Memetik Hikmah Tokoh Pendahulu NU
Nahdlatul Ulama (NU) merupakan kekuatan moderat Islam di Indonesia. Sebagai organisasi Islam terbesar di dunia, gerak langkah NU selalu menarik perhatian masyarakat.
Pascamuktamar ke-34 di Lampung, NU mempertegas diri pada penataan organisasi serta memosisikan diri sebagai kekuatan Islam yang berkontribusi bagi Peradaban Dunia. Maka tagline “Memajukan (Menjaga) Tradisi Membangun Peradaban” menjadi bagian penting perkembangan organisasi yang didirikan para ulama pesantren ini.
Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar dan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf bertekad menjadikan organisasi yang berdiri 31 Januari 1926 ini, sebagai kekuatan yang solid dan mandiri. Maka aturan main organisasi harus ditegakkan guna menyelaraskan langkah dan kebijakan PBNU dan jajaran di bawahnya (PWNU, PCNU, MWCNU hingga Ranting dan Anak Ranting NU).
Dari kebijakan ini, ada ketegasan dari PBNU. Sejumlah tokoh akhirnya minggir, dihentikan melalui aturan organisasi. Sejumlah tokoh yang terkena aturan inilah kemudian berkumpul dan menginginkan adanya Muktamar Luar Biasa (MLB) NU.
Di sisi lain, ada juga konflik Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang didirikan NU, punya hubungan kurang harmonis dengan PBNU. Bahkan secara terang-terangan menolak arahan dan keputusan PBNU. Akibatnya, ada yang menginginkan adanya MLB PKB.
Inilah yang dihadapi kaum santri khususnya warga Nahdliyin. Bagaimana pandangan para tokoh soal ini, berikut Andi Jamaro Dulung, Ketua PBNU 1999-2010, menyampaikan pemikiran dan usulannya. (Redaksi)
DUA MLB HARUS DITOLAK
Oleh: Andi Jamaro Dulung
Ketua PBNU 1999-2010.
Teringat pada Muktamar ke-33 di Jombang, tepatnya bulan Agustus 2015.
Ada perbedaan yang sangat signifikan antara kubu KH Salahuddin Wahid dan KH. Said Aqiel Siroj.
Sebagian besar, peserta pemegang suara di Muktamar NU (Ketua PW dan Ketua PC NU) masih berada di Pesantren Tebuireng.
Eeehhh…! Pemilihan Rais Aam dan Ketua Umum PBNU sudah dilaksanakan di Alun-Alun.
Merasa dicurangi, PWNU dan PCNU yang berada di Tebuireng, berkumpul di Gedung KH Yusuf Hasyim lantai 3 untuk melaksanakan muktamar lanjutan.
Forum sudah rapi dan siap secara aklamasi menetapkan, KH. Ahmad Hasyim Muzadi sebagai Rais Aam PBNU dan KH. Salahuddin Wahid sebagai Ketua Umum PBNU.
Gus Aab (KH Abdullah Syamsul Arifin) sebagai Pimpinan Sidang mempersilakan tiga tokoh berbicara. Mereka adalah:
1. KH. Malik Madani (Yogyakarta);
2. KH. Salahuddin Wahid (Tebuireng Jombang); dan
3. KH. Hasyim Muzadi (Ketua Umum PBNU 1999-2010).
Ketiga tokoh tersebut dalam pidatonya sepakat:
1. Tidak setuju Forum ini dilanjutkan, karena menyebabkan NU pecah;
2. KH. Hasyim Muzadi dan KH. Salahuddin Wahid tidak bersedia dipilih jadi Rais Aam dan Ketua Umum PBNU;
3. Kalau Muktamar Alun-alun Jombang dianggap tidak sah, gugat di pengadilan;
4. Apapun keputusan pengadilan harus diterima.
Bubarlah forum itu dengan menyisakan kekecewaan para inisiator, termasuk penulis.
Hikmah di balik peristiwa itu adalah:
1. Setajam apapun perbedaan itu, keutuhan NU menjadi tujuan utama.
2. Para tokoh NU mencontohkan bahwa ego dan syahwat berkuasa harus dikalahkan jika berhadapan dengan keutuhan Jamiyah NU.
MLB NU dan MLB PKB
Sebelum dua MLB dilaksanakan sudah terjadi ancaman yang berujung pada kemungkinan adanya tokoh masuk bui. Bahkan ada anggota DPR RI terpilih bakal gagal dilantik.
Bahkan kemandirian PKB nyaris hilang dalam menentukan Calon Kepala Daerah pada PILKADA yang akan datang.
Ironisnya, semua ancaman ini melibatkan pihak luar.
Semua pihak di luar NU dan PKB akan bertepuk tangan menyaksikan kekisruhan ini.
Semua peristiwa dalam konflik ini, tidak satu pun yang mengangkat wibawa dan marwah NU dan PKB.
Olehnya itu sudahlah, Kedua MLB HARUS dihentikan. Jadi rusak dan rugi semua.
Mengikuti saran GUS MUS, agar ROIS AAM PBNU mengumpulkan Surya NU dan Kiyai Non struktural untuk mendengarkan dan memberi tausiyah kepada:
1. DPP PKB di bawah kepemimpinan Gus Muhaimin Iskandar;
Jajaran Tanfidziah PBNU di bawah kepemimpinan KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya Staquf) ; dan
3. Lebih cepat lebih baik.