Membaca Al Qur'an
MEMBACA Al Quran sambil merenungkan maknanya adalah salah satu tombo ati (pengobat hati). Tapi serta-merta menetapkan hukum dari lafadh Quran tidaklah dibenarkan. Dalam orasinya di Heritage Foundation, Washington DC, Amerika Serikat, Gus Mus menjelaskan bahwa untuk memahami Al Quran secara memadai diperlukan perangkat ilmu yang kompleks: suatu science of interpretation (ilmu tafsir). Usai orasi itu, seorang pemimpin Gereja Baptis Amerika, Pendeta Richard Rand, minta bertemu. Gereja Baptis adalah satu sekte Kristen Fundamentalis. Mereka mengharamkan alkohol dan menganggap Agama Islam bersumber dari setan!
Saat bertemu, Richard Rand membuat pengakuan,
“Sekarang saya tahu, mengapa selama ini kami menyalahpahami Islam. Itu karena kami membaca Quran seperti cara kami membaca Bible: literal, tekstual. Kami sama sekali tidak menyadari (ignorant) bahwa Quran menuntut science of interpretation seperti yang Anda jelaskan!”
Jangankan non-muslim, orang Islam sendiri pasti menyalahpahami Quran jika tidak berbekal ilmu yang cukup.
Seorang petani baduwi kedapatan makan buah-buahan pada siang hari di bulan Ramadhan. Ia pun ditegur,
“Kenapa kamu tidak puasa?”
“Aku membaca Al Quran dan mendapati perintah:
كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ
(‘Makanlah buahnya ketika berbuah’ — Al An’aam: 141).
Aku tidak berani menunggu sampai maghrib karena belum tentu ajalku tidak tiba sebelumnya. Jangan sampai aku mati dalam keadaan ma’siat karena belum menjalankan perintah Quran itu!”
(Dikutip dari Terong Gosong KH Yahya Cholil Staquf)