Membaca Al-Fatihah Bukan dari Islam? Ini Penjelasan Ulama
Perbedaan pendapat di kalangan umat Islam adalah rahmah. Demikian telah diwasiatkan Rasulullah Muhammad Shallallahu alahi wasallam (SAW). Sayangnya, di antara para alim itu justru kerap menyalahkan pihak yang berbeda itu.
Misalnya, soal membaca Al-Fatihah sebelum berdoa dan sesudah berdoa. Di kalangan kaum santri, hal itu telah menjadi lazim. Lalu ada pihak lain tak setuju dengan itu, dengan menyebutkan bahwa hal itu bukan ajaran Islam.
Lho, lalu bagaimana kejelasannya?
Untuk memahami hal itu, berikut keterangan Ust Abdul Wahab Ahmad, Dosen Universitas Islam Negeri KH Achmad Siddiq (UIN-KHAS) Jember:
Dengan maksud baik agar dirinya tak ditanya oleh Malaikat saat kiamat nanti mengapa tak mengingatkan masyarakat tentang bid'ah, Ustadz Ashim (Assim) akhirnya mengatakan bahwa membaca al-Fatihah untuk membuka acara, kelahiran, kematian dan pernikahan adalah bid'ah yang bukan ajaran islam. Di awal pidato langsung dia bertanya: "apakah kamu lebih pandai dari Rasul?" Dengan mantap di akhir dia berkata; "This is not from Islam".
Lalu kalau bukan dari islam lantas dari mana ajaran mulia membaca al-Fatihah dalam berbagai momen spesial ini? Dari Kristen, Yahudi, Budha, Hindu, ateis atau dari mana? Pengikut ustadz Ashim barangkali bisa menjawab pertanyaan ini.
Nalar mudah memvonis "bukan dari islam" seperti itu hanya muncul dari pikiran yang halu merasa bahwa semua yang dia setujui adalah islam itu sendiri sehingga bila ada yang tidak disetujui maka dianggap bukan berasal dari islam. Ini adalah nalar yang berbahaya bagi kehidupan beragama.
Sebelum membahas tentang fatihah, ada bagian menarik dari pidatonya di mana dia bercerita bahwa kalau dia sakit tenggorokan, dia biasa membaca surat al-Fatihah lalu dia tiupkan ke air lalu diminum sebagai ruqyah. Landasannya adalah hadis Abu Said Al-Khudri yang menyatakan bahwa al-Fatihah adalah ruqyah.
Gunakan Nalar
Sejenak mari kita memakai nalar yang sama dengan yang dipakai oleh Ust Ashim untuk kasus ini agar kita dapat objektif. Kapankah Nabi Muhammad mengajarkan agar membaca fatihah lalu ditiup ke air untuk meredakan sakit tenggorokan? Permahkah Nabi Muhammad sakit tenggorokan lalu mempraktekkan seperti itu? Apakah Ust Ashim lebih pandai dari Nabi?
Kalau mau literal, seharusnya mengikuti resep Nabi Muhammad yang mengajarkan seperti berikut ketika sakit:
ضَعْ يَدَكَ عَلَى الَّذِي تَأَلَّمَ مِنْ جَسَدِكَ وَقُلْ: بِاسْمِ اللهِ - ثَلَاثًا، وَقُلْ سَبْعَ مَرَّاتٍ: أَعُوذُ بِاللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ . (مسلم)
"Letakkan tanganmu di bagian tubuhmu yang sakit lalu baca bismillah 3x, lalu baca 7x "A'udzu billah waqudratihi min syarri ma ajidu wa uhadzir". (HR. Muslim)
Kenapa tidak mengikuti resep Nabi itu saja tapi malah membuat inovasi? Atau setidaknya kenapa tidak berdoa dengan doa yang diajarkan oleh Nabi berikut ini?
اللّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذهِبِ البَأسَ اشفِ أَنتَ الشَّافِي لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاوءُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا
Bagaimana ceritanya resep nabawi di atas bisa diganti dengan inovasi menjadi bacaan fatihah dengan kaifiyah ditiupkan ke air lalu diminum? Siapa yang mengajarkan kaifiyah ini? Apakah Ust Ashim lebih paham dari Nabi?
