Memainkan Identitas Agama=Menggiring Perpecahan, Pesan Gus Yahya
Menghadapi Pemilu 2024, banyak orang memanfaatkannya untuk kepentingan agendanya masing-masing dalam berpolitik. Agenda itu tak semata-mata meraih kekuasaan, melain juga agenda tersembunyi. Misalnya, mengedepankan ideologinya.
Jauh-jauh hari, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mendorong demokrasi yang lebih rasional yang bersandar pada kualitas pribadi-pribadi yang terlibat dalam politik itu.
Menurutnya, demokrasi rasional juga bukan bersandar pada latar belakang identitas suku, agama, jenis kelamin, atau yang lain, tetapi lebih mengedepankan gagasan, kredibilitas, rekam jejak (trackrecord), dan lain sebagainya.
“Jadi tidak bisa kita bilang: “Walaupun koruptor kalau Islam kan nanti masuk surga juga,” misalnya, itu sesuatu yang tidak relevan untuk dikembangkan di dalam demokrasi kita,” ungkapnya, memberi tamsil.
Warning bagi Aktor Politik
Pria yang akrab disapa Gus Yahya itu pun mengingatkan agar para aktor politik tidak memakai politik identitas, terutama identitas agama sebagai senjata untuk menjatuhkan lawan.
“Kita harus ingatkan para aktor politik ini, bahwa bermain-main dengan identitas agama, itu sama saja menggiring bangsa ini ke dalam perpecahan,” ungkap dalam tayangan Satu Meja di Kompas TV, Kamis lalu.
“Selama identitas agama dijadikan senjata politik, sembuhnya akan lama,” imbuh Juru bicara Presiden Ke-4 Indonesia KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu dalam acara yang dipandu jurnalis senior Budiman Tanuredjo.
Alumnus Pesantren Krapyak, Yogyakarta, itu mengatakan dampak dari pemilu lalu yang terjadi pembelahan identitas masih sangat terasa di tingkat basis. Menurutnya, ini harus disembuhkan dengan tidak membuat luka lagi dan bangsa ini tidak terbelah-belah lagi dari identitas yang satu ke identitas yang lain.
Gus Yahya juga berpesan agar para aktor politik dapat lebih bertanggung jawab untuk masa depan. Apa pun yang mereka putuskan hari ini, strategi yang mereka pilih maupun visi politik yang mereka canangkan, lanjutnya, akan menentukan bangsa dan negara ini.
“Saya minta semua aktor politik ini lebih bertanggung jawab dengan mengingat didirikannya bangsa dan negara ini. Karena apa yang kita miliki sebagai bangsa Indonesia ini sebetulnya bukan hanya berharga untuk diri kita sendiri, tetapi ini bisa sebagai sumbangan yang bernilai tinggi bagi seluruh kontsruksi peradaban dunia ke depan,” ungkapnya.
Inisiator Forum Religion of Twenty (R20) itu mencontohkan, bahwa Indonesia sudah punya Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Jika dilihat dari semua negara yang ada, menurut Gus Yahya tidak ada konstitusi yang seperti Undang-Undang Dasar 1945 yang visinya memang visi peradaban dunia: ‘Bahwa sesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa’.
“Itu kan visi tentang peradaban dunia, bukan hanya untuk Indonesia. Nah, ini jangan sampai kita rusak begitu saja, hanya demi mendapat kursi kekuasaan,” tutur Gus Yahya.