangannya, bapak dua anak itu menjelaskan alasannya menanam hidroponik. “Menanam sawi menggunakan hidroponik ini sebagai hiburan. Tanpa nandur, macul dan pestisida, sudah menghasilkan tanaman yang bisa dijual. Alhamdulillah sejak Maret 2020 sudah lebih dari empat kali panen,” kata Budi kepada Ngopibareng.id pada Rabu, 9 September 2020. Sawi hasil panennya tidak diperjualbelikan dan bisa dikonsumsi staf dan pegawai setempat.
Pria 41 tahun itu menyebut, sebelum menanam sawi di kantor, Budi melakukan percobaan penanaman hidroponik di rumahnya. Budi membeli media hidroponik berjenis nutrient film technique (NFT) berukuran satu meter yang berisi 24 bibit sawi. Media tanam dan bibit diperoleh Budi dari Komunitas Hidroponik Geneng, Jombang.
Melalui komunitas tersebut, sarjana manajemen itu juga memperoleh ilmu penanaman hidroponik. Bahkan salah satu anggota mendampingi Budi saat praktik menanam sawi pertama kali. Kini ia memiliki beberapa ladang hidroponik di rumahnya. “Saya belajar hidroponik dari Komunitas Hidroponik Geneng selama dua minggu. Dari sana saya juga didampingi dalam praktek penanamannya. Pertama kali nyoba pada Februari 2020, alhamdulillah sukses, makanya saya kembangkan lebih lanjut,” ujarnya.
Menanam Sawi di Kantor
Lantaran percobaan penanaman di rumahnya berhasil, Budi bersemangat untuk memanfaatkan lahan kosong di kantor ia bekerja. Setiap datang dan menjelang pulang kerja, pria asli Jombang itu memeriksa tanaman hidroponiknya agar terhindar dari ulat.
Kendati semula timbul pro dan kontra di antara koleganya, beruntung Budi mengantongi izin dari Kepala Disdikbud, Agus Purnomo. Selain itu, setelah panen pertama, banyak rekannya yang berbondong-bondong membantu Budi merawat puluhan sawi itu. “Awalnya ada pro dan kontra. Ada yang bilang nanti repot dan ribet karena nggak ada yang ngurus. Tetapi setelah pertama kali panen, responnya positif. Teman-teman juga membantu merawat sawi,” ceritanya.
Sementara, selain di kantor, pria yang menyukai pencak silat itu lantas menyulap halaman rumahnya menjadi lahan bercocok tanam hidroponik. Di antaranya, ada lahan seluas 6x7 meter dipenuhi sekitar 400 sawi yang siap dipasarkan.
Hasilkan Uang Tambahan
Metode hidroponik yang dipilih Budi menggunakan NFT. Menurut Budi, NFT tidak membutuhkan banyak air serta cara membersihkan media tanamnya lebih mudah. Selain itu, sawi yang dihasilkan berkualitas baik jika dibandingkan dengan sawi pada media tanam hidroponik deep flow technique (DFT) dan media tanah.
Sawi hidroponik NFT lebih segar dan daun rasanya tidak pahit. Waktu panen pun tidak lama. Paling lambat 24 hari, sedangkan paling cepat satu minggu. Sawi yang ditanam di tanah membutuhkan waktu satu hingga dua bulan agar siap dituai.
Perawatan NFT pun lebih mudah. Sawi hanya perlu dialiri air setiap harinya. Sedangkan pemberian nutrisi dilakukan satu minggu sekali. “Sawi hidroponik lebih sehat karena nutrisi AB mix-nya larut dalam air. Kalau ditanam di tanah, biasanya bahan kimianya mengendap di daun. Makanya daun sawinya terasa pahit,” bebernya.
Di lahan hidroponik pada teras rumah Budi, sekali panen bisa dipetik 100 ikat sawi. Setiap bulannya, dari beberapa lahan hidroponiknya, Budi bisa memanen empat kali. Sawi ini sebagian besar dijual secara online ke teman terdekat Budi dan sang istri. Sawi dua ikat dibanderol Rp 5 ribu. Selain sawi, Budi juga memproduksi jus sawi yang dicampur dengan buah-buahan. Seperti nanas, buah naga, dan jeruk.
Jus ini hanya dibuat sesuai pesanan, sebab jus sawi hanya mampu bertahan kurang dari satu hari. “Saya bisa dapat Rp 650 sekali panen, itu dari penjualan sawi ikat dan jus. Saya pasarkan ke Facebook dan Whatsapp. Sawi ini lebih mudah perawatannya dibanding selada. Selada seperti bayi, kelebihan atau kekurangan nutrisi hasilnya pahit,” tutupnya.
Advertisement