Adapun hadis Abu Said yang dijadikan dasar, maka isinya sebagai berikut:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ انْطَلَقَ نَفَرٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفْرَةٍ سَافَرُوهَا حَتَّى نَزَلُوا عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَاسْتَضَافُوهُمْ فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمْ فَلُدِغَ سَيِّدُ ذَلِكَ الْحَيِّ فَسَعَوْا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ لَا يَنْفَعُهُ شَيْءٌ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لَوْ أَتَيْتُمْ هَؤُلَاءِ الرَّهْطَ الَّذِينَ نَزَلُوا لَعَلَّهُ أَنْ يَكُونَ عِنْدَ بَعْضِهِمْ شَيْءٌ فَأَتَوْهُمْ فَقَالُوا يَا أَيُّهَا الرَّهْطُ إِنَّ سَيِّدَنَا لُدِغَ وَسَعَيْنَا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ لَا يَنْفَعُهُ فَهَلْ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْكُمْ مِنْ شَيْءٍ فَقَالَ بَعْضُهُمْ نَعَمْ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَرْقِي وَلَكِنْ وَاللَّهِ لَقَدْ اسْتَضَفْنَاكُمْ فَلَمْ تُضَيِّفُونَا فَمَا أَنَا بِرَاقٍ لَكُمْ حَتَّى تَجْعَلُوا لَنَا جُعْلًا فَصَالَحُوهُمْ عَلَى قَطِيعٍ مِنْ الْغَنَمِ فَانْطَلَقَ يَتْفِلُ عَلَيْهِ وَيَقْرَأُ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ فَكَأَنَّمَا نُشِطَ مِنْ عِقَالٍ فَانْطَلَقَ يَمْشِي وَمَا بِهِ قَلَبَةٌ قَالَ فَأَوْفَوْهُمْ جُعْلَهُمْ الَّذِي صَالَحُوهُمْ عَلَيْهِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ اقْسِمُوا فَقَالَ الَّذِي رَقَى لَا تَفْعَلُوا حَتَّى نَأْتِيَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَذْكُرَ لَهُ الَّذِي كَانَ فَنَنْظُرَ مَا يَأْمُرُنَا فَقَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرُوا لَهُ فَقَالَ وَمَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ ثُمَّ قَالَ قَدْ أَصَبْتُمْ اقْسِمُوا وَاضْرِبُوا لِي مَعَكُمْ سَهْمًا فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (بخاري)
"Dari Abu Sa'id radliallahu 'anhu berkata; Ada rombongan beberapa orang dari sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang bepergian dalam suatu perjalanan hingga ketika mereka sampai di salah satu perkampungan Arab penduduk setempat mereka meminta agar bersedia menerima mereka sebagai tamu peenduduk tersebut namun penduduk menolak. Kemudian kepala suku kampung tersebut terkena sengatan binatang lalu diusahakan segala sesuatu untuk menyembuhkannya namun belum berhasil. Lalu diantara mereka ada yang berkata: "Coba kalian temui rambongan itu semoga ada diantara mereka yang memiliki sesuatu. Lalu mereka mendatangi rambongan dan berkata: "Wahai rambongan, sesunguhnya kepala suku kami telah digigit binatang dan kami telah mengusahakan pengobatannya namun belum berhasil, apakah ada diantara kalian yang dapat menyembuhkannya?" Maka berkata, seorang dari rambongan: "Ya, demi Allah aku akan mengobati namun demi Allah kemarin kami meminta untuk menjadi tamu kalian namun kalian tidak berkenan maka aku tidak akan menjadi orang yang mengobati kecuali bila kalian memberi upah. Akhirnya mereka sepakat dengan imbalan puluhan ekor kambing. Maka dia berangkat dan membaca Alhamdulillah rabbil 'alamiin (QS Al Fatihah) seakan penyakit lepas dari ikatan tali padahal dia pergi tidak membawa obat apapun. Dia berkata: "Maka mereka membayar upah yang telah mereka sepakati kepadanya. Seorang dari mereka berkata: "Bagilah kambing-kambing itu!" Maka orang yang mengobati berkata: "Jangan kalain bagikan hingga kita temui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu kita ceritakan kejadian tersebut kepada Beliau shallallahu 'alaihi wasallam dan kita tunggu apa yang akan Beliau perintahkan kepada kita". Akhirnya rombongan menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu mereka menceritakan peristiwa tersebut. Beliau berkata: "Kamu tahu dari mana kalau Al Fatihah itu bisa sebagai ruqyah (obat)?" Kemudian Beliau melanjutkan: "Kalian telah melakukan perbuatan yang benar, maka bagilah upah kambing-kambing tersebut dan masukkanlah aku dalam sebagai orang yangmenerima upah tersebut". Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tertawa. (HR. Bukhari)
Hadis itu sama sekali tidak bicara soal sakit tenggorokan dan apalagi soal kaifiyah meniup air. Apakah bisa kita katakan bahwa ajaran ustadz Ashim bukan dari islam? Kalau mau memakai nalar yang sama, maka jawabannya adalah sama bid'ah dan saya perlu menjelaskan ini agar tidak ditanya nanti oleh malaikat nanti saat kiamat.
