Membaca Surat Yusuf dan Maryam bagi Calon Bayi, Begini Hukumnya
Aliran Salafi memang tidak pernah suka dengan tabarruk, demikian halnya juga tidak mengamalkan tafaul. Sementara kita sering mengamalkan keduanya. Sebab kita yakin, keberkahan dan kebaikan datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Mari kita perhatikan hadits berikut:
ﻗﺎﻝ ابو هريرة ﺳﻤﻌﺖ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮﻝ: «ﻻ ﻃﻴﺮﺓ، ﻭﺧﻴﺮﻫﺎ اﻟﻔﺄﻝ» ﻗﺎﻟﻮا: ﻭﻣﺎ اﻟﻔﺄﻝ؟ ﻗﺎﻝ: «اﻟﻜﻠﻤﺔ اﻟﺼﺎﻟﺤﺔ ﻳﺴﻤﻌﻬﺎ ﺃﺣﺪﻛﻢ» رواه البخاري
Abu Hurairah mendengar bahwa Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Tidak boleh meyakini sial (seperti dari suara burung). Sebaik-baiknya adalah tafaul (mengharap kebaikan)”.
Para sahabat bertanya: “Apa tafaul?”
Nabi menjawab: “Kalimat yang bagus, yang didengar oleh kalian.”(HR Bukhari)
Hadits di atas menegaskan bahwa tafaul berbeda dengan tathayyur atau tsyaum (merasa sial). Tafaul dibolehkan. Nah, yang kita amalkan adalah tafaul kandungan dengan dibacakan surat dalam Al-Quran, yaitu surat Yusuf dan Surat Maryam.
Bagaimana hukum tafaul dengan surat dalam al-Quran? Ulama beda pendapat, kebetulan kita mengikuti pendapat yang membolehkan:
(ﻭاﺳﺘﻔﺘﺎﺡ اﻟﻔﺄﻝ ﻓﻴﻪ) – ﺃﻱ: اﻟﻤﺼﺤﻒ (ﻓﻌﻠﻪ) ﺃﺑﻮ ﻋﺒﻴﺪ اﻟﻠﻪ (اﺑﻦ ﺑﻄﺔ) – ﺑﻔﺘﺢ اﻟﺒﺎء – (ﻭﻟﻢ ﻳﺮﻩ) اﻟﺸﻴﺦ ﺗﻘﻲ اﻟﺪﻳﻦ ﻭﻻ (ﻏﻴﺮﻩ) ﻣﻦ ﺃﺋﻤﺘﻨﺎ. ﻭﻧﻘﻞ ﻋﻦ اﺑﻦ اﻟﻌﺮﺑﻲ ﺃﻧﻪ ﻳﺤﺮﻡ، ﻭﺣﻜﺎﻩ اﻟﻘﺮاﻓﻲ ﻋﻦ اﻟﻄﺮﺳﻮﺳﻲ اﻟﻤﺎﻟﻜﻲ، ﻭﻇﺎﻫﺮ ﻣﺬﻫﺐ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ اﻟﻜﺮاﻫﺔ
“Mengawali mendapatkan kebaikan dari Al-Quran telah dilakukan oleh Abu Ubaidillah ibn Battah. Syekh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah dan imam kita lainnnya (Hanabilah) tidak sependapat.
Ibnu Arabi mengharamkannya. Al-Qarafi meriwayatkan hukum haram ini dari Thurthusi al-Maliki. Sedangkan pendapat secara dzahir Madzhab Syafiiyah adalah makruh.” (Mathalib Uli An-Nuha, 1/159).
Demikian penjelasan Ust. Ma’ruf Khozin, Ketua Aswaja Center PWNU Jatim. (adi)