Membangun Kembali Moral Bangsa, Ini Usulan Busyro Muqoddas
Busyro Muqoddas, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah ajak masyarakat secara serius bersama-sama membangun kembali moral bangsa. Menurutnya, ajaran Islam yang sesuai dengan jiwa asli bangsa Indonesia dan spritit ruhaniyah Pembukaan UUD 1945, saat ini dan kedepan, lebih memerlukan komitmen semua pihak. Baik unsur pemerintah maupun masyarakat madani.
“Bagaimanapun pembangunan dituntut untuk didasarkan kepada kejujuran. Jujur untuk tidak menyalahgunakan kekuasaan, memangsa hak orang lain, apalagi hak rakyat. Salah satu penyakit yang merugikan bangsa kita adalah suap, karena suap bukan saja sebagai kejahatan tetapi sebagai perbuatan yang merusak ruhani dan kesehatan mental fisik bangsa,” kata Busyro, dalam keterangan diterima ngopibareng.id, Jumat 7 Juni 2019.
Disampaikan, ajaran Islam jelas mengharamkan prakterk suap, sebagaimana hadist riwayat Ahmad yang artinya, “Rasulullah melaknat orang-orang yang menyuap dan orang-orang yang disuap, dan juga orang yang menjadi perantara di keduanya. (HR. Ahmad)”
“Dengan berpuasa sesuai syariat Islam, muslim dan muslimah akan memiliki kekuatan ruhaniyah/ jiwa (spiritual) yang mampu mengendalikan hawa nafsu dan mempau merasakan kenikmatan spiritual karena kedekatan dengan Allah Sang Pecipta. Juga kelekatan dengan sesama Muslim dan sesama anak bangsa,” kata Busyro.
Sebelumnya, Busyro mengatakan hal itu dalam penyampaian Khutbah Idul Fitri di Lapangan PHBI Trirenggoo, Bantul, pada Rabu. Untuk itu, melalui tema khutbah Idul Fitri 1440 H “Menebar Kebajikan Umum melalui Hikmah Sholat dan Puasa”.
Busyro mengingatkan puasa harus menjadi pendidikan kesehatan jiwa dan memperkokoh karakter Muslim. Sebab puasa yang ditegakkan dengan sungguh-sungguh sesuai syariah dan ikhlas karena Allah semata, akan menghasilkan perubahan besar pada diri umat Islam.
“Dengan berpuasa sesuai syariat Islam, muslim dan muslimah akan memiliki kekuatan ruhaniyah/ jiwa (spiritual) yang mampu mengendalikan hawa nafsu dan mempau merasakan kenikmatan spiritual karena kedekatan dengan Allah Sang Pecipta. Juga kelekatan dengan sesama Muslim dan sesama anak bangsa,” kata Busyro.
Puasa sebagai pendidikan ialah membiasakan berkata mulia dan bersikap jujur, dengan mengucap (kalimat thoyyibah) selama sebulan puasa, dan menjauhkan berkata yang tidak terpuji (tidak jujur, tidak senonoh, berbohong) adalah perilaku Islami yang juga menjadi karakter bangsa Indonesia.
“Jika amaliah terpuji ini dibiasakan bahkan lebih-lebih menjadi jiwa dan mekanisme tata kelola pemerintahan diberbagai tingkatan. Maka kebutuhan hadirnya pemerintahan, DPR/DPRD, aparat dan penegak hukum yang bersih, jujur, bermartabat, dan berpihak tegas kepada rakyat yang berdaulat akan segera terwujud,” kata Busyro.
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini juga mengingatkan bahwa hal yang paling tepat bagi bangsa Indonesia saat ini, termasuk umat Islam sebagai pewakaf terbentuknya Negara Republik Indonesia, yaitu untuk mewujudkan amal sosial sebagai mengembangan solat dan puasa.
“Lafaz doa-doa di dalam sholat dan ibadah puasa, mengandung makna sosial, yakni solat dan puasa bukan sekadar menggugurkan kewajiban syar’i. Namun solat dan puasa yang berdampak untuk lebih peka dan advokatif berupa pemberdayaan rakyat agar lebih terbebas dari dampak ketidak-adilan sosial, politik, ekonomi dan hukum dan hak asasinya,” kata Busyro. (adi)