Memformat Jiwa di Sawunggalih Art Testival
Sawunggalih Art Festival yang digelar di Stasiun Lama Purworejo, 8-9 Desember 2018, mengajak publik memformat jiwa dan raga agar kembali kepada kemurnian, pemahaman manusia, dan keseimbangan sosial, kata penggagas acara, Nungki Nur Cahyani.
"Festival yang pertama ini sebagai wadah seni pertunjukan. Penampil dan audiens bisa bersama-sama memahami dan mencari intisari hidup. Manusia dalam menjalahi hidupnya tetap berpijak dan kembali menjaga kemurnian, memahami untuk apa manusia diciptakan, dan agar menjalani secara ideal, setimbang dalam berinteraksi sosial," kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima di Magelang, Sabtu 24 November 2018.
Ia mengharapkan festival dengan tema "On The Track" itu, menjadi refleksi atas kemudi yang menghantarkan manusia menuju kebaikan, setia kepada proses perjalanan hidup, dan mengingat sejarah.
Pengambilan nama festival, "Sawunggalih Art Festival", ujar Nungki yang juga penari asal Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah dan pimpinan Nungki Art Work itu, terkait erat dengan nama moda transportasi Kereta Api Sawunggalih Utama yang beroperasi sejak 1977 melayani rute Kutoarjo (Purworejo)-Pasar Senen (Jakarta).
"Tetap setia melayani jutaan penumpang warga Kedu selatan (salah satu wilayah eks-Keresidenan Kedu, red.) dan sekitarnya dengan berbagai tujuan bepergiannya," kata dia.
Ia menyebut Sawunggalih sebagai nama tokoh kebanggaan warga Purworejo, "Tumenggung Sawunggalih Kartowiyogo". Sosok itu adalah pimpinan laskar perang Mangkunegaran dan petarung ulung pada masa lampau yang kemudian menjadi ulama dan konsisten terhadap pilihan hidupnya hingga mangkat.
Sawunggalih Art Festival 2018 menyajikan berbagai pementasan, antara lain seni gerak, musik, performa, dan kolaborasi seni.
Penyelenggara festival tersebut mengundang para seniman tari dan musik, antara lain dari Jakarta, Bandung, Cirebon, Yogyakarta, Solo, Magelang, Palu, dan Purworejo.
Para pengisi acara, antara lain Diego Leonardo Olieviera (Brazil), Selfina Cepy (Palu), Komunitas Lima Gunung dan Jodo Kemil (Magelang), Maria Bernadeta Aprrianti (Jakarta), Lena Guslina dan Deden Tresnawan (Bandung), Iing Sayuti (Cirebon), Denny Dumbo (Yogyakarta), Widya Ayu Kusumawardani, Galih Naga Seno, Kemlaka, dan Danang Pamungkas (Solo), Nungki Nur Cahyani, Melania Sinaring Nia, Congcully, Dolalak Budi Santosa, dan Hadroh Al Fatah (Purworejo).
"Untuk menampilkan karya-karya terbaiknya serta sebagai ajang silaturahmi seni baik bagi para seniman dan juga bagi diaspora Purworejo," kata dia. (ant)