Kasus MeMiles Banyak yang Tak Melapor karena Takut Jadi Tersangka
Praktik investasi bodong yang dijalankan PT Kam and Kam berbasis aplikasi MeMiles benar-benar memberi keuntungan besar bagi otak jaringan ini. Beruntung para pelaku sudah berhasil diringkus oleh polisi dan sudah ditetapkan menjadi tersangka.
Direktur Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus), Kombes Pol. Gidion Arif Setyawan menjelaskan, praktik itu dilakukan dengan skema ponzi. Skema ponzi diketahui merupakan praktik investasi ilegal yang membayarkan keuntungan kepada investor dari uang mereka sendiri atau uang yang dibayarkan oleh investor berikutnya.
Bukan dari keuntungan yang diperoleh oleh individu atau organisasi yang menjalankan operasi ini. Malah, pelaku utama bisa mengeruk keuntungan yang lebih besar dari uang yang masuk.
"Mempersilakan masyarakat bergabung jadi member kalau mau bergabung dia harus top up kemudian diberi slot iklan mau dipakai atau gak. Dari slot iklan dia diberi bonus sesuai yang ditawarkan. Misalnya Rp50 juta bisa dapat mobil. Kemudian setelah top up uang terkumpul (dia mendapat reward). Nah satu orang bisa ngirim banyak nama itu ciri-ciri skema ponzi," *papar Gidion*.
"Sedangkan barangnya juga gak ada. Nah yang dapat reward uangnya dapat dari sini dengan modus menawarkan produk iklan di aplikasi MeMiles. Sehingga dia pasang 10 juta bisa saja dapat lebih," imbuhnya.
Iklan yang dimaksud seperti apa? Gidion menjelaskan, iklan yang ditawarkan bisa apa saja dan tidak ada penjualan produk seperti aplikasi OLX dan lainnya. Karena tidak ada produk yang diperjualbelikan, para member dapat memasang gambar apapun untuk bisa menerima keuntungan dari investor lain.
Dalam hal ini, Gidion mengatakan, praktik ini hampir sama layaknya sistem single level marketing dan multi level marketing (MLM) yakni mengendalikan nasabah untuk melakukan investasi dan memberi keuntungan yang tidak masuk akal bagi para member lain.
Gidion menjelaskan, di awal ada agen yang menarik member dengan menawarkan memasang iklan dengan bayaran yang ditetapkan yakni minimal Rp50 ribu-Rp200 juta. Untuk menarik minat, para pelaku memberikan iming-iming reward yang bisa didapatkan berupa mobil, smartphone, kulkas dan barang lainnya.
"Agen itu siapa? Agen ini adalah yang merekrut member tapi dia misalnya dapat keuntungan 10 persen dari uang yang diinvestasikan member baru. Nah, 10 persen ini kan banyak, terus kapan dia mau dapat mobil seperti yang diinginkan wong uang itu juga masuk ke agennya," ungkap mantan Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jatim itu.
Karena itu, Gidion menyebut, kenapa laporan pengaduan yang masuk masih sedikit karena member yang naik menjadi agen bisa mendapat cashback dan reward. Sehingga, banyak yang tidak melapor karena diduga takut jadi tersangka karena ikut membesarkan sistem yang dijalankan.
Berdasar data sementara, dari dua sistem pengaduan yang dibuka oleh Polda Jatim yakni pengaduan langsung melalui posko atau melalui online, jumlahnya masih sangat sedikit. Dari total 264 ribu member, baru 186 yang melaporkan.
Bahkan, dari analisis awal bisa saja dari jumlah member yang besar banyak pula agen yang menarik member dan bisa saja dijadikan tersangka.
"Bisa saja banyak tersangkanya, tapi gak mungkin semua kita tersangkakan. Kita akan melihat dulu kualifikasinya," pungkasnya.