Tapi apabila kita mau memperluas cakrawala dan memahami bagaimana istinbath dilakukan, maka kita akan tahu bahwa ajaran ruqyah ala ustadz Ashim itu tidak bermasalah dan tidak melanggar syariat meskipun tidak mempraktikkan sunnah ruqyah yang diresepkan oleh Nabi sendiri. Alasannya adalah keumuman hadis Abu Said di atas dapat diberlakukan pada kasus lain yang juga tidak diterangkan dalam hadis namun mempunyai kesamaan latar belakang.
Hadis Abu Said di atas jelas menceritakan bahwa menjadikan fatihah sebagai ruqyah awalnya sama sekali tidak diajarkan oleh Nabi Muhammad tetapi dipraktekkan langsung oleh Sahabat Abu Said namun ternyata tidak dibid'ah-bid'ahkan oleh Nabi. Dari sini kemudian para ulama ahli hikmah menjadikan bacaan ayat lain, hadis atau doa buatan sendiri sebagai bacaan ruqyah dengan kaifiyah tertentu, yang tentu saja tidak diterangkan dalam hadis tetapi mereka tahu bahwa Nabi Muhammad takkan membid'ahkannya selama tidak ada masalah dengan kontennya. Ini adalah penalaran istinbath yang benar.
Sekarang kita kembali pada kasus bacaan al-Fatihah. Dalam hadis dijelaskan bahwa al-Fatihah adalah surat yang dapat membuat doa seseorang terkabul. Dalam hadis sahih disebutkan:
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال بينما جبريل قاعد عند النبي صلى الله عليه وسلم سمع نقيضا من فوقه فرفع رأسه فقال هذا باب من السماء فتح اليوم لم يفتح قط إلا اليوم فنزل منه ملك فقال هذا ملك نزل إلى الأرض لم ينزل قط إلا اليوم فسلم فقال أبشر بنورين أوتيتهما لم يؤتهما نبي قبلك: فاتحة الكتاب وخواتيم سورة البقرة لن تقرأ بحرف منهما إلا أعطيته ( مسلم )
Dari Ibnu Abbas ra berkata, “Ketika Jibril sedang duduk bersama Nabi ﷺ, ia mendengar suara gemuruh dari atas lalu dia melihat ke atas sambil berkata, ‘itu adalah pintu langit yang terbuka hari ini. Sebelumnya tidak pernah terbuka sama sekali'. Lalu turunlah malaikat darinya. Jibril berkata, ‘inilah malaikat yang turun dari langit , ia belum pernah sama sekali turun ke bumi sebelumnya'. Lalu sang malaikat mengucapkan salam kemudian berkata, ‘bergembiralah dengan dua cahaya yang diberikan kepadamu, keduanya belum pernah sama sekali diberikan kepada seorang Nabi sebelum Engkau. Yaitu surat Alfatihah dan penutup surat Albaqarah. Tidaklah kamu baca satu huruf darinya kecuali akan dikabulkan” (HR. Muslim)
Fokus pada bagian terakhir hadis tersebut yang dengan terang benderang menjelaskan fungsi al-Fatihah. Dari keumuman hadis di atas, maka para ulama beristinbath untuk menjadikan bacaan al-Fatihah sebagai kunci dari semua acara penting yang perlu disertai harapan dan doa baik:
- Saat ada kelahiran, kita berdoa semoga anak yang dilahirkan menjadi anak yang shalih lalu kita lanjutkan dengan al-Fatihah.
- Saat ada kematian, kita berdoa semoga yang wafat diampuni dosanya dan diterima amal baiknya, lalu kita lanjutkan dengan al-Fatihah
- Saat ada acara penting, dalam pembukaan kita awali dengan harapan semoga acaranya berjalan dengan lancar dan diridhai Allah lalu kita lanjutkan dengan al-Fatihah.
Apakah yang biasa kita lakukan di atas bukan dari Islam? Tentu saja dari Islam sebab landasannya adalah hadis sahih di atas yang menyatakan bahwa semua harapan akan dikabulkan bila dibacakan al-Fatihah? Apakah bid'ah? Tentu saja bukan bid'ah sebab ini justru mempraktekkan sunnah.
Harusnya ustadz Ashim tidak perlu khawatir nanti akan ditanya oleh malaikat sebab tidak membid'ahkan amaliah tradisi membaca Fatihah. Yang lebih harus dikhawatirkan adalah ketika nanti malaikat bertanya kenapa dia membid'ahkan amaliah yang sesuai dengan ajaran Nabi? Seperti halnya Nabi Muhammad tidak membid'ahkan bacaan fatihah digunakan untuk menyembuhkan gigitan ular, maka dari nalar istinbath yang sama kita yakin bahwa Nabi Muhammad takkan membid'ahkan bacaan fatihah digunakan untuk mengawali acara atau kegiatan lainnya yang baik-baik.
Mari kita doakan beliau semoga mendapat hidayah sunnah, bibarakatil fatihah....
Demikian penjelasan Ust Abdul Wahab Ahmad.
Sumber:
akun fb abdul wahab ahmad.