Menteri Agama Wacanakan Relaksasi Rumah Ibadah
Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi membuka wacana untuk merelaksasi rumah ibadah di tengah penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) terkait Covid-19 di berbagai daerah.
Hal ini ia katakan untuk menanggapi usalan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait pembatasan aktivitas agama di rumah ibadah serta adanya kritik
dari beberapa anggota Komisi VIII DPR RI.
Pertanyaan dan kritik itu muncul dari anggota Komisi VIII Maman Imanulhaq dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Ace Hasan Syadzily dari Fraksi Partai Golkar, dan Moeklas Sidiq dari Fraksi Gerindra.
Mereka berpandangan, tempat ibadah, khususnya masjid tidak perlu ditutup seutuhnya demi mencegah penyebaran Covid-19.
Pasalnya, beberapa fasilitas umum lainnya masih tetap dibuka dengan catatan mematuhi aturan pembatasan fisik atau physical distancing.
Menag mengatakan sudah berniiat mengusulkan relaksasi di rumah ibadah, tapi belum bisa mengangkat usul tersebut ke publik.
Ia mengaku sempat mendiskusikan opsi tersebut dengan beberapa direktur jenderal (dirjen) di Kementeriannya.
Dari hasil diskusi tersebut, perlu ada beberapa persiapan yang harus dilakukan, termasuk siapa penanggungjawab pelaksanaan relaksasi tersebut.
"Saya katakan ya mungkin pada umumnya, penanggungjawab masjid masing-masing, rumah ibadah masing-masing. Tapi nanti kita rumuskan lebih detail lah," ujar Menag melalui vedio conference di Jakarta, Selasa 12 Mei 2020.
Ia tidak mau terburu-buru menyampaikan usulan tersebut karena masih perlu dibahas lebih lanjut dengan presiden dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Pembahasan itu termasuk merumuskan secara detail pelaksanaannya di masyarakat.
"Saya akan coba ajukan dan diskusikan dengan teman-teman lain dan sama-sama untuk mengambil keputusan itu," kata Fachrul.
Secara terpisah Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi mengapresiasi pandangan bahwa masjid tidak harus benar-benar ditutup demi menghindari penularan Covid-19.
"Itu sesungguhnya yang menjadi perhatian dan prioritas kami, bahwa kami setuju dalam pelaksanaan, tidak boleh kemudian masjid itu digembok, tidak boleh ada kegiatan, atau misalnya gereja digembok, tidak boleh," kata Zainut di Jakarta, Selasa 12 Mei 2020.
Menurut Zainut, masjid tetap bisa melakukan kegiatan keagamaan seperti biasa, namun dengan catatan tetap memperhatikan protokol pencegahan Covid-19.
Selain itu, yang patut dipertimbangkan pula bagi tempat ibadah yang hendak membuka pintunya, yakni tidak berada di daerah yang memiliki potensi penularan Covid-19 tinggi.
Terkait zona penularan, Zainut menyarankan pemuka agama setempat untuk berkomunikasi dengan pemerintah daerah terlebih dahulu.
"Untuk itu kami mengimbau kepada tokoh agama agar melakukan komunikasi dengan pemerintah setempat.Mana daerah-daerah yang diperbolehkan untuk dilakukan relaksasi atau kelonggaran, mana yang tidak boleh," kata Zainut.
Zainut mengatakan, menghindarkan diri dari bahaya adalah hal yang menjadi prioritas dalam agama.
Oleh karena itu, ia mengapresiasi semua masyarakat yang menaati anjuran pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk melakukan pembatasan fisik dengan tidak beribadah bersama di masjid.
Presiden Joko Widodo juga sempat meminta penerapan PSBB yang dilakukan untuk mengatasi penyebaran Covid-19 agar dievaluasi.
Ia pun meminta penerapan PSBB tidak berlebihan, tetapi juga tidak terlalu longgar penegakan aturannya.
"Ini perlu evaluasi, mana yang penerapannya terlalu over, terlalu kebablasan, dan mana yang masih kendur," kata Jokowi dalam rapat terbatas melalui video conference, Senin 4 Mei 2020.