”Membela Islam, Membela Kemanusiaan”, Ini Karya Intelektual Muda Muhammadiyah
Jakarta: Membela tanah air Indonesia adalah bagian dari kewajiban warga negara. Begitu juga dengan membela agama, adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh seluruh pemeluknya. Maka bagi bangsa Indonesia yang dominan beragama islam, aksi bela islam menjadi sebuah gerakan yang wajar dilakukan.
Hal tersebut senada dengan intisari dari buku “Membela Islam, Membela Kemanusiaan” yang merupakan karya intelektual muda Muhammadiyah Fajar Riza Ul Haq. Fajar mengungkapkan bahwa istilah “Aksi Bela Islam” yang mencuat sekarang ini merupakan mantra ampuh untuk memobilisasi dukungan umat Islam dalam merespons isu-isu sosial dan politik aktual yang dianggap berkaitan dengan nasib dan kepentingan umat Islam.
“Pembelaan terhadap Islam hendaknya selaras dengan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan yang universal serta harus berpijak pada kepentingan menjaga hak-hak umat Islam yang selaras dengan bangunan politik kebangsaan dan kemanusiaan yang universal,” kata Fajar saat peluncuran buku “Membela Islam, Membela Kemanusiaan” pada Rabu (18/10/2017) bekerjasama Maarif Institute.
Lebih lanjut Fajar menyebutkan, sebaiknya elite politik dan pemimpin agama menahan diri, tidak melontarkan pernyataan-pernyataan yang memicu sentimen sektarian maupun rasial. Hal ini demi menjaga kebatinan Indonesia agar integrasinya tidak terus tergerus.
Kemudian dalam testimoninya, Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 1998-2005 Syafii Maarif menyebut, karya ini sepatutnya dibaca publik luas. “Sebagai seorang intelektual aktivis, penulisnya sudah punya jaringan luas dengan berbagai kalangan beragam yang merupakan modal tambahan bagi bobot karyanya,” terang Syafii.
Sementara itu, Indonesianis asal Jepang yang banyak mengamati perkembangan Islam di Indonesia, Mitsuo Nakamura menyebut bahwa buku tersebut mencerminkan keseriusan, kejujuran, dan keberanian penulisnya untuk mendalami isu-isu keagamaan dan sosial-politik kontemporer di Indonesia.
“Karya penting ini memperkuat pandangan-pandangan kebangsaan inklusif dalam umat Islam yang semakin menghadapi tantangan dari luar maupun dari dalam,” tutur Nakamura.
Lalu Franz Magnis-Suseno, Rohaniawan Katolik yang turut hadir dalam peluncuran buku itu mengatakan bahwa seluruh warga Indonesia memang sudah semestinya menjaga harkat keagamaan, harkat keturunan antar agama dan harkat persatuan Indonesia.
“Indonesia terdiri dari beragam latar belakang. Upaya untuk menadamaikan, menyembuhkan dan merekonsiliasi konflik agak susah untuk ditangani kalau tidak ada persatuan di antara kita,” ujar Magnis.
Magnis mengungkapkan bahwa melalui Fajar dan Maarif Institute, menunjukkan bahwa agama islam mampu diandalkan oleh kalangan agama lain. (adi)