Membawa 10 Peti Mati, Buruh Kontrak BUMN Demo Depan Istana
Ratusan tenaga kontrak gabungan dari beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berunjuk rasa di depan Istana Merdeka Jakarta, Selasa 15 Januari 2019. Buruh kontrak itu menyampaikan beberapa tuntutan, antara lain minta diangkat sebabagai karyawan tetap, menuntut pembayaran uang lembur.
Sebanyak 1.900 karyawan yang diPHK dengan alasan pengurangan tenaga, supaya dipekerjakan kembali, bila tidak mereka menuntut uang pesangon susuai dengan peraturan Menteri Tenaga Kerja.
Yang menarik perhatian, mereka membawa kotak berukuran 1x2 meter dengan tinggi 1,25 meter. Kotak itu diisi tanah kemudian ada nisannya juga. Peti berisi tanah ini menjadi mirip makam.
Sepuluh buah peti itu ditempatkan di luar tenda. Mereka tidak akan meninggalkan depan Istana Merdeka sebelum ditemui Presiden Jokowi atau Menteri BUMN Rini Suwandi.
Para pengunjuk rasa itu juga membawa lima keranda yang dibungkus kain warna putih. Di keranda itu ditulis nama Menteri BUMN Rini Suwandi. Selain itu juga terdapat beberapa poster yang menuntut BUMN mundur kalau tidak menyelesaikan yang dialami buruh kontrak di bawah BUMN.
Heri Sugiri, koordinator aksi mengatakan keranda dan kuburan buatan yang dibawa oleh pengunjuk rasa sebagai bentuk penderitaan buruh kontrak di bawah BUMN, seperti PT Pelindo II, Jakarta Internasional conteiner (JITC) Koja dan Patra Niaga Pertamina.
Heri mengibaratkan buruh kontrak itu seperti telur di ujung tanduk. Ke depannya tidak ada jaminan yang jelas. "Bisa diberhentikan sewaktu waktu kalau tidak dibutuhkan lagi. Ini yang membuat kami resah," kata Heri.
Tapi, rencana mereka untuk bertahan di depan Istana Merdeka tak bisa terwujud. Satpol PP bersama Polres Metro Jakarta Pusat minta, alat unjuk rasa segera dikemasi dan tenda yang mereka bangun harus dibongkar karena menyalahi aturan dan mengganggu keteriban umum.
Setelah melakukan negosiasi pengunjuk rasa akhirnya mengalah. Peti mati dan tenda dibongkar. Polisi memberi batas waktu unjuk rasa sampai pukul 17.00 WIB. Bila ketentuan tidak ditaati aparat kepolisian berwenang membubarkan, kata kepala Satpol PP Wilalayah Jakarta Pusat Rahmat Lubis. (asm)