Memandang Gus Dur soal Israel, "Testimoni Full" Tengku Zulkarnaen
Ustaz Tengku Zulkarnaen meninggal dunia pada Senin, 10 Mei 2021, setelah azan Maghrib berkumandang. Banyak hal dikenal publik di media sosial soal juru dakwah kelahiran Medan 14 Agustus 1963, yagn terkonfirmasi positif Covid-19 usai swab PCR (polymerase chain reaction), pada Minggu lalu.
Jejak digital Tengku Zulkarnaen pun bermunculan. Sebuah video pendek Ustaz Tengku Zulkarnain beredar di media sosial, baik di Facebook, Instagram, WhatsApp dan media sosial lainnya, Selasa 11 Mei 2021.
Isinya, menceritakan betapa hebatnya seorang Gus Dur (almaghfurlah KH Abdurahman Wahid) dalam berbagai hal, dari menghadapi bujuk rayu Israel sampai memperlakukan istri dengan baik.
Soal Gus Dur dan Israel di Mata Tengku Zulkarnaen
“Saya dengan Gus Dur bersahabat. Tahu saya, bagaimana kecerdasan Gus Dur. Ketika beliau menjadi salah satu pendiri Yayasan Perdamaian Shimon Peres di Israel, semua ribut. Tapi, saya tahu persis, bagaimana keberpihakan Gus Dur terhadap agama (Islam) dan republik Indonesia. Buktinya, sampai sekarang, target membuka hubungan diplomatik Indonesia-Israel, tidak terjadi,” demikian Tengku Zulkarnain dalam video berdurasi 9 menit 4 detik ini.
Israel, kata Ustad Tengku, justru dibuat bingung oleh Gus Dur. Israel berusaha mendesak bahkan memaksa Gus Dur agar segera dibuka hubungan diplomatik. Apa yang terjadi?
“Gus Dur enak saja, bicara, disiarkan di depan umum. Sebagai presiden beliau bilang: Saya ini kepingin, kita itu membuat hubungan diplamatik antara Indonesia dengan Israel. Seluruh rakyat Indonesia marah. Nah kepada Israel Gus Dur bilang: Tuuuuh, mereka tidak mau, perlu waktu lama. Akhirnya Israel diam. Sampai sekarang tidak ada hubungan diplomatik itu. Kalau tidak cerdas, tidak bisa melakukan ini,” jelasnya, dalam video yang pernah beredar 4 Oktober 2020 itu.
Kecerdasan Gus Dur
Selain kecerdasannya, Gus Dur juga dikenal kesederhanaannya. Suatu ketika, katanya, saat berada di sebuah bandara, Tengku Zulkarnaen menonton televisi yang menampilkan tokoh kita. Ternyata isinya, Gus Dur. Bu Hj Sinta Nuriyah Wahid, istri Gus Dur, jadi narasumbernya.
Menurut Bu Sinta, jelas Tengku Zulkarnaen, sepanjang hidup bersama Gus Dur, ia tidak pernah menyoal makanan (daharan) yang disuguhkan. Kisah ini membuat Sang Ustaz seperti ‘tertampar’. Ini lantaran dirinya yang, biasa makan enak, sering menyoal makanan yang diberikan sang istri.
“Saya langsung menangis. Saya telepon istri saya. Sambil menangis, saya minta maaf. Sampai-sampai istri saya kaget dan khawatir saya jatuh di pesawat, karena kalimat saya tidak biasa alias ‘buang tabiat’. Saya katakan ‘tidak’, saya baru mendengar kesederhaan Gus Dur lewat teve,” jelasnya kepada sang istri.
Testimoni Tengku Zulkarnaen atas Wafat Gus Dur
Berikut ditampilkan testimoni berjudul "Penglihatan Mata Bathin Gus Dur Terhadap Tengku Zulkarnaen", dikutip lengkap:
Penglihatan Mata Bathin Gus Dur Terhadap Tengku Zulkarnaen
Kiai Haji Abdurrahman Wahid, mantan Presiden RI yang ke-4 sudah lama saya kenal melalui siaran televisi, koran-koran dan buku-buku yang memuat pemikiran beliau. Namun yang paling berkesan bagi saya adalah saat kami berdua pernah duduk bersama seharian penuh dari pukul 07.00 pagi hari sampai 19.00 malam hari. Kebersamaan kami berlangsung di Riau, tepatnya di kediaman Gubernur Riau, H. M. Rusli Zainal. Ketika itu Gubernur Riau sendiri yang meminta saya untuk menemani Gusdur sebagai ‘pengganti’ tuan rumah, karena Gubernur Riau tidak dapat terus menerus menemani Gus Dur.
Jadilah pertemuan kami itu berlangsung aman, tanpa ada gangguan sedikitpun. Saya masih ingat rombongan Gusdur saat itu lumayan ramai juga, di antaranya adalah Muhaimin Iskandar (mantan Menteri Tenaga Kerja RI), dan saudara Lukman Edi (seorang anggota DPR RI). Sepanjang hari itu, kami duduk bersebelahan dan berbicara panjang lebar mulai dari masalah agama, masalah negara, masalah pemimpin-pemimpin Indonesia.
Ketika membicarakan masalah agama kami terlibat dalam pembicaraan sangat serius. Saat itu kami berkesempatan untuk membuktikan secara langsung kata-kata orang yang banyak saya dengar, yang menyatakan bahwa Gusdur menguasai banyak kitab-kitab klasik. Maka kami membuka dialog dengan mencuplik kitab-kitab klasik yang pernah kami baca mulai dari karangan Imam As Syafi’i, Imam Harmaini, Imam Al Ghazali, Imam Ibnu Katsir, dan lain-lain. Apa yang terjadi…? Gusdur ternyata bukan hanya mahir mengimbangi pembicaraan mengenai berbagai permasalahan yang kami kemukakan, namun dengan mahir beliau malah membacakan matan-matan semua persoalan tersebut dalam bahasa Arab yang asli, tepat seperti isi kitab yang asli. Tidak dapat kami pungkiri bahwa saat itu hati kami bergetar, kagum, heran, juga bahagia. Yakinlah kami bahwa Allah benar-benar Maha Kuasa dan telah menciptakan hamba-hambaNya dengan berbagai kelebihan. Subhanallah…
Ketika membahas kepemimpinan nasional, Gusdur dengan disertai humor-humor kocak sana sini menjelaskan dan berdiskusi dengan kami tentang banyak hal. Satu yang sangat kami catat kuat dalam ingatan kami bahwa tidak pernah sekalipun terucap kata-kata jelek yang bersifat mempersalahkan seorangpun dari pemimpin nasional kita. Ketika membahas Pak Harto, nada ucapan beliau berubah menjadi sangat lembut dan serius. Saat itu Gusdur berkata dan kami masih ingat benar, beliau berucap begini: “Pak Harto sebagai seorang pemimpin nasional telah memberikan contoh sebuah pekerjaan yang terencana dan terukur. Program beliau direncanakan rapi dan diukur setelah waktu pelaksanaan berakhir.” Kemudian beliau berdiam berapa saat. Kemudian beliau tertawa kecil seraya berkata sambil tertawa: “laahha kalo saya, kerja kapan inget, terus saya buat saja..”
Kesan saya saat itu muncul, sebagai orang Jawa asli, Gusdur terbiasa dengan sikap dan adab orang Jawa, mikul nduwur yaitu menghormati orang yang lebih tua. Beliau jujur dan humoris. Jujur dalam arti tidak menyembunyikan kelemahan dirinya.
Pertemuan kami berjalan manis. Kami hanya berpisah beberapa menit saat waktu sholat Dzuhur dan Ashar tiba, untuk kemudian duduk kembali di meja yang sama. Ada beberapa keistimewaan Gusdur yang saya yakin muncul dari indera keenam beliau. Ketika beliau bertanya kepada kami: “Sampeyan itu kan orang Medan, kok kata Gubernur tadi, sampeyan orang Riau?” Kemudian kami menjelaskan bahwa ibu kami adalah orang Riau dari Rokan Hilir, Bagan Siapi-api. Namun kemudian beliau berkata: “Rumah sampeyan di Klender, sampeyan buat pengajian malam senin di Klender, terus sampeyan begini…sampeyan begitu..” yang kesemuanya tepat dan benar. Paling aneh adalah saat kami katakan bahwa kami akan pulang pukul 17.00 dengan pesawat Mandala, saat itu beliau berkata kepada saya dengan tegas: “Ndak, sampeyan pulang dengan saya naek Garuda jam 7 (malam).” Menanggapi ucapan itu kami diam saja sebab di tangan kami sudah ada tiket Mandala pukul 5 sore rute Pekanbaru-Jakarta.
Ternyata pesawat Mandala delay sampai pukul 21.00, maka jadilah kami bertukar pesawat naik Garuda Indonesia bersama dengan Gusdur. Ada satu nasehat beliau kepada kami yang akan tetap kami ingat. “Negeri Riau adalah negerinya orang-orang Naqsyabandi. Dan dari sini telah muncul seorang wali besar Syaikh Abdul Wahab Rokan. Sampeyan musti jaga negeri ini, jangan dibiarkan begitu saja apalagi ibunya sampeyan orang asli negeri ini.” Saat itu beliau pegang tangan saya dan saya pun menjawab dengan rasa haru: “Iya Gus, saya pasti akan menjaga negeri saya ini.”
Sekarang Gusdur telah berpulang bertemu dengan Sang Pencipta Yang Maha Tinggi. Setelah sebelumnya memandang dengan bashirah beliau kedatangan sang kakek tercinta, Ulama Besar pendiri NU untuk mendampingi beliau di alam barzakh. Kami berdoa semoga beliau nyaman berdekatan dengan Kakek dan Bapak beliau di tanah Jombang, Pesantren keluarga besar Syaikh Asy’ari.
Selamat jalan Gusdur…Nasehat panjenengan senantiasa akan kami ingat sebagai kenangan manis antara orangtua kepada anaknya. Assalamu’alaika…
Ilaa Gus Dur wa Tengku Zulkarnain, lahumaa Al-Faatihah
Sumber : tengkuzulkarnain.net. Posted on April 18, 2